Renjana, seorang gadis muda yang baru saja pindah ke kota kecil Manarang, mulai bekerja di panti asuhan Widarpa, sebuah tempat yang tampaknya penuh dengan kebaikan dan harapan. Namun, tak lama setelah kedatangannya, ia merasakan ada yang tidak beres di tempat tersebut. Panti asuhan itu, meski terlihat tenang, menyimpan rahasia gelap yang tak terungkap. Dari mulai bungkusan biru tua yang mencurigakan hingga ruangan misterius dengan pintu hitam sebagai penghalangnya.
Keberanian Renjana akan diuji, dan ia harus memilih antara melarikan diri atau bertahan untuk menyelamatkan anak-anak yang masih terjebak dalam kegelapan itu.
Akankah Renjana berhasil mengungkap misteri yang terkubur di Widarpa, atau ia akan menjadi korban dari kekuatan jahat yang telah lama bersembunyi di balik pintu hitam itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Karangkuna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
WIDARPA 15
Sesampainya di kamar Ayam, Renjana menemukan Lintang sedang duduk di dekat tempat tidur, memeriksa bayi yang sudah tertidur dengan tenang. Lintang menoleh ke arahnya saat mendengar suara langkah kaki.
"Aku minta maaf karena pergi terlalu lama," kata Renjana dengan suara lembut, sambil menyerahkan selimut bersih yang ia bawa. "Tadi ada sedikit hal yang harus saya perhatikan, dan... aku jadi terlambat."
Lintang mengangguk dengan senyum tenang, tidak terlihat marah atau kesal. "Tidak masalah, Renjana. Terima kasih sudah membawakan selimut," jawab Lintang.
Renjana tersenyum sedikit, meskipun rasa penasaran yang tadi mengganggu pikirannya kini kembali muncul. Dia mengamati Lintang yang sedang merapikan selimut untuk bayi yang tertidur. "Bagaimana bayinya?" tanya Renjana, mencoba mengalihkan perhatian dari pikirannya yang penuh tanda tanya.
Lintang mengangguk. "Baik-baik saja, terima kasih. Dia hanya butuh tidur yang cukup. Kami sudah memberinya susu, dan sekarang dia tidur nyenyak."
Renjana merasa lega mendengar itu. Meskipun rasa ingin tahunya tentang bungkusan dokter Gio masih mengganggu, ia tahu bahwa saat ini ia harus fokus pada tugasnya sebagai pengasuh. "Jika ada yang perlu aku bantu, bilang saja ya," katanya, berusaha menenangkan dirinya. "Semoga bayinya tetap tenang."
"Aku akan menjaga semuanya di sini," jawab Lintang dengan senyuman yang hangat. "Sebaiknya kamu kembali ke kamarmu."
Renjana menutup pintu kamar Ayam dengan perlahan, berusaha menenangkan diri. Ketika ia berbalik untuk melangkah menuju lorong, matanya bertemu dengan Kiwi yang sedang berdiri di ujung koridor, tampak seolah menunggu.
"Hei, Renjana!" sapa Kiwi dengan senyum ramahnya, matanya sedikit memandang ke arah balkon samping. "Ayo duduk sebentar, angin malam ini enak."
Renjana mengangguk dan mengikuti langkah Kiwi ke balkon samping. Udara malam yang sejuk langsung menyentuh kulitnya, memberikan sedikit ketenangan di tengah kebingungannya. Kiwi lalu mengeluarkan sebungkus rokok dari sakunya dan menyalakan satu batang dengan hati-hati, lalu menyulutnya.
Kiwi menarik napas dalam-dalam, menghembuskan asap perlahan ke udara malam. "Kamu tahu, waktu pertama kali kita ketemu, ada sesuatu yang langsung mencuri perhatianku," katanya dengan santai. "Parfum kamu, Renjana. Wanginya enak banget. Sampai sekarang aku masih ingat."
Renjana merasa sedikit tersipu mendengar pujian itu. "Benarkah, aku sebenarnya baru beli botol baru beberapa hari lalu," jawab Renjana sambil tersenyum. "Bahkan, aku masih punya satu botol lagi yang masih isinya masih banyak. Kalau kamu suka, kamu bisa memilikinya."
Kiwi terkejut mendengarnya, namun senyumnya semakin lebar. "Kamu serius? Wah, terima kasih banget, Renjana."
Renjana merasa senang bisa berbagi sesuatu yang membuat orang lain senang. "Tentu, tidak masalah," jawabnya dengan senyum hangat. "Kapan-kapan aku bisa berikan botol itu padamu."
Mereka berdua terdiam sejenak, menikmati angin malam yang menenangkan, sementara Kiwi sesekali menghisap rokoknya.
"Apa kamu tahu, tadi kita kedatangan tamu, sepertinya orang penting?" tanya Kiwi menyenderkan tubuhnya di dinding.
Renjana terkejut dan menatap Kiwi. "Sebenarnya aku melihatnya tadi, ada seorang selebriti terkenal yang datang," ucap Renjana masih menerka nama wanita itu.
"Siapa?" Kiwi lebih penasaran lagi.
Renjana mencoba berpikir keras. "Aku tidak bisa mengingat namanya dengan jelas, siapa ya? Dia sangat terkenal, sering membintangi iklan juga."
"Mari aku bantu, apa iklannya yang kamu ingat?"
"Hmm... iklan ponsel sepertinya, ada juga iklan shampoo." Renjana tampak yakin mengatakannya.
Kiwi berpikir sejenak, lalu duduk tegak. "Ophelia Warmah? Tapi kurasa tidak mungkin, dia belum menikah."
