NovelToon NovelToon
MELAWAN IBLIS

MELAWAN IBLIS

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Fantasi Timur / Iblis / Ahli Bela Diri Kuno / Hantu / Roh Supernatural
Popularitas:885
Nilai: 5
Nama Author: Cut Tisa Channel

MELAWAN IBLIS menceritakan tentang seorang gadis keturunan pendekar sakti yang hijrah dari Tiongkok ke Nusantara untuk mendapatkan kehidupan yang tenang.
Namun dibalik ketenangan yang hanya sebentar di rasakan, ada sebuah hal yang terjadi akibat kutukan leluhurnya di masa lalu.
ingin tahu bagaimana serial yang menggabungkan antara beladiri dan misteri ini?
mampukah wanita cantik itu lepas dari kutukan iblis?
simak selengkapnya dalam Serial Melawan Iblis.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cut Tisa Channel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Rencana Pengembaraan

Tun Ai yang telah menyampaikan tentang rencana besok hari kepada Silya segera memerintahkan seorang bawahannya untuk mengeluarkan seekor kuda gagah miliknya.

Dia pun menuju ke kediaman Ki Laut di pelosok sebelah barat agak ke utara seorang diri saja.

Saat membalapkan kudanya, perasaan Tun Ai seperti ada orang yang mengikutinya dari belakang. Namun dia menampik prasangkanya itu.

Mana ada orang pribumi yang sanggup mengejar larinya si belang kuda kesayangannya yang memiliki tenaga lebih besar dari kuda kuda lainnya.

Sesampainya Tun Ai disana, Ki Laut ternyata sudah menyiapkan sepoci teh dan makanan kering serta sebuah catur kuno.

Keduanya memang biasa membahas sesuatu dalam waktu senggang sambil bermain catur.

"Menurut mu bagaimana Ki? Apakah aman jika dia di bawa ke puncak gunung?"

"Moga moga aman. Jangan lupa pakaikan kalung pemberianku. Bagaimana tentang rencana mu mengutus mereka ke india?" Tanya Ki Laut.

"Seperti yang kau bulang Ki, meski hatiku berat, namun kami sudah berkompromi bulan depan mereka memang harus berusaha sendiri mencari dasarnya ke kampung halaman buyut mereka".

"Rasaku tidak aman jika kedua putri mu kau lepaskan melakukan perjalanan sejauh itu, belum lagi keadaan mereka yang belum tentu stabil".

"Maka itu, Sina juga ikut serta menjaga mereka. Meski kelihaian nya masih setingkat di bawah Sila, namun dia orang yang cerdik dan dewasa. Pun dia lebih banyak menguasai sihir dari ibunya ketimbang Silya".

"Kalau memang begitu ya sudah. Seminggu sebelum keberangkatan mereka, aku ingin berbicara secara pribadi kepada mereka bertiga".

"Baik Ki, Hahaha, kau kalah lagi".

"Haha,, memang otak ku yang sudah tua makin tumpul". Keduanya pun melanjutkan permainan mereka hingga tengah malam.

Tanpa mereka sadari, ada seorang pria yang hampir sebaya dengan Tun Ai yang memasang mata mengintai keduanya dari balik sebatang pohon besar di depan rumah itu.

Sudah sejak dua hari yang lalu Indrayana mendatangi kampung itu. Entah kenapa sebulan yang lalu dia ingat kejadian ketika Tun Ai melawan para perampok di pelabuhan Makilan bertahun tahun yang lalu dan dia pun segera memerintahkan bawahan nya untuk mencari tau siapa dan dimana Tun Ai berada.

Kini dia seorang diri selalu mengintai melihat kehidupan Tun Ai secara sembunyi sembunyi.

Setelah Tun Ai pamit pulang dari Ki Laut dia segera membalapkan kudanya lewat tengah malam itu.

Jalanan tampak sepi tiada seorang pun yang lewat. Kebetulan, setelah hampir sampai ke rumah nya di kampung kaki gunung brahma, Tun Ai melihat sesosok tubuh tergeletak di pinggir jalan dalam keadaan luka tusuk di perut.

Tanpa berpikir panjang, pria itu segera membawanya ke rumah dan mengobati luka pria berambut putih kuncir kuda itu bersama beberapa pelayan dan pembantu prianya yang kesibukan melihat tuan nya pulang membawa orang sakit.

***~###~***

Di sebuah lereng perbukitan yang masuk ke wilayah india India berbatas langsung dengan himalaya terdapat sebuah rumah kecil terpencil dimana disana hidup tiga orang yang di kenal sebagai tiga orang aneh oleh penduduk yang agak jauh dari situ.

Pria tua aneh kerdil yang tinggi nya hanya semeter berkumis dan berjenggot panjang berwarna putih keperakan hari itu sedang duduk di teras rumahnya bersama seorang wanita 40 tahun lebih yang sedang melihat seorang pria muda bersilat dengan jurus jurus mematikan seorang diri.

Sambil sesekali kakek yang di panggil dengan sebutan kakek Lo itu memberi arahan kepada pemuda berusia 19 tahun tersebut, wanita bernama Caluya itu memandang putranya dengan mata berbinar senang dan mata berseri.

Memang sangat hebat jurus jurus yang dimainkan Saloka yang memiliki tubuh bidang yang tampan dengan rambut sedikit pirang memanjang melewati bahu.

