Sembilan tahun yang lalu mas Alfan membawa pulang seorang gadis kecil, kata suamiku Dia anak sahabatnya yang baru meninggal karena kecelakaan tunggal.Raya yang sebatang kara tidak punya sanak keluarga.
Karena itulah mas Alfan berniat mengasuhnya. Tentu saja aku menyambutnya dengan gembira. selain aku memang penyayang ank kecil, aku juga belum di takdirkan mempunyai anak.
Hanya Ibu mertuaku yang menentang keras keputusan kami itu. tapi seiring waktu ibu bisa menerima Raya.
Selama itu pula kehidupan kami adem ayem dan bahagia bersama Raya di tengah-tengah kami
Mas Alfan sangat menyayangi nya seperti anak kandungnya. begitupun aku.
Tapi di usia pernikahan kami yang ke lima belas, badai itu datang dan menerjang rumah tanggaku. berawal dari sebuah pesan aneh di ponsel mas Alfan membuat ku curiga.
Dan pada akhirnya semua misteri terbongkar. Ternyata suami dan anak ku menusukku dari belakang.
Aku terpuruk dan hancur.
Masih adakah titik terang dalam kemelut rumah tang
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon balqis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 5
Apapun yang sudah terjadi, aku tidak boleh meninggalkan rumah. Aku tau mereka tidak akan memberiku hak atas separuh rumah ini
Walaupun sakit aku tetap bertahan. Sikap mas Alfan berubah dingin. apalagi ibunya yang dari awal kurang menyukaiku.
Tapi yang tidak bisa mengerti adalah Raya, dia ikut-ikutan mendiamkan ku.
Dia sangat marah karena kejadian itu. Setiap aku tanya dan mencoba bicara jawabannya selalu ketus.
Seperti pagi itu, dia sibuk mencari sesuatu. Saat ku tanya jawabannya membuatku kaget.
"Ray, kau sedang cari apa? siapa tau ibu bisa bantu."
"Tidak usah bersandiwara sok baik padaku. Aku bisa urus diri sendiri."
Aku terpaku, baru kali ini dia bersikap seperti itu.
Mas Alfan pun tak berbeda.
Dia me.beriku syarat, kalau masih ingin mempertahankan rumah tangga kami, aku harus tanda tangani surat persetujuan menikah lagi. Bukankah itu gila?
"Aku tidak mau tanda tangan. Tapi aku juga tidak mau pergi dari sini."
"Terserah. Asalkan kau sudah siap melihatku dengan wanita lain."
Sakit sekali hatiku ini oleh perlakuannya. mengingat bagaimana aku menghormati dan mencintainya selama ini.
"Mas, aku tau kau sudah khilaf, masih ada kesempatan memperbaiki semuanya. aku akan maafkan semua kesalahanmu asal kau lupakan wanita itu. Kita mulai lagi dari awal.." aku menawarkan jalan keluar walaupun aku sendiri yang rugi.
"Tidak Tari. Aku tidak bisa lagi seperti dulu." Dia keluar dari kamar dengan tergesa.
"Raya, kau siap? Ayah sudah hampir terlambat." mas Alfan mengajak Raya berangkat bersama.
Dengan langkah ringan dia melangkah melewati ku. Aku sudah mengangkat tangan berharap dia mencium tanganku seperti biasa.
Dia sama sekali tak menganggap ku ada.
Karena memikirkan sikap Raya membuatku jatuh sakit, badan meriang dan perut terasa kram.
Aku menangis dan merintih sendirian di kamar. Mas Alfan sudah memindahkan semua barangnya ke kamar lain. Dia tidak mau lagi sekamar denganku.
Tanpa perasaan mereka pergi keluar untuk makan malam.
Paginya aku terbangun. Setelah minum parasetamol semalam badan terasa lumayan enakan.
Dengan tertatih ku paksakan keluar kamar.
Aku lihat mas Alfan, ibu dan Raya sedang sarapan bersama sambil bercanda dan tertawa. Entah apa yang lucu bagi mereka.
Saat aku datang mereka langsung terdiam. Tak ada satupun yang menanyakan keadaanku.
Dengan tertatih aku duduk dekat mereka.
perut rasanya sudah keroncongan karena belum di isi dari kemarin
Mas Alfan dan Raya langsung meninggalkan meja makan
Hanya ada aku dan ibu.
Dengan semangat ku buka tuding saji. Tapi isinya sudah kosong.
"Aku lapar sekali, tidak adakan makanan yang di sisakan niatku?"
"Kau tidur seharian, karena itu kami makan enak semalam. Alfan juga membungkusnya untuk sarapan." jawabnya dengan santai.
"Aku sedang sakit, mana bisa memasak untuk kalian. Apa mas Alfan membelikan ku makanan juga?" tanyaku penuh harap.
"Tidak.. Dia bilang kau bisa memasak sendiri."
"Aku mengurut dada mendengar itu.
Bahkan mas Alfan tidak ingat padaku yang sedang sakit.
"Kenapa? jangan melotot padaku..! Itu keputusan Alfan sendiri." tukasnya kesal.
Baiklah.. Kalian boleh Enang saat ini. Aku hanya terpaksa mengalah.
Aku membuat makananku sendiri. tidak mau lagi mengerjakan pekerjaan rumah. Cukup sudah pengabdianku pada mereka.
Hal itu membuat ibu jengkel. dengan menyakiti perasaanku mereka berharap aku menyerah dan meninggalkan rumah. Itu artinya mereka bisa menguasai rumah ini.
"Raya, kau harus punya harga diri sedikit, sudah tidak di anggap, di cuekin. Masih saja bertahan." aku tau ibu menyindirku lewat Raya.
