Harry sama sekali tak menyangka, bahwa pacarnya yang selama ini sangat ia sayangi, ternyata justru menjalin hubungan dengan ayah kandungnya sendiri di belakangnya! Dan parahnya lagi, pacarnya itu adalah simpanan ayahnya sekaligus selingkuhan ibunya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon patrickgansuwu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 3. Pagi yang panas
Matahari mulai menyelinap melalui tirai jendela kapal pesiar yang mewah. Cahaya keemasan menyorot lembut ke dalam kamar, memberikan nuansa hangat yang menenangkan. Di atas ranjang besar dengan seprai sutra putih, tubuh Raline yang masih terbungkus selimut mulai bergerak perlahan. Ia membuka matanya dengan sedikit malas, sebelum menoleh ke samping dan mendapati Harry masih tertidur pulas di sebelahnya.
Pria itu tampak begitu damai, dengan nafas yang teratur dan dada bidangnya yang naik turun perlahan. Rambutnya berantakan, tetapi tetap terlihat tampan. Raline tersenyum kecil, mengingat kembali bagaimana malam tadi dihabiskan dengan penuh gairah. Pipinya sedikit memerah, tetapi ia segera menggelengkan kepala, mencoba menyingkirkan pikirannya.
Perlahan, Raline bangkit dari tempat tidur, memastikan agar tidak membangunkan Harry. Ia memungut pakaiannya yang tergeletak di lantai, lalu mengenakannya dengan gerakan hati-hati. Setelah itu, ia berjalan menuju meja tempat ponselnya berada. Begitu mengambilnya, ia terkejut melihat beberapa notifikasi panggilan tak terjawab dan pesan dari Calvin.
Hati Raline langsung berdebar cemas. Ia buru-buru melangkah ke kamar mandi dan mengunci pintunya sebelum membuka pesan-pesan yang masuk.
Calvin: Apa kamu tidak membaca pesanku? Kenapa tidak mengangkat teleponku?!
Calvin: Jawab aku sekarang, Raline! Aku tidak suka diabaikan.
Calvin: Kamu tahu apa akibatnya kalau kamu berani mempermainkanku, kan?
Raline menggigit bibir bawahnya, merasa gelisah dengan nada pesan yang dikirim oleh pria itu. Ia tahu Calvin bukan orang yang sabar, apalagi jika menyangkut dirinya. Dengan tangan sedikit gemetar, Raline mulai mengetik balasan.
Raline: Maaf, Daddy. Aku tertidur tadi malam dan tidak sempat membalas. Aku benar-benar minta maaf!
Beberapa detik setelah pesan itu terkirim, ponselnya bergetar. Sebuah panggilan masuk dari Calvin. Raline menatap layar itu dengan perasaan ragu, tetapi akhirnya ia menekan tombol jawab dan membawa ponselnya ke telinga.
"Kamu ada di mana sekarang?" suara Calvin terdengar dalam dan dingin, tanpa ada basa-basi.
Raline menelan ludah, berpikir keras untuk memberikan jawaban yang tidak mencurigakan. "Aku... sedang di luar bersama teman-temanku," katanya dengan suara selembut mungkin.
Calvin mendengus kecil. "Jangan berbohong padaku, Raline. Aku bisa mencari tahu di mana kamu berada."
Gadis itu menggigit bibirnya semakin keras. "Aku tidak berbohong, Daddy. Aku hanya... hanya butuh waktu sebentar untuk sendiri."
Sejenak, ada keheningan di antara mereka sebelum Calvin akhirnya berbicara lagi, kali ini dengan nada yang lebih mengintimidasi. "Baiklah. Aku tidak akan bertanya lagi. Tapi, kamu tahu apa yang harus kamu lakukan untuk menebus kesalahanmu, kan?"
Raline terdiam. Ia sudah menduga permintaan ini akan muncul, tetapi tetap saja dadanya terasa sesak mendengarnya secara langsung.
"Kirimkan fotomu. Yang seksi," lanjut Calvin. "Aku ingin melihat tunjangan mahalku tampil menggoda."
Jantung Raline berdebar lebih kencang. Ia menggigit kuku jarinya, merasa bimbang. Namun, sebelum ia bisa menjawab, suara di balik pintu mengejutkannya.
"Raline?" Suara Harry terdengar mengantuk. "Kamu di dalam?"
Raline menahan napas, panik seketika. "I-iya, sebentar lagi aku keluar!" serunya, berusaha agar suaranya terdengar biasa.
"Aku tunggu di luar, oke?" kata Harry dengan nada lembut sebelum suara langkah kakinya menjauh.
Raline kembali menempelkan ponsel ke telinganya. "Daddy, aku harus pergi. Aku akan kirimkan nanti," bisiknya cepat.
Calvin terkekeh di ujung telepon. "Bagus. Jangan buat aku menunggu lama, sayang."
Begitu panggilan berakhir, Raline menghembuskan napas panjang. Ia menatap pantulan dirinya di cermin, melihat wajahnya yang penuh kecemasan. Malam tadi, ia merasa seperti gadis paling beruntung di dunia dengan Harry di sisinya. Namun, sekarang ia dihadapkan pada kenyataan yang begitu rumit.
