Di sebuah universitas yang terletak kota, ada dua mahasiswa yang datang dari latar belakang yang sangat berbeda. Andini, seorang mahasiswi jurusan psikologi yang sangat fokus pada studinya, selalu menjadi tipe orang yang cenderung menjaga jarak dari orang lain. Dia lebih suka menghabiskan waktu di perpustakaan, membaca buku-buku tentang perilaku manusia, dan merencanakan masa depannya yang penuh dengan ambisi.
Sementara itu, Raka adalah mahasiswa jurusan bisnis. raka terkenal dengan sifatnya yang dingin dan tidak mudah bergaul, selalu membuat orang di sekitarnya merasa segan.
Kisah mereka dimulai di sebuah acara kampus yang diadakan setiap tahun, sebuah pesta malam untuk menyambut semester baru. Andini, yang awalnya hanya ingin duduk di sudut dan menikmati minuman, tanpa sengaja bertemu dengan Raka.
Yuk guys.. baca kisah tentang perjalanan cinta Andini dan Raka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cumi kecil, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 15 LANGIT, BINTANG DAN KAMU.
Malam berhembus lembut di tepian danau, membawa aroma tanah basah dan suara jangkrik yang bersahutan. Di bawah langit penuh bintang, Andini duduk di samping Raka di atas tikar kecil yang mereka gelar di rerumputan. Di depan mereka, danau tenang memantulkan cahaya bulan yang menggantung manis di langit.
"Indah banget ya," ujar Andini pelan, memeluk lututnya sambil menatap ke atas.
Raka menoleh, memperhatikan wajah Andini yang diterangi cahaya bulan. "Bintangnya, atau kamu?"
Andini tertawa kecil, pipinya memerah. “Gombal.”
“Tapi bener,” balas Raka, tersenyum. “Aku senang kita bisa ada di sini, jauh dari hiruk-pikuk kota, cuma berdua.”
Andini mengangguk. “Aku juga. Rasanya tenang. Kayak semua masalah dunia berhenti sebentar.”
Mereka diam sejenak, tenggelam dalam keheningan yang nyaman. Raka membuka tas kecil dan mengeluarkan termos dan dua cangkir kecil. “Aku bawa cokelat panas kesukaan kamu ” kata raka, menuangkan cairan hangat itu. “Buat kita berdua.”
Andini menerima cangkir itu dengan senyum hangat. “Kamu selalu tahu caranya bikin malam jadi spesial.”
“Malam ini spesial bukan karena cokelatnya,” kata Raka pelan, menatap mata Andini. “Tapi karena kamu di sini.”
Cangkir-cangkir menyentuh satu sama lain dalam denting kecil, seakan turut merayakan malam yang tak akan mereka lupakan.
" Andini "
" Eum " Jawab Andini, melirik Raka
“Lihat,” kata Raka sambil menunjuk ke langit. “Itu bintang jatuh. Cepat, minta sesuatu.”
Andini menutup mata sebentar. “Udah,” katanya singkat.
“Apa?” tanya Raka penasaran.
“Kalau aku bilang, nanti nggak kejadian,” jawab Andini sambil tersenyum nakal.
Raka terkekeh, lalu menatap Andini yang menatap langit. Dalam diam, ia menyadari sesuatu. betapa nyaman rasa yang tumbuh saat mereka bersama, tanpa perlu banyak kata.
“Aku juga punya permintaan,” kata Raka pelan.
“Apa?”
“Boleh nggak, kamu jadi alasanku terus lihat bintang tiap malam? Biar aku selalu punya alasan untuk bersyukur.”
Andini terdiam sejenak, lalu menoleh. Tatapan mereka bertemu, di bawah cahaya lembut bulan dan gemerlap bintang. Udara malam itu dingin, tapi hati mereka hangat.
Andini mengangguk pelan. “Kalau kamu jaga aku sebaik kamu jaga malam ini, mungkin aku bisa jadi bintang kamu selamanya.”