Raya hanya tertawa sinis menanggapi omelan ibu. Kenapa Raya begitu berubah, sudah lupa kah dia pada kasih sayangku? Aku memutar otak bagaimana caranya mendapatkan uang. Tidak mungkin aku bertahan tanpa uang.
"Mas, hari ini aku mau kerja. Aku akan ikut mengurus rumah makan." ujarku pada mas Alfan.
"Tapi tidak ada yang bisa kau kerjakan disana. Semua posisi sudah di isi." jawabnya tegas.
"Usaha itu kita rintis bersama. Aku juga berhak mendapat hasilnya."
"Aku yang kerja tapi kau yang enak-enak minta hasilnya?" ia membentak ku dengan keras.
"Tapi.. aku butuh uang.." jawabku cepat.
"Cari saja pekerjaan lain. Aku sudah membebaskan mu. Kenapa kau masih di sini hah?"
"Aku tidak akan pergi sekalipun kau ceraikan aku. Separuh rumah ini adalah milik ku."
Dia terdiam.
Saat Raya datang dengan Tok minimnya
"Ayah, tambahin uang jajan ku dong..!" dia menadahkan tangannya
"Berapa?" dengan entengnya mas Alfan mengeluarkan dompet dan memberinya uang lima ratus ribu di depanku.
"Cukup?"
"Cukup ayah.." tak ku sangka Raya mengecup pipi mas Alfan.
Aku menutup mulutku karena kaget.
Bahkan mereka tidak menganggap aku ada di sana. Mas Alfan tersenyum sambil mengelus pipinya.
Benarkah yang ku saksikan ini. Aku jagi teringat pada cerita Nizam tentang sikap mas Alfan yang berlebihan kepada Raya.
Sejak itu aku merasa curiga dengan hubungan mereka. Mungkinkah wanita lain dalam hidup suamiku adalah Raya? Membayangkan hal itu seluruh persendian ku terasa lemas.
***
Dengan segala keterbatasan aku bertahan di rumah itu. walaupun setiap saat harus mendengar sindiran ibu mertua, harus melihat tingkah mas Alfan dan Raya yang semakin menjadi. Bahkan mereka tidak sungkan lagi menunjukkan kemesraan di depan orang lain.
"Mas, apa yang kau lakukan ini tidak benar. Raya..."
"Raya adalah anak kita? Itu kan yang mau kau bilang? Aku harap kau belum lupa, Tari. Raya bukan kita adopsi yang artinya secara hukum menjadi anak kita. kita hanya mengasuhnya karena dia kehilangan orang tuanya. Jadi apapun hubunganku dengannya saat ini itu sah-sah saja.!"
Degh...! Jangan- perempuan lain yang hadir dalam hidupnya itu adalah Raya. Air mata yang sekian lama ku simpan akhirnya tumpah lagi.
"Mas, kau boleh suka pada wanita lain tapi jangan Raya. Dia anakmu..!" aku menjerit karena tidak bisa mengontrol emosi.
"Aku sudah peringatkan. jangan campuri urusanku lagi apalagi yang menyangkut Raya." dia keluar dari kamar dengan membanting pintu. Merasa di khianati dua kali. Aku langsung menemui Raya.
Plak....!
Dia meraba pipinya yang merah oleh tanganku.
"Kau mau bilang apa sekarang? Kau penipu, pembohong dan pelacur..!" tanpa sadar kata-kata itu meluncur dari mulutku.
Dia hanya tertunduk tanpa suara.
"Masih mau berkelit? Apa salahku padamu, apa kurangnya kasih sayangku selama ini? Kalau kau mau banyak di luar sana laki-laki yang bisa kau pilih. Mau yang bujang, yang duda atau yang beristri.. Tapi kenapa harus ayahmu?"
Lututku bergetar dan terduduk lemas.
Karena lama tidak bersuara, aku mengangkat dagunya.
"Ayo jawab sekali saja. Kenapa kau lakukan ini Raya?"
Jawabannya sungguh membuatku hilang akal.
"Karena aku mencintai ayah..."
Bagaimana orang kesurupan aku jambak rambutnya sampai di jatuh ke lantai.
"Dasar tidak tau membalas Budi..! Aku menarik rambutnya sampai dia berteriak kesakitan. Ibu dan mas Alfan datang ke kamar itu.
Mereka langsung menolong Raya.
"Kau sudah gila? Lihat Raya kesakitan." bentak mas Alfan. Tapi aku sudah gelap mata. sebuah tamparan mendarat di pipinya juga.
"Itu belum seberapa sakitnya di bandingkan apa yang aku rasakan saat ini."
"Mentari, rasanya tidak ada lagi yang harus di tutupi." ibu mem buka suara.
"Jangan salahkan Alfan. Ini karena ibu. Ibu yang selalu mendesaknya untuk punya anak. Ibu juga menyarankan agar dia menikah lagi. semula dia menolak keras dengan alasan masih menjaga perasaanmu.
Tapi akhirnya dia setuju dengan satu syarat. Dia mau menikah lagi kalau wanita itu adalah Raya. Selama dia bisa memberi seorang cucu, ibu tidak masalah siapapun dia menikah."
"Kenapa harus Raya..? Apa kalian tidak punya sedikit rasa malu?"
"Karena semua sudah jelas. Sekarang kau harus putuskan, masih tetap tinggal atau pergi." ucap mas Alfan sambil membelai rambut Raya dalam pelukannya.
Keluarga ini sudah gila semua. aku tidak bisa berpikir jernih lagi. Ingin rasanya aku ambil pisau dan menusuk mereka.
.