Dengan hati yang berat, Raline menyimpan ponselnya dan merapikan dirinya sebelum keluar dari kamar mandi. Ia harus kembali ke sisi Harry dan bersikap seolah semuanya baik-baik saja—meski di dalam hatinya, semuanya terasa semakin kacau.
÷÷÷
Saat Raline keluar dari kamar mandi, ia terkejut saat tiba-tiba Harry langsung mendekapnya erat dari belakang. Pria itu menempelkan tubuh hangatnya ke tubuh Raline, membuat gadis itu membeku sejenak.
"Kenapa kamu tega meninggalkan aku sendirian di ranjang, hm?" bisik Harry di telinga Raline, sebelum mengecup lembut lehernya.
Raline terkikik pelan, lalu menoleh sedikit untuk melihat wajah pria itu. "Maaf, aku kebelet tadi. Aku nggak tahan lagi, makanya aku buru-buru ke kamar mandi."
Harry mendengus pelan, lalu membalik tubuh Raline agar menghadapnya. Tatapannya begitu dalam, membuat jantung Raline berdetak lebih cepat. "Kalau begitu, aku harus memastikan kamu nggak pergi lagi dari sisiku, hm?" ujarnya seraya mengecup kening Raline dengan penuh kasih sayang.
Raline hanya bisa tersenyum malu-malu saat Harry menarik pergelangan tangannya perlahan. Pria itu memandangnya dengan tatapan menggoda, sebelum akhirnya memutar tubuh gadis itu hingga punggungnya kembali menghadap ke arahnya. Harry mulai mengecup pundak Raline yang terbuka, bibirnya bergerak perlahan, memberikan sensasi panas yang menjalar di sepanjang tubuh Raline.
"H-Harry..." bisik Raline dengan suara lirih.
"Hm?" sahut Harry tanpa menghentikan aksinya. Tangannya mulai melingkari pinggang ramping Raline, menariknya lebih dekat.
"Kamu mau apa?" tanya Raline, meskipun sebenarnya ia sudah tahu jawaban dari pertanyaannya sendiri.
Harry hanya terkekeh sebelum mendorong tubuh Raline perlahan menuju kamar mandi. "Ayo kita mandi bersama!" bisiknya di telinga gadis itu.
Raline tak bisa menolak ketika Harry menggiringnya masuk ke dalam kamar mandi yang luas itu. Ia hanya bisa tersenyum kecil, pasrah pada pria yang begitu ia cintai ini. Pagi itu, mereka kembali menikmati momen berdua di dalam kamar mandi, membiarkan kebersamaan mereka dipenuhi dengan canda tawa, tatapan penuh cinta, dan kehangatan yang tak ingin mereka lepaskan begitu saja.
•
•
Setelah menyelesaikan aktivitas panas mereka di kamar mandi, Harry dengan lembut menuntun Raline menuju bak berendam yang telah ia siapkan sebelumnya. Uap air hangat mengepul dari permukaan, menciptakan suasana yang semakin intim di antara mereka.
"Masuklah, Sayang!" ujar Harry lembut, membantunya untuk turun ke dalam air.
Raline menurut, merasakan sensasi nyaman saat air hangat menyentuh kulitnya. Ia bersandar pada dada bidang Harry yang duduk di belakangnya, sementara tangan pria itu perlahan mengambil busa sabun dan mulai menyabuni tubuhnya dengan penuh perhatian.
"Kamu benar-benar tahu cara memanjakan aku," gumam Raline, memejamkan mata menikmati sentuhan lembut Harry.
Harry terkekeh kecil, lalu mengecup pundaknya. "Tentu saja. Aku ingin memastikan kamu merasa nyaman bersamaku, setiap saat."
Raline tersenyum, membiarkan dirinya tenggelam dalam kehangatan yang diberikan Harry. Pria itu terus menyabuni tubuhnya dengan gerakan perlahan, sesekali mencuri kesempatan untuk menempelkan bibirnya di kulit lembut Raline, membuat gadis itu menggigit bibir bawahnya tanpa sadar.
"Harry..." panggilnya pelan.
"Hm?" sahut pria itu dengan nada tenang, meskipun ia tahu bahwa gadis di pelukannya mulai merasa gelisah akibat godaannya.
"Kita benar-benar harus keluar dari sini kalau tidak ingin berakhir lebih lama," bisik Raline, matanya sedikit terbuka dan melirik Harry yang tersenyum jahil.
Harry tertawa pelan, lalu memeluknya lebih erat. "Baiklah, Sayang. Setelah ini, kita siap-siap, ya? Aku akan mengantarkanmu pulang."
Raline hanya mengangguk, menikmati detik-detik terakhir mereka dalam kehangatan air, sebelum akhirnya memutuskan untuk menyudahi sesi berendam mereka. Hari ini masih panjang, tetapi Raline tahu, kebersamaan mereka di kapal ini akan selalu menjadi kenangan indah yang tak akan ia lupakan.