NovelToon NovelToon
Cinta Terlarang Yang Menggoda

Cinta Terlarang Yang Menggoda

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Cinta Terlarang / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Romansa / Suami ideal
Popularitas:972
Nilai: 5
Nama Author: Mamicel Cio

Hana tak pernah menyangka hidupnya akan berubah drastis dalam semalam. Dari seorang mahasiswi yang polos, ia terjebak dalam pusaran cinta yang rumit. Hatinya hancur saat memergoki Dion, pria yang seharusnya menjadi tunangannya, selingkuh. Dalam keterpurukan, ia bertemu Dominic, pria yang dua kali usianya, tetapi mampu membuatnya merasa dicintai seperti belum pernah ia rasakan sebelumnya.

Dominic Lancaster bukan pria biasa. Kaya, berkuasa, dan memiliki masa lalu yang penuh rahasia. Namun, siapa sangka pria yang telah membuat Hana jatuh cinta ternyata adalah ayah kandung dari Dion, mantan kekasihnya?

Hubungan mereka ditentang habis-habisan. Keluarga Dominic melihat Hana hanya sebagai gadis muda yang terjebak dalam pesona seorang pria matang, sementara dunia menilai mereka dengan tatapan sinis. Apakah perbedaan usia dan takdir yang kejam akan memisahkan mereka? Ataukah cinta mereka cukup kuat untuk melawan semua rintangan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mamicel Cio, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Mau Cium

Dion mengacak rambutnya dengan frustasi, napasnya memburu. Pikirannya kacau, emosinya meluap-luap. Bagaimana mungkin wanita yang dulu begitu ia cintai kini justru memilih ayahnya sendiri? 

Sementara ia terjebak dengan Sarah, perempuan yang terus mengklaim bahwa anak yang dikandungnya adalah darah dagingnya.

Sarah berdiri di depannya dengan wajah penuh kepuasan, tangannya bertolak pinggang. "Iya, Dion. Lo nggak bisa kabur dari ini. Kalau lo masih ragu, ayo kita tes DNA!"

Dion menatapnya tajam, rahangnya mengeras. "Jadi, lo beneran yakin ini anak gue?"

Sarah mendengus sinis. "Tentu saja! Gue nggak butuh lo percaya. Tapi kalau lo masih mau menyangkal, kita bisa tes DNA secepatnya!"

Dion membuang napas panjang. Kepalanya semakin sakit. Ini semua terlalu berantakan. Hana, wanita yang selalu ia anggap miliknya, kini dalam pelukan ayahnya sendiri. Sementara ia harus berhadapan dengan Sarah dan bayi yang bahkan tak pernah ia inginkan.

Sarah menatapnya dengan tatapan penuh kemenangan. "Dion, kalau lo pikir bisa lepas tangan, lo salah besar. Lo pikir gue bakal ngalah? Gue bakal pastiin lo bertanggung jawab, suka atau nggak!"

Dion mengepalkan tangannya, amarahnya membuncah. Hidupnya berubah menjadi kekacauan total dalam sekejap. Semua rencana yang ia susun, semua keinginannya untuk mengembalikan Hana kepadanya, kini terasa sia-sia.

Dan yang lebih menyakitkan? Ayahnya sendiri adalah orang yang merebut Hana darinya.

Sementara itu... 

Hana menangis dalam pelukan Dominic. Tangisannya pecah, sesak, seakan semua emosi yang ia tahan selama ini akhirnya meledak begitu saja. Tubuhnya bergetar di dada pria yang selalu memberinya perlindungan, tetapi kali ini, rasa sakit yang ia rasakan begitu dalam, lebih dalam dari yang bisa diobati oleh pelukan Dominic sekalipun.

Betapa bodohnya dia…

Betapa naifnya dia…

Selama lebih dari setahun, dia mencintai seorang pria yang ternyata hanya mempermainkannya. Dia pernah begitu tergila-gila pada Dion, mempercayai semua janji manisnya, mengorbankan waktu dan perasaannya hanya untuk seseorang yang tidak pernah benar-benar menghargainya.