Renjana menutup mulutnya, dan menatap Kiwi. "Aku rasa benar namanya, apa kau bawa ponsel? Mari kita cari wajahnya."
Kiwi bergegas mengeluarkan ponselnya dari saku dan mengetik sebuah nama, lalu muncullah beberapa foto, Renjana memekik pelan dan berkata bahwa benar dia orangnya yang tadi dia lihat masuk ke dalam ruangan Helena.
"Anak siapa ya? Tidak mungkin jika anak orang lain dia dengan susah payah datang ke sini. Tapi jika kuingat, dia memang sempat menghilang beberapa waktu kan? Apa itu anaknya?" Kiwi mencoba menerka apa yang terjadi. "Anak hasil hubungan terlarang?" Kiwi dan Renjana saling berpandangan lalu menghela napas panjang seakan berusaha untui tidak ikut campur mengenai hal itu.
Suasana malam itu terasa nyaman, dan ia mencoba untuk menikmati waktu tenang ini, berbincang ringan dengan Kiwi tentang hal kecil lainnya yang menurut Renjana, Kiwi semakin tampak seperti teman yang bisa diajak berbagi.
Renjana terbangun dengan terkejut saat mendengar suara tangisan bayi yang nyaring di tengah malam. Instingnya langsung bekerja, dan dia bangkit dari tempat tidur dengan cepat, bergegas keluar menuju ruang lain. Di tengah perjalanan, dia melihat Lintang sedang berjalan menuju lantai bawah.
Renjana melihat Lintang sedang berdiri di delan pintu ruang makan menggendong seorang bayi, berusaha menenangkan tangisannya dengan lembut. Bayi itu tampak gelisah, tangisannya keras dan tak henti-henti. Lintang terlihat lelah, namun tetap berusaha sabar.
"Lintang, ada apa?" tanya Renjana, masih setengah mengantuk namun khawatir.
Lintang menoleh dan menatapnya sejenak, matanya penuh kecemasan. "Bayi ini tidak berhenti gelisah. Tadi dia terbangun dan tidak bisa tidur lagi."
Renjana menghampirinya. "Apa yang bisa aku bantu?" tanya Renjana, suaranya rendah namun penuh perhatian.
Lintang menatapnya sejenak sebelum akhirnya berbicara. "Bisa tolong ambilkan popok baru di ruang penyimpanan? Sepertinya ini masalahnya," katanya sambil mengecek kondisi bayi itu yang sudah dia letakkan di atas meja makan dengan beralaskan selimut lembut.
Renjana mengangguk dan segera menuju ke ruang penyimpanan untuk mengambil popok baru. Sambil berjalan cepat, dia mencoba memahami situasi ini.
Renjana keluar dari ruang penyimpanan dengan membawa bungkusan popok, langkahnya ringan meski masih terasa kantuk. Saat melewati koridor, dia berpapasan dengan Dokter Gio yang sedang berjalan menuju lantai bawah.
"Kamu masih terjaga di jam larut seperti ini?" tanya Dokter Gio dengan nada lembut, meski terdengar sedikit heran.
Renjana tersenyum tipis, merasa sedikit canggung. "Oh, saya hanya membantu Lintang menenangkan bayi yang terus menangis. Lintang pikir mungkin bayi itu butuh popok baru," jelasnya sambil sedikit mengangkat bungkusan popok di tangannya.
Dokter Gio mengangguk, namun ekspresinya tetap penasaran. "Begitu. Semoga bayi itu segera tenang. Jika ada sesuatu beri tahu saya," katanya sambil melangkah pelan.
Renjana merasa tak ada yang perlu dibicarakan lebih lanjut, jadi dia pun berpamitan. "Baik Dokter. Saya kembali ke atas dulu, Dokter. Terima kasih," katanya sambil berbalik.
Namun saat hendak melangkah menuju tangga, dia melirik sepatu putih milik Dokter Gio, sesuatu yang tak biasa membuatnya terhenti sejenak. Di pinggiran sepatu itu, ada noda merah yang mencolok. Renjana tak yakin, tapi sepertinya itu noda darah. Hatinya tiba-tiba berdebar, namun dia berusaha menenangkan diri dan memutuskan untuk tidak mengajukan pertanyaan lebih lanjut.
Semoga hanya khayalanku pikir Renjana dalam hati, lalu dengan cepat melanjutkan langkahnya naik ke atas. Namun, rasa penasaran yang aneh terus mengusik pikirannya.
"Ini popoknya," Renjana berkata pelan, menyerahkan benda itu pada Lintang. Lintang tersenyum tipis, mengucapkan terima kasih, dan segera mengganti popok bayi tersebut.
Renjana merasa ada yang aneh, namun dia tak bisa memahaminya. "Apakah ada yang salah dengan bayi ini?" tanya Renjana, cemas. Lintang menggelengkan kepala, meskipun ekspresinya tampak lelah.
"Sepertinya hanya kaget, tapi aku tidak tahu pasti. Mungkin hanya butuh waktu sebentar. Semoga setelah ini dia tidur," jawab Lintang sambil menggendong bayi itu, mencoba menenangkannya.
Renjana yang masih berdiri di sana, merasa penasaran dengan apa yang dia lihat tadi. Ia mencoba menepis benaknya yang mulai berpikiran negatif, Dokter Gio tidak tampak seperti seorang kriminal pikirnya. Atau apakah memang ada sesuatu yang terjadi? Kadang yang terlihat baik-baik saja bisa saja menipu mata.