Dinda, wanita cantik berusia 25 tahun itu sangat menyayangi adik angkatnya yang bernama Rafly yang usianya lebih muda enam tahun darinya. Karena rasa sayangnya yang berlebihan itulah membuat Rafly malah jatuh cinta padanya. Suatu malam Rafly mendatangi kamar Dinda dan merekapun berakhir tidur bersama. Sejak saat itulah Rafly berani terang-terangan menunjukkan rasa cintanya pada Dinda, ia bahkan tak peduli kakak angkatnya itu sudah memiliki tunangan.
"Kamu harus putusin si Bara dan nikah sama aku, Dinda!" ucap Rafly.
"Aku nggak mungkin putusin Bara, aku cinta sama dia!" tolak Dinda.
"Bisa-bisanya kamu nolak aku padahal kamu lagi hamil anakku!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Soufflenur, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Cemburu
Rafly memakai kaos putihnya itu lalu ia tersenyum lembut melihat ke arah Dinda yang masih terlelap setelah aktifitas yang mereka lakukan itu. Ia tak pernah menyangka Dinda sangat pandai memuaskannya di atas ranjang. Dan ia paling suka ketika wanita cantik itu dalam posisi women on top. Ia kemudian menggeleng-gelengkan kepalanya sambil tersenyum gugup. Ia kemudian mengecup kening Dinda dengan lembut lalu ia keluar dari kamar kakak angkatnya itu masih sambil tersenyum.
"Kamu habis dari kamarnya Dinda lagi ya? Ngapain sih kamu keluar masuk ke kamarnya Dinda terus?" tegur Viona menuntut penjelasan dari Rafly.
Rafly langsung menunduk ketakutan melihat ibunya itu. "Aku nggak ngapa-ngapain kok, Ma. Aku cuma..."
"Cuma apa hah?" bentak Viona sambil menjambak rambut Rafly membuat anaknya itu meringis kesakitan meminta dilepaskan.
Dinda yang mendengar keributan di depan kamarnya itu pun menjadi bangun. Ia menoleh ke sisi tempat tidurnya tapi ternyata tak ada Rafly. Ia pun kemudian berdiri lalu memaki daster tipisnya itu dan pergi keluar dari kamarnya itu.
"Kamu tuh ya dasar anak nggak tau diri! Emang nggak seharusnya kamu itu dilahirkan kamu itu pantasnya mat*! Nyesel saya biarin kamu tinggal di rumah saya ini! Kamu harusnya mat* aja nggak usah hidup dari pada kamu hidup tapi malah bikin marah orang dasar anak si*lan!" seru Viona marah.
Dinda terkejut mendengarnya, ia kemudian menghampiri mereka berdua meski dengan susah payah.
"Mama udah! Jangan kasar gitu dong kasihan Rafly, Ma!" tegur Dinda.
"Kasihan sama nih anak? Kamu itu terus menerus belain dia makanya dia jadi ngelunjak tau nggak!" seru Viona lalu ia menghentikan aksinya menarik rambut Rafly.
"Aku belain Rafly karena dia tuh nggak salah, Mama aja yang terus terusan nyakitin dia! Lagian dia itu kan cuma diem aja tapi Mama salahin terus!" balas Dinda.
"Kamu tuh ya malah berani ngelawan Mama!" seru Viona menunjuk-nunjuk Dinda namun Dinda tak peduli.
Dinda kemudian mengajak Rafly masuk ke kamarnya dan Rafly mengangguk sambil memapah Dinda. Ia sebetulnya ingin menggendong Dinda namun itu tak mungkin ia lakukan di depan Viona. Bisa tambah gawat.
"Saya jadi heran kenapa sih Dinda itu selalu belain anak si*lan itu!" gerutu Viona kemudian ia berlalu pergi sambil menggerutu kesal.
Setelah masuk kamar, Rafly membantu Dinda kembali berbaring di tempat tidurnya. Ia sendiri duduk di tepi tempat tidur sambil memegangi tangan Dinda lalu ia cium dengan lembut.
"Kamu ngapain keluar sih kan masih sakit," ucap Rafly dengan tatapan sayangnya itu.
Dinda terkejut mendengar Rafly memanggilnya kamu namun ia tak merasa keberatan ia malah suka entah mengapa. Menurutnya panggilan seperti itu malah jauh lebih intim.
"Kalau aku nggak nekat keluar yang ada kamu dimarahi terus sama Mama," balas Dinda lirih.
"Nggak apa-apa kok itu kan udah biasa. Oh iya sekarang kamu mau makan atau apa gitu?" tanya Rafly.