Dan sekarang?

Orang yang dulu dia cintai dengan segenap hatinya malah berani menuduhnya sebagai perempuan murahan?

"Aku benci dia..." Suara Hana pecah, menggantung di udara seolah menggema dalam hatinya sendiri. 

Rasanya sesak. Ia bisa merasakan getaran di dadanya, seperti ada ribuan kepingan kaca yang menusuk dari dalam. 

Dominic tidak berkata banyak. Dia hanya mengelus rambut Hana dengan lembut, lalu mengecup puncak kepalanya.

Gerakan itu sangat sederhana itu seolah memberikan sedikit ruang untuk Hana bernapas di tengah kekalutan ini.

"Aku bodoh banget..." Hana nyaris tak mengenali suaranya sendiri saat berkata itu. Air mata tak henti-hentinya membanjiri wajahnya.

"Dulu, aku mencintainya dengan seluruh hatiku. Aku percaya padanya... tapi ternyata dia, dia cuma pengecut busuk!"

Hana merasa seperti dikhianati oleh hidup itu sendiri. Semua kenangan bersamanya kini seperti racun, melukai setiap kali ia mengingatnya. 

'Bagaimana dia bisa melakukan ini padaku? Apa aku terlalu naif? Terlalu buta untuk menyadari siapa dia sebenarnya?'

Di sampingnya, Dominic hanya diam. Tapi Hana bisa melihat dari rahangnya yang mengeras, dan dari kepalan tangannya yang bergetar, bahwa dia juga menahan diri.

Hana tahu Domi ingin melindunginya, mungkin bahkan menghajar Dion hingga pria itu sadar betapa keji perlakuannya padanya.

Tapi... kekerasan tidak akan menghapus luka di hati, bukan? 

"Hana sayang, lihat aku." suara Dominic terdengar lembut tapi tegas. "

Dengan susah payah, Hana mengangkat wajahnya yang sembab oleh tangis. Pandangannya kabur karena air mata, tapi ia bisa melihat sorot mata Dominic. 

Ada ketulusan, ada kasih sayang, dan ada kekuatan yang entah kenapa membuat dada ini terasa sedikit lebih hangat.

Dia menangkup wajah Hana, ibu jarinya perlahan menghapus air mata yang tak kunjung berhenti. Rasanya... seolah untuk pertama kalinya Hana tidak sendiri menghadapi rasa sakit ini.

Seolah ada seseorang yang benar-benar peduli, yang mau menahan seluruh luka bersamanya tanpa menghakimi apa yang ia rasakan.

Hana ingin percaya itu. Ia ingin percaya bahwa dirinya bisa bangkit dari semua ini. Tapi bisakah? Tatapan pria itu begitu dalam, hangat, dan penuh dengan sesuatu yang Hana sulit artikan, sesuatu yang jauh lebih tulus daripada semua yang pernah ia dapatkan dari Dion.

"Kamu nggak bodoh, Hana. Kamu hanya mencintai orang yang salah, dan itu bukan salah kamu." kata Dominic pelan. 

“Tapi aku merasa bodoh…” Hana menggigit bibirnya, suaranya masih tersendat oleh isakan.

Dominic tersenyum kecil lalu menyentuhkan keningnya ke kening Hana. 

"Kalau kamu merasa bodoh karena mencintai Dion, maka aku juga bodoh karena mencintai kamu terlalu dalam," gumamnya.

Hana terkejut, jantungnya berdebar keras.

"Jadi sekarang kita impas," lanjut Dominic sambil tersenyum lembut. "Dan aku nggak keberatan jadi pria bodoh selama itu untuk kamu."

Air mata Hana kembali mengalir, tapi kali ini bukan hanya karena sakit hati, ada kehangatan yang menyelinap masuk ke dalam hatinya, menggantikan luka yang baru saja menganga.

Dia tidak sendiri.

