NovelToon NovelToon
Mengapa, Harus Aku?

Mengapa, Harus Aku?

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama
Popularitas:219
Nilai: 5
Nama Author: Erni Handayani

Alisha Alfatunnisa, putri dari pemilik pondok pesantren yang populer di kotanya. Belum menikah meski menginjak umur 29 tahun. Hati yang belum bisa move on karena Azam sang pujaan hati, salah melamar kembaran nya yaitu Aisha.

Peperangan batin dilalui Alisha. Satu tahun dia mengasingkan diri di tempat kakeknya. Satu tahun belum juga bisa menyembuhkan luka hati Alisha. Hingga datang sosok Adam, senior di kampusnya sekaligus menjadi rekan duet dalam menulis.

Apakah kehadiran Adam bisa menyembuhkan luka hati Alisha? Atau masih ada luka yang akan diterima Alisha? Cerita yang menguras air mata untuk kebahagiaan sang kembaran.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Erni Handayani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 11

Apa dia juga sedang tidak baik-baik saja.? Bukankah semua sudah dia dapatkan.

"Aku salut sama kamu mampu mengambil keputusan yang besar dalam hidupmu." lanjut Kak Adam.

"Kak berhenti di depan saja itu rumahku!" seruku saat gerbang Darul Arkom terlihat.

Mobil berhenti tepat di gerbang, aku bersiap untuk turun.

"Aku tahu kamu anak kyai yang menjaga marwah seluruh anggota keluarga. Tetapi jangan lupa pikirkan kebahagiaanmu juga, Alisha! Ini kartu namaku ada nomor ponselku juga. Hubungi aku jika butuh bantuan, Alisha!"

Kak Adam memberikan kartu namanya. Aku mengangguk sebagai jawaban. Pintu mobil terbuka Kak Adam juga keluar membuka bagasi mengeluarkan belanjaanku. Setelah mengeluarkan belanjaan dan menyerahkannya padaku Kak Adam bergegas pergi.

Aku menarik napas berat, pondok ramai dengan para santri yang beraktivitas. Menyiapkan amunisi untuk menguatkan hati. Alisha Alfatunnisa putri Kyai Burhan, harus setangguh baja agar semua baik-baik saja.

Selepas kepergian Kak Adam aku memasuki halaman pesantren. Mobil pajero putih milik Azam belum ada di halaman, berarti Aisha juga Azam masih belum pulang. Aku menghembuskan napas lega, setidaknya tidak perlu melihat mereka.

"Kang Herman, sini!" teriakku kala mataku menangkap sosok Kang Herman yang keluar dari kelas santri putra.

"Ada apa, Neng?" tanyanya setelah ada di hadapanku.

"Tolong bawain ini keruangan guru, insya Allah besok saya mulai ngajar lagi,"ucapku.

"Alhamdulillah kalau Neng Alisha mau ngajar lagi, sekalian saya siapkan meja untuk Neng Alisha di ruang guru!" jawab Kang Herman antusias. Aku hanya tersenyum tipis.

"Nggak usah repot-repot, Kang! Nanti saya kerjakan di rumah saja. Iya udah saya mau masuk dulu!" pamitku pada Kang Herman.

Semua buku di bawakan Kang Herman, hanya notes, pena juga novel Rembulan Tanpa Malam yang aku bawa.

Samar-samar aku mendengar percakapan di rumah. Sepertinya Umi Zulfa sudah datang, aku memejamkan mata untuk mencari kekuatan sebelum masuk ke dalam. Umi Zulfa itu kakak tertua Ayah, memiliki anak tunggal perempuan. Sebelum aku mengucapkan salam, terdengar suara Umi Zulfa yang sedikit keras. Bahkan aku yang di depan pintu mampu dengan jelas mendengar perkataannya.

"Kamu itu terlalu lemah dengan Alisha, Gus! Dia jadi seenaknya saja. Mau jadi apa itu anakmu! Umur sudah tua masih melajang. Nggak malu sama adiknya?"

Hatiku mendadak sakit sekali, aku tak tahu mengapa Umi Zulfa tidak menyukai aku. Dari kecil omongan dia selalu pedas untukku. Namun, tidak sedikitpun aku membalas ucapan pedasnya.

"Mba Yu, aku nggak mau pergi lagi dari rumah ini! Dia baru datang hari lalu. Aku nggak nuntut dia untuk segera nikah. Biar dia menentukan sendiri kapan siap untuk nikah." Ayah berusaha memberikan penjelasan pada kakak perempuannya itu.

"Sebagai anak dia juga harus nurut sama kamu! Kamu terlalu memberi kebebasan. Apalagi itu jadi penulis. Ingat Gus, tidak ada silsilah keluarga kita itu penulis. Semua dakwah, bukan menyiakan waktu untuk hal yang tidak berfaedah. Dari awal Mba Yu tidak setuju kamu menikah dengan Rahayu! Lihat sekarang ini dia mengikuti jejaknya."