Raka menggenggam tangannya, erat. “Udah sedari awal, Din.”
Dan di sana, di tengah hening malam yang tak terganggu, dua jiwa duduk berdampingan. dikelilingi semesta yang seolah ikut tersenyum menyaksikan cinta yang sederhana tapi nyata.
Andini bersandar pelan di bahu Raka, matanya memejam. “Enak ya, kayak gini… kayak dunia berhenti sebentar.”
Raka menoleh, menatap Andini yang tenang. Rambutnya sedikit berantakan karena angin, dan ada kilau lembut dari cahaya bulan yang jatuh di wajahnya.
Raka menghela napas pelan. Jantungnya berdebar. bukan karena udara dingin, tapi karena satu keinginan yang muncul dari dalam. ingin lebih dekat. Bukan hanya secara fisik, tapi secara rasa.
“Din…” suara Raka nyaris berbisik.
Andini membuka mata, menoleh. “Hm?”
Tatapan mereka bertemu. Jarak wajah mereka hanya sejengkal. Diam. Sunyi. Tapi bukan canggung. lebih seperti momen ketika semesta menahan napas.
Raka mengangkat tangannya, menyelipkan rambut Andini yang menutupi wajahnya ke belakang telinga. Sentuhan itu lembut. Hati Andini ikut tergetar.
“Aku boleh?” tanya Raka pelan, suaranya nyaris tenggelam oleh angin.
Andini tidak langsung menjawab. Tapi dia tidak menjauh. Matanya masih menatap Raka, penuh kepercayaan.
Hanya itu jawabannya. Dan itu cukup.
Raka mendekat, perlahan. Sangat perlahan, seolah setiap sentimeter mendekat itu penuh makna. Dan di antara degup jantung yang saling terasa, bibir mereka akhirnya bertemu, bukan terburu-buru, tapi dengan rasa yang selama ini mereka simpan diam-diam.
Ciuman itu lembut. Hangat. Jujur.
Ketika mereka saling melepas, Andini tersenyum kecil.
“Butuh waktu ya,” katanya pelan.
Raka tersenyum, menatap matanya. “Tapi rasanya sepadan.”
Dan malam itu, bukan hanya bintang yang bersinar. Tapi dua hati yang akhirnya saling menemukan ruang, tanpa keraguan.
" Apa ini yang pertama? "
Andini mengangguk jujur " Kamu adalah pria pertama yang menjadi kekasihku " Jawab jujur Andini " Kalo kamu? "
Raka tersenyum " Kita sama. Sama-sama yang pertama dan sama-sama belum pengalaman hehehe.. " Goda Raka " Kenapa deru nafasmu tidak beraturan, apa kamu memiliki riwayat jantung? "
Andini cepat-cepat menggeleng, menunduk sedikit, mencoba menyembunyikan wajahnya yang memerah.
“Bukan… bukan karena itu,” katanya pelan. “Aku cuma… deg-degan. Tapi deg-degan yang enak.” jawab Andini dengan wajahnya yang polos.
Raka tertawa pelan, hangat, lalu mengangkat tangan Andini dan menciumnya lembut di punggung tangan.
“Kalau gitu... boleh aku bikin kamu deg-degan terus?” bisiknya.
Andini menatap Raka. wajahnya masih memerah, tapi kali ini ia tersenyum lebar. Ada rasa malu, tapi juga bahagia yang tidak bisa ia sembunyikan.
“Jangan sering-sering,” katanya sambil tersipu. “Nanti aku ketagihan.”
Raka tertawa lagi, menatapnya penuh rasa.
Malam itu, langit tak hanya menyimpan bintang, tapi juga satu rahasia kecil. bahwa dua hati yang saling diam, akhirnya mulai bersuara. Lewat senyuman, lewat pipi yang memerah… dan lewat satu ciuman hangat yang tidak akan mereka lupakan.