Ada Dominic yang mencintainya dengan cara yang jauh lebih baik, lebih tulus, lebih menghargai dirinya sebagai seorang wanita.

Hana menarik napas panjang, lalu memeluk Dominic lebih erat. Dia masih sakit hati, masih marah, tetapi setidaknya… sekarang dia tahu bahwa dia memiliki seseorang yang akan selalu ada untuknya.

Dan itu lebih dari cukup.

"Mau cium..." rengek Hana lirih, suara serak akibat air mata yang masih menetes di pipi.

Hana tak tahu dari mana keberanian itu muncul, tapi entah bagaimana, ia merasa nyaman hanya dengan berada di dekatnya. 

Dominic menatap Hana dengan senyum miring yang khas, pandangannya intens, dalam cara yang membuat Hana selalu merasa aneh tapi sekaligus aman.

"Mau cium?" ulangnya, nadanya setengah menggoda, setengah memastikan.

Hana hanya mengangguk pelan, membiarkan wajahnya yang panas karena rona merah di pipi berbicara lebih banyak dari kata-kata. Ada sesuatu di matanya, sesuatu yang seolah-olah menarik lebih dalam ke pelukannya. 

Mungkin cara Domi menatap Hana itu, cara seolah ingin menyentuh hati sebelum menyentuh kulitnya. 

"Sayang..." Dominic meraih wajah Hana dengan kedua tangannya, jemarinya menyentuh kulit Hana dengan lembut, hangat, menenangkan. 

"Hmm?"

Dia menatap begitu dekat, seperti mencari sesuatu, memastikan bahwa Hana benar-benar memintanya.

"Kalau aku cium kamu sekarang, aku nggak akan berhenti di satu kali," gumamnya pelan, suaranya terdengar berat dan sarat emosi, seolah memberi peringatan yang entah kenapa malah membuat Hana makin yakin.

Hana menarik napas dalam-dalam, jantungnua berdetak tak karuan hingga rasanya menggema di telinga. 

'Apa yang sedang aku lakukan?' Namun, ketika bibirku bergerak, kata-kata keluar lebih cepat dari pikiranku.

"Nggak apa-apa..." bisik Hana nyaris tak terdengar, nyaris memohon.

Dan saat bibirnya akhirnya menempel lembut di bibir Hana, ia merasa dunia berhenti berputar. 

Dominic mencium dengan penuh perasaan, perlahan seperti menghapus luka yang selama ini mengendap di dalam hati. 

Tidak ada lagi tangis di sana, hanya ada kehangatan yang menyelimuti dan menyembuhkan. 

Apa ini cinta? Atau hanya sesaat keberanian yang muncul akibat lemah? Hana tidak tahu. Yang ia tahu, ia ingin berada di sini, bersamanya, sedikit lebih lama.

Hana membalas ciuman itu, membiarkan dirinya larut dalam perasaan yang begitu baru, begitu intens. Tangannya bergerak, meremas lembut kemeja Dominic saat perasaan itu semakin menguasainya.

Dominic menariknya lebih erat, seolah ingin meyakinkan bahwa Hana miliknya, bahwa tidak ada seorang pun yang bisa menyakiti gadis itu lagi selama dia ada di sini.

Saat mereka akhirnya berpisah, napas Hana memburu, matanya setengah terpejam. Dominic menempelkan dahinya ke dahi Hana, tersenyum tipis.

"Jadi, gimana?" Dominic berbisik di telinga Hana dengan nada yang menggoda, membuatnya sulit konsentrasi. 

Hana merasa pipinya mulai memanas, tapi entah mengapa, ia tetap menatapnya dengan tatapan yang tak mampu menyembunyikan getaran hatinya.

"Aku suka…" bisik Hana pelan, setengah malu. 

Senyuman Dominic semakin melebar, lalu dia terkekeh pelan. Tangannya yang sejak tadi mengusap pipi Hana terasa begitu lembut, seperti sengaja memenjarakan perhatiannya. 

