PLEASE, ATTENTION!! Dulu yaa...
Novel ini genre dewasa ***
Harap pahami alur dan karakternya. Karena ini novel hanya drama ringan penuh romansa indah dan tidak bermaksud merendahkan siapapun.
_____Selamat membaca______
Tiga tahun sudah Ellisa menahan 'beban' di tubuhnya yang masih remaja. Ia tidak mengerti, kenapa Tuhan memilihnya.
"Ini anugrah? Atau kutukan sih?!"
Gadis yang seharusnya menikmati masa remajanya harus terjebak di panti asuhan untuk menyusui para bayi di sana. Ya, gadis 18 tahun ini bisa mengeluarkan ASI !!
Karena menghindari pertengkaran kecil, dia harus keluar panti padahal itu larangan keras untuk dirinya. Pemilik panti, sangat melindunginya.
Namun, insiden kecil itu, siapa sangka mempertemukannya pada seorang pria yang tidak ia kenal, hingga membawa mereka pada hubungan yang cukup rumit.
Bisakah Ellisa menghadapi ini semua? Dan pria itu ternyata punya ikatan yang cukup dalam di masa lalunya. Happy reading semua 🤗
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Umi Nurhuda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ellisa merasa
Sam berhenti di depan sebuah rumah yang berbeda dari rumah sebelumnya. Ellisa yang merasa asing dengan lingkungan sekitar, menatap rumah itu dengan rasa penasaran yang jelas terlihat di wajahnya.
"Pak Sam, ini rumah siapa?" tanya Ellisa.
Sam menoleh ke belakang, malah mengalihkan perhatian. "Panggil Sam saja."
Ellisa mengerutkan dahi. "Aku nggak bisa. Kayaknya nggak sopan banget kalau nggak pake 'Pak'."
"Ya sudah," jawab Sam, "kalau kamu mau, panggil saja aku Kak Sam."
"Baiklah, Kak Sam." Ellisa menjawab tanpa ragu. Sam terkejut, namun rasa kagum dan senang muncul di hatinya.
Ada sesuatu yang membuatnya merasa nyaman saat Ellisa memanggilnya seperti itu tanpa canggung.
"Ellisa, ini rumahku. Yang kemarin itu rumahnya Elmira," jelas Sam dengan suara lembut.
"Tapi, rumahmu kok sepi?" tanya Ellisa.
"Iya, Memangnya kenapa? Takut?" Sam tertawa ringan, mencoba membuat suasana lebih santai.
"Nggak juga sih," jawab Ellisa, sedikit meredakan ketegangannya.
"Bagiku, hidupku lebih tenang tanpa asisten rumah tangga. Meskipun mereka bisa membantu membereskan semuanya, aku lebih suka melakukannya sendiri," lanjut Sam, dengan nada yang lebih serius.
Ellisa mengangguk pelan. "Um, baiklah."
Sam mendesah pelan, "Selalu saja gitu jawabnya, ya. Penuh pertanyaan, tapi akhirnya tetap menyetujui."
Ellisa merasa, ada ketenangan yang datang bersama Sam, meskipun suasana di sekitar mereka terasa sedikit asing dan berbeda.
Saat Ellisa melangkah masuk ke rumah, ia tertegun sejenak. Rumah itu tampak besar namun minimalis, dengan desain yang sederhana namun elegan.
Meskipun rumah Elmira jauh lebih mewah, ada sesuatu yang menarik perhatian Ellisa di sini. Rumah Sam terasa kosong, dengan sedikit barang dan suasana yang cukup luas.
"Kenapa kamu membawaku pulang ke rumahmu?" tanya Ellisa, masih bingung dengan situasi ini.
Sam tersenyum ringan, "Hm? Emm... tentu saja untuk mengenalkan rumahku padamu."
"Oohh..." Ellisa mengangguk pelan.
Sam berjalan membawa Elmira ke kamarnya dan dengan lembut menidurkannya di kasur. "Kamu gak perlu merasa asing di rumahku. Anggap saja rumah sendiri," katanya.
Ellisa memandang sekeliling, matanya tertuju pada setiap sudut ruangan yang kosong namun terasa luas. "Aku... sudah lama tidak merasakan apa itu rumah," lirihnya.
Sam hanya samar mendengar perkataan Ellisa. Lalu, berkata, "Masuklah," ajaknya dengan lembut.
"Rumahmu terasa hangat, Kak Sam, tapi juga sepi," kata Ellisa.
"Beda banget ya sama rumah Elmira? Rumah dia tampak hidup dan ceria," sahut Sam sambil membenarkan tidur Elmira.
"Hu'um," Ellisa mengangguk pelan.
"Kalo begitu, istirahatlah sebentar. Aku akan mengantarmu pulang nanti," kata Sam.
"Iya," jawab Ellisa, lalu menambahkan, "Kak Sam juga istirahatlah. Pasti capek seharian nyetir motor."
Sam tertawa kecil, merasa sedikit lega mendengar perhatian Ellisa. "Tahu saja kamu," jawabnya, lalu meregangkan otot-ototnya.
Suasana di rumah Sam terasa sangat sunyi. Elmira sudah tertidur dengan nyenyak di kasur Sam, dan Sam pun tampaknya telah terlelap di sofa, tubuhnya terbungkus selimut tipis, tenang dalam tidur yang dalam.