Setelah memainkan jurus sejam lebih, kakek Lo berkata,

"Cukup nak, kau sudah menguasai semuanya dengan baik".

Pemuda itu segera melesat ke arah.mereka dan berkata,

"Terimakasih kek. Ibu, sekarang aku bisa merantau meluaskan pengalaman ku kan?".

"Nanti malam saja kita bahas. Aku senang sekali melihat kau sudah menjadi seorang pendekar gagah".

"Ah ibu, mana bisa di bilang pendekar kalau belum menumpas kejahatan?"

"Ya sudah, kau ngobrol saja dulu dengan kakek mu. Aku akan menyiapkan makan siang untuk kita". Seru Caluya yang masuk ke dalam.

"Kau jadi hari ini ke tempat suhu mu di himalaya?" Tanya kakek Lo yang berjuluk Naga Kecil (Siaw Sian) dan dulunya sering di sebut Lokuai (Baca Serial PEDANG PUSAKA).

"Jadi kek. Sekalian aku akan memamerkan jurus baruku kepada Suhu dan para muridnya disana". Sahut Saloka dengan wajah gembira.

Pemuda itu memang dari kecil pembawaan nya selalu ceria. Mungkin karena dari dulu melihat watak kakek Lo yang memang sedikit aneh dan selalu saja menghadapi hidup tanpa beban, hal yang membuat bekas mendalam pada Saloka yang tidak pernah mengenal ayah kandung nya.

Setelah makan siang, pemuda itu pun berangkat dengan berlari cepat ke arah pertigaan himalaya dimana orang yang di panggilnya guru mengajarkan ilmu beladiri disana.

***~###~***

"Ayah, tolong jangan keras keras kepada kak Silya ya nanti. Aku tak tega melihatnya". Ucap bocah belasan tahun yang berjalan di sisi Tun Ai.

"Sini kau ku gendong". Seru Tun Ai yang menerima tubuh anak nya itu di punggungnya.

Di belakang mereka terlihat Silya berlari mendaki ke arah puncak gunung merapi itu.

Setibanya mereka disana, Tun Ai segera berhadapan dengan Silya dan mulai lah mereka bertarung dengan jurus jurus ampuh yang menggetarkan pepohonan sekitar.

Adiknya yang duduk agak jauh juga dapat merasakan hawa yang keluar dari pukulan keduanya. Bahkan matanya pun sedikit lamur melihat kecepatan gerakan ayah dan kakaknya yang bergerak seperti bayangan berkelebat kesana sini saling serang dengan kekuatan penuh.

Hanya setengah jam pertarungan itu berjalan, Tun Ai segera melompat mundur melihat wajah putrinya Silya memerah tanda lelah.

"Sudah cukup. Kehebatan mu hampir menyamai tingkat kakak mu". Seru Tun Ai yang menyeka keringat di dahi dan wajahnya.

Sambil berjalan ke arah adiknya, Silya menjawab senang,

"Benarkah ayah? Tingkat ku sudah hampir sama dengan kak Sila?"

"Sila masih jauh di atas mu. Kau hanya hampir menyamai tingkat kakak pertama mu". Jawab Tun Ai membuat senyum Silya sedikit berkurang.

Mereka bertiga pun makan bekal yang di siapkan ibu mereka tadi disitu. Setelah menghabiskan makanan lezat itu semua, ketiga nya pun kembali menuruni gunung brahma setelah hari menjelang sore.

Setibanya di rumah, Silyan segera dikerubungi oleh saudaranya yang penasaran bertanya hasil tadi.

Tun Ai meninggalkan mereka menuju ke kamar tamu di belakang untuk melihat keadaan orang yang semalam di selamatkan nya.

"Bagaimana keadaan mu?" Tanya Tun Ai sesampainya disitu.

"Aku baik. Kau sudah pulang?"

"Ya, baru saja". Jawab pria yang tak lain adalah Indrayana yang sengaja bersandiwara agar bisa mendekati Tun Ai.

Hingga dua hari Indrayan menginap di rumah Tun Ai sehingga keduanya kini lebih akrab dan menjadi kenalan.

Sebulan kemudian, Ki Laut datang ke rumah Tun Ai dan mengajak tiga anak Tun Ai yaitu Sina, Sila dan Silya ke tengah pulau kecil di telaga yang ada di samping rumah mereka bagian belakang.

"Minggu depan kalian akan menghadapi tugas berat terutama kau Sina, kau sebagai yang tertua memiliki tanggung jawab penuh atas keselamatan dan kesembuhan kedua adik mu. Aku dan orang tua kalian menaruh harapan besar pada kalian bertiga".

"Ki, jika kami tiba disana, apa yang harus kami lakukan?" Tanya Aisina bingung.

"Untuk itulah aku berpesan pada ayah kalian. Bawalah buku ini dan tas ini. Setiap kalian menemui Rintangan Ghaib, cari saja petunjuk dari buku dan gunakan perlengkapan dari tas ini. Kau yang pegang". Seru Ki Laut sambil menyodorkan tas kulit sedang ke arah Silya.

"Terimakasih banyak Ki". Sahut ketiganya hampir berbarengan.

Di tempat itu Ki Laut melakukan beberapa ritual sambil memperlihatkan kepada Sina, Sila dan Silya beberapa alternatif untuk menangkal serangan gangguan iblis yang terkadang terjadi pada Sila dan Silya.

BERSAMBUNG. . .

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!