"Kalau gitu, aku boleh cium kamu lagi?" tanya Domi, kali ini dengan nada penuh godaan. 

Pertanyaannya membuat dada Hana berdebar. Ia tidak menjawab, tidak sanggup mengucapkan sepatah kata pun. 

Sebagai gantinya, Hana perlahan menarik lehernya, membiarkan bibir itu menyentuh bibirnya sekali lagi, jawaban yang cukup jelas tanpa perlu menjelaskan apapun. 

Namun, seolah sadar kembali pada realita, Hana buru-buru melepaskan ciuman itu.

"Aku harus kuliah," kata Hana cepat-cepat, berusaha merapikan kembali pikiran yang sempat berantakan.

Tapi sebelum Hana bisa benar-benar menjauh, Dominic melontarkan sesuatu yang membuat langkahku terhenti.

"Lagi enak-enak malah dilepas! Gimana kalau gitu, nikah aja yuk. Biar aku gaji kamu jadi istriku," bisiknya santai, tetapi cukup untuk membuat Hana terpaku di tempat.

Hana menatapnya, matanya membesar, refleks menyuarakan satu kata yang keluar dengan nada tinggi.

"Domi!"

Dia malah tertawa kecil, wajahnya terlihat puas melihat keterkejutan Hana. Ia mencoba mengendalikan emosi, tapi justru semakin salah tingkah.

"Aku serius," kata Domi, nadanya tetap menggoda, seperti menantang reaksi Hana lebih jauh.

"Daripada capek kerja sambil kuliah, mending kamu jadi istriku. Aku kasih gaji tiap bulan. Kamu nggak perlu repot apa-apa, kerjaan kamu cuma nemenin suami tidur… tanpa pakai apa pun."

Pernyataannya membuat otak Hana berputar kacau. Wajahnya langsung memerah, entah karena malu, marah, atau keduanya sekaligus. 

"Domi! Kamu ini…!" Hana ingin mengatakan sesuatu, membalasnya dengan kata-kata yang lebih tegas.

Tapi di balik semua kebodohannya, tatapannya tetap memancarkan keseriusan yang mencengkeram hati lebih kuat daripada yang iq bayangkan.

Hana memukul lengan Dominic dengan sekuat tenaga. "Dasar mesum! Aku nggak mau jadi istri yang kerjaannya cuma kayak gitu!"

Dominic memegangi lengannya dengan ekspresi pura-pura kesakitan. "Duh, sakit! Tapi kalau kamu nggak mau kayak gitu, ya udah… berarti kerjaan kamu cuma satu: bikin aku jatuh cinta setiap hari."

Hana terdiam sejenak, hatinya berdebar tanpa bisa dikendalikan. Dia tahu Dominic menggoda, tapi di dalam matanya ada ketulusan yang nyata.

"Aku harus kuliah," gumam Hana, lebih kepada dirinya sendiri.

Dominic menghela napas panjang, lalu meraih pinggang Hana dan menariknya mendekat lagi. 

"Baiklah, pergi sana. Tapi jangan terlalu sibuk sampai lupa sama tunanganmu ini." katanya setengah menggerutu. 

Hana mengernyit. "Sejak kapan aku jadi tunangan kamu?"

Dominic menyeringai. "Sejak aku memutuskan bahwa aku nggak akan membiarkan kamu pergi ke mana-mana."

"Dasar gila." Hana menghela napas, tak tahu harus tertawa atau kesal.

"Pergilah. Tapi malam ini, aku jemput. Kita dinner." Dominic tertawa kecil, lalu mengecup kening Hana sekilas sebelum melepaskannya.

"Bye..." Hana tersenyum tipis sebelum berbalik dan berjalan menjauh.

Dominic menatap punggungnya, lalu bergumam pelan, "Cepat atau lambat, kamu pasti akan jadi istriku, Hana."

Bersambung... 

1
Mastutikeko Prasetyoningrum
semangat buat kakak penulisnya smoga ini awal cerita yg alurnya bagus
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!