"Sekarang udah jam berapa?"
"Kenapa? Kamu mau berangkat kerja? Nggak usah lah lagian sekarang ini udah siang mendingan kamu istirahat di rumah aja aku temenin."
Dinda tertawa kecil. "Kamu sih malah ngajak gituan."
"Kamu juga nggak nolak kan malah minta nambah terus," goda Rafly.
Dinda menjadi salah tingkah, sekarang ini rupanya adik angkatnya itu sudah pandai mengatakan hal yang nakal seperti itu. Namun anehnya ia juga tak merasa keberatan dengan hal itu, lagi dan lagi ia malah suka.
"Udah ah nggak usah dibahas lagi malu tau!" Dinda cemberut sedangkan Rafly malah terkekeh.
Tiba-tiba saja terdengar dering telepon dari ponselnya Dinda, lantas Dinda memeriksanya dan wajahnya menegang ketika melihat nama Bara di layar ponselnya itu.
Rafly yang menyadari raut wajah Dinda tentu saja ia bingung.
"Telepon dari siapa?" tanya Rafly ingin tahu.
"Telepon dari Bara," balas Dinda tanpa ekspresi.
Mendengar nama Bara membuat Rafly kesal.
"Nggak usah diangkat aja lah," kata Rafly.
Namun Dinda tetap mengangkat telepon dari Bara karena beberapa hari ini ia belum bertemu dengan kekasihnya itu ataupun sekedar mengobrol di telepon karena entah mengapa ponsel Bara tak bisa dihubungi dan juga kekasihnya baru menghubunginya hari ini.
"Aku ambil minum dulu," ucap Rafly lalu ia pun pergi dengan tampang marahnya itu.
Dinda juga tak enak pada Rafly namun ia tetap mengobrol dengan Bara, ia menanyakan kabar Bara dan kekasihnya itu menjawab bahwa ia baik-baik saja, Bara juga meminta maaf padanya karena akhir-akhir ini pria itu sibuk dengan pekerjaannya di kantor jadi tak sempat menghubunginya atau menemuinya. Meskipun Dinda kecewa namun ia tetap diam saja tak mau mengutarakannya karena ia pun merasa bersalah kini telah mengkhianati hubungan mereka.
Di tempat lain tampak Bara yang ternyata sedang memeluk seorang wanita dan tubuh mereka tanpa pakaian ketika sedang mengobrol dengan Dinda lewat telepon.
[ Udah dulu ya, sayang. Iya, besok atau nggak besoknya lagi aku udah nggak sibuk kok dan kita bisa ketemu. ] ucap Bara lalu ia mengakhiri telepon.
Bara kemudian mencium wanita yang bersamanya di atas ranjang hotel itu dan beberapa menit kemudian terdengar desahan puas dari keduanya. Tampak belum puas, ia pun meminta wanita itu melayaninya di dalam kolam renang. Mereka terus melakukannya hingga malam, berubah jadi pagi lalu sore harinya tampak tak pernah lelah.
Setelah selesai melakukan hal itu, Bara mengusir wanita itu dengan kasar bahkan ia tamp*r pipinya. Lalu ia pergi ke kamarnya dan ia menelpon wanita lain lagi untuk ia ajak bersenang-senang.
"Gua begini gara-gara si Dinda nggak mau gua ajak tidur bareng," ujar Bara kesal lalu ia membanting vas bunga yang ada di dalam kamarnya itu.
Sedangkan di dalam kamarnya Viona ia tampak melamun, ia sedang mencari cara bagaimana menjauhkan Dinda dengan Rafly. Ia merasa mencium sesuatu yang tak wajar di antara mereka berdua. Kini menurutnya hubungan mereka berdua malah lebih seperti kekasih bukan seperti saudara angkat. Bagaimana ia tak curiga dengan kedekatan mereka, Dinda saja begitu membela Rafly seperti membela seorang kekasih.
"Kayaknya mereka berdua emang ada sesuatu nih. Harus waspada ini, mereka nggak boleh bersatu bisa gawat ini," gumam Viona.
Dua hari kemudian
Terdengar suara desahan manja Dinda dan ternyata ia sedang bercinta dengan Rafly di dalam ruangan kantornya itu. Ia kini berada di atas tubuh pemuda itu menggapai kepuasan bersama.
Tok tok tok!
Terdengar suara ketukan di pintu membuat Dinda dan juga Rafly sama-sama terkejutnya dan mereka berdua menoleh dan panik.