Deg, aku tidak habis pikir Umi Zulfa berfikir seperti itu. Apa karena hobiku yang menulis ini yang membuat dia tidak menyukaiku. Apa salahnya seorang penulis? Dadaku kian sesak, dari semua kata-kata pedas Umi Zulfa hari inilah yang paling menyesakkan bagiku.

Bagaimana aku menjelaskan padanya, jika novel yang aku tulis semua genre religi. Aku ingin berdakwah lewat tulisanku, karena lebih mudah memberitahu generasi muda lewat tulisan yang berbalut cerita. Air mata mulai berjalan keluar, ku genggam erat novel di tangan.

"Dia itu anak kyai, sikap juga perilakunya di sorot! Apa kamu tidak curiga, Alisha tidak mau menikah sampai umur 29 tahun karena apa? Bisa jadi dia takut di campakan suaminya karena telah salah pergaulan di Jakarta."

Perkataan Umi Zulfa bagai petir yang menyambar hatiku. Ingin aku teriak dan mengatakan yang sebenarnya. Mengapa bisa berpikiran seperti itu Umi Zulfa? Apa salahku padanya. Bahkan aku selalu baik pada anaknya.

Hatiku benar-benar hancur. Aku menjaga banyak hati, tetapi tidak ada satupun yang menjaga hatiku. Haruskah aku katakan yang sebenarnya saat ini? Lalu bagaimana dengan Aisha? Belum tentu juga Umi Zalfa percaya.

Semua pengorbananku akan sia-sia jika aku katakan yang sebenarnya.

"Emosi tertinggi dari cinta itu air mata. Menangislah selagi itu bisa membuatmu tenang."

Di saat kacau seperti ini mengapa justru kata-kata Azam yang terngiang. Dulu aku pernah kacau saat kucing kesayanganku mati. Sampai dua hari aku menangis, baru setelah Azam menyuruhku untuk menangis sepuasnya aku bisa tenang dan keesokannya di belikan kucing baru oleh Azam.

"Alisha kangen kakek! Hanya di Al-Irsyad, Alisha merasa tenang,"lirihku.

"Istighfar Mba Yu! Alisha bukan gadis seperti itu. Kamu boleh menghina aku tapi jangan anakku! Alisha tidak perlu jadi pelampiasan kamu!"

Suara ibu terdengar serak, wanita yang sangat aku sayangi itu pasti terluka. Ibu tidak pernah memarahi aku sedikitpun. Sudah jelas ucapan Umi Zulfa sangat melukai hatinya.

"Kalian di kasih tahu malah tidak tahu terima kasih. Ingat Alisha akan jadi perawan tua kalau kamu tidak tegas,Gus!"

Tidak tahan lagi aku masuk ke dalam, Ayah, Ibu juga Umi Zulfa kaget melihat kedatanganku. Aku hanya mengucap salam dan langsung masuk kamar.

"Lihat itu, dia saja tidak ada sopannya padaku, Bude-nya sendiri! Siap-siap malu karena Alisha kalian."

Ucapan Umi Zulfa masih bisa terdengar dari kamarku.

Robb, apa salahku yang mempunyai kelebihan untuk bisa menuliskan yang ada di imajinasi? Apa ini haram? Hingga Umi Zulfa tidak suka padaku? Aku hanya ingin berdakwah dengan cara lain, melalui novel-novelku.

Bagaimana jika rembulan yang kehilangan malam? Akan dia alihkan kemana cahayanya? Aku masih terpaku di dekat jendela, menatap rembulan yang memancarkan cahaya. Berharap bayangmu ada diantara cahaya itu. Untukku bisa menyampaikan rasa maafku.

Aku tersenyum getir pada diriku sendiri, memikirkan sesuatu yang tidak akan pernah berubah. Mencari bayangmu ternyata menjadi hobi terbaruku.

Tiga purnama sudah aku menatap sendu rembulan setiap malam. Untuk membuatku sadar jika kita berada di kutub yang berbeda. Meski rasa tetap sama untukmu. Namun, hanya bisa aku pendam di hati. Karena keadaan yang tak sama, membuatku amat tersiksa dan melukai kamu teramat dalam.

"Mas, belum ngantuk?"

Aku menoleh ke arah ranjang, untuk melihat sosok yang memanggilku. Wajah putih berseri, mata sipit, hidung mancung. Lukisan sempurna Allah terpahat indah di sosoknya.

"Belum, kamu kenapa terbangun El?"

Elsa, istriku hanya menggeleng lemah. Aku tersenyum tipis, berusaha menghempaskan segala rasa yang berkecamuk di dada membuat aku nyaris gila. Memikirkan keadaan dia yang terluka karena kebodohanku, juga belajar menerima Elsa sebagai istriku.

1
Afu Afu
jangan bucin alisha,buka hati buat yg lain percm menghro Azam istri nya jg SDH hmil apa yg mau km hrapkan ,plis deh
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!