Namun, bagi Ellisa, ketenangan itu terasa berbeda. Ia duduk di kursi meja kerja Sam, matanya tak henti-hentinya memandangi Elmira yang tertidur dengan damai. Tapi di dalam dirinya, ada rasa gelisah yang tak bisa ditahan.
Dadanya mulai terasa berat lagi, seperti ada beban yang semakin lama semakin menekan. Nafasnya mulai terengah-engah, seperti ada sesuatu yang terjebak di dalam dirinya.
"Kapan ini akan selesai?" lirih Ellisa, matanya menatap kosong wajahnya yang terpantul di kaca jendela.
Rasa kecewa dan kesedihan memenuhi pikirannya. Ia sudah berusaha memberi yang terbaik, menyusui bayi-bayi yang membutuhkan, namun dadanya masih terasa penuh. Tak ada tanda-tanda bahwa semuanya akan berhenti.
"Sebanyak apapun aku memberikan ASI ini untuk bayi-bayi, rasanya masih saja terasa penuh dan nggak ada habisnya. Aku harus gimana..."
Rasa sakit yang tajam meluncur, menjalar ke ujung-ujung jari dan membuatnya menggigil.
Ellisa menatap Elmira yang tertidur pulas, "Aku ingin segera mengASIhinya lagi... ugh... Sakit..."
"Ellisa?" Sam terbangun perlahan.
Ellisa menoleh dengan cemas, matanya tampak kebingungan. "Kak—Kak Sam," suara Ellisa terdengar takut.
Sam duduk lebih tegak, matanya penuh perhatian. "Kamu nggak papa?" tanyanya.
Ellisa menggeleng, bingung. Dia membelakangi Sam, mengatur nafas dengan hati-hati seolah ingin menenangkan dirinya sendiri, meskipun tak berhasil.
Rasa sakit itu semakin terasa, dan titik basah mulai tercetak di pakaiannya. Sam bisa melihat itu meskipun Ellisa berusaha menutupinya dengan tangan.
"Aah! Aku harus memberikannya pada Elmira. Tapi, dia masih tertidur. Aku ingin dia bisa segera menghisapnya..." Ellisa hampir tak sanggup melanjutkan kalimatnya, tubuhnya semakin gemetar.
Sam bingung dan khawatir. Ia tahu betapa besar beban yang sedang ditanggung Ellisa, meskipun dia hanya mencoba untuk memberi yang terbaik. "Ellisa, tenang... biar aku bantu," kata Sam berusaha menenangkan.
Ellisa menoleh sedikit, mata mereka bertemu, namun Ellisa tampak semakin tertekan. "Aku nggak tahu harus gimana lagi, Kak... Rasanya... rasanya nggak ada habisnya." Suaranya hampir pecah, penuh dengan perasaan tak terucapkan.
Sam mendekat, menatap gadis itu dengan lembut. "Aku di sini, Ellisa," ujarnya dengan penuh pengertian.
"Kak, bisakah kamu menghisapnya? Aku merasa lebih baik kalo ASI ini dihisap." Kata Ellisa menahan sesak.
Sam terkejut mendengar permintaan Ellisa. "Ellisa..." suara Sam terdengar pelan, mencoba memahami. "Aku... aku nggak tahu harus gimana. Apa maksudmu dengan itu?"
Ellisa menunduk, wajahnya memerah karena malu dan bingung. "Aku tahu ini mungkin terdengar aneh. Tapi... jika tidak ada yang bisa menghisapnya, rasanya akan semakin berat. Tolong, jadilah bayi untukku. Dan aku tahu Elmira masih tidur..." Suaranya perlahan hilang, sukar untuk diungkapkan.
"Ellisa, aku... aku tidak ingin membuatmu merasa lebih buruk," kata Sam akhirnya dengan suara lembut, "Aku ingin membantu, tapi ini..." dia menelan kata-katanya, merasa bimbang.
Ellisa mengangguk pelan, menyadari bahwa dia mungkin telah meminta hal yang terlalu besar dan memalukan, "Maafkan aku," ucapnya, matanya mulai berkaca-kaca.
Sam melihat wajah Ellisa yang penuh dengan keputusasaan dan rasa malu. Dia bisa merasakan betapa rapuhnya keadaan ini.
Perlahan, Ellisa melepas kancing bajunya dan menurunkannya sampai di bawah dada. Pemandangan itu terlihat jelas di hadapan Sam. Sam merasa buruk tapi melihat Ellisa terengah-engah dengan mata terpejam membuatnya peduli.
"Ellisa-- Ellisa-- bahaya. Kamu nggak boleh--" Sam panik. Super panik.
"Tolong kak Sam..."
Dengan tangan yang gemetar, "Maafkan aku Ellisa, maafkan aku Tuhan!!" jeritnya dalam hati. Dia takut sentuhannya malah membuat Ellisa semakin kesakitan.
"Aku-- aku minta izin untuk ini..."
Saat tangan itu terulur, menyentuhnya lembut, Ellisa merasa mulai tenang. Sam memperhatikan reaksi itu meski sedikit.
kisahnya menarik dan dengan ending yang bahagia
salam cinta akibat perjodohan
apa Ellis sudah menikah?