SEKUEL dari Novel ENGKAU MILIKKU
Biar nyambung saat baca novel ini dan nggak bingung, baca dulu season 1 nya dan part khusus Fian Aznand.
Season 1 : Engkau Milikku
Lanjutan dari tokoh Fian : Satu Cinta Untuk Dua Wanita
Gadis manis yang memiliki riwayat penyakit leukemia, dia begitu manja dan polos. Mafia adalah satu kata yang sangat gadis itu takuti, karena baginya kehidupan seorang mafia sangatlah mengerikan, dia dibesarkan dengan kelembutan dan kasih sayang dan mustahil baginya akan hidup dalam dunia penuh dengan kekerasan.
Bagaimana jadinya ketika gadis itu menjadi incaran sang mafia? Sejauh mana seorang pemimpin mafia dari organisasi terbesar mengubah sang gadis?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vebi Gusriyeni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dibuat Kesal
Haven menerima seluruh data mengenai organisasi milik Zain, kini dia, Arkan, Azkan dan Zay sedang berkumpul di sebuah club malam milik Miller, club besar yang ada di London.
Arkan, Azkan dan Haven itu seumuran yaitu 28 tahun, sedangkan Zay baru 20 tahun. Zay yang tidak pernah ingin berkecimpung dalam dunia mafia merasa tidak sanggup untuk mengurus organisasi milik Zain, Arkan dan Azkan juga memiliki organisasi sendiri jadi mereka pun tidak mau, karena selama ini Zain dan Haven dekat dan saling membantu, makanya Zay menyerahkan semua pada Haven.
Haven menerima semuanya dengan senang hati, dengan mengemban organisasi itu, kekuasaan Haven semakin bertambah karena lokasi yang Zain miliki sangatlah luas.
“Aku akan mengurus semuanya, tapi aku tidak bisa mengganti nama organisasi ini dengan milikku dan jika kau ingin kembali mengambil organisasi ini, katakan saja padaku Zay, aku pasti akan memberikannya padamu.” kata Haven dengan tulus.
“Iya, aku akan memikirkan semuanya, untuk sekarang mungkin aku tidak menginginkannya.”
Setelah pertemuan di club itu, mereka kembali ke rumah masing-masing, Zay menginap di mansion Miller, malam itu Miller dan Zay berbincang di ruang kerja Miller.
“Uncle, sebenarnya siapa yang melakukan hal ini pada Zain? Aku yakin kalau Josh itu hanya orang suruhan.” Zay mengemukakan keanehan mengenai kematian Zain.
“Itulah alasan kenapa aku memanggilmu ke sini, ada orang besar dibalik kematian Zain dan Zain tampaknya memang menyerahkan diri pada mereka, bukan mereka yang dengan mudah membunuh Zain. Coba lihat ini.” Miller memperlihatkan data-data yang telah disimpan dan dikumpulkan oleh Zain selama ini, Zain dengan cermat mengetahui seluk beluk dan rencana lawannya, di sana juga Zain telah mengetahui kalau Josh akan menyerang dirinya ketika bersama dengan Zoya.
“Apa sebenarnya yang disembunyikan oleh Zain?”
“Kau harus melihat ini.”
Mata Zay membulat saat melihat ada organisasi raksasa yang bergerak di berbagai penjuru dunia, dia masuk ke dalam data milik Zain.
“Zain mengincar organisasi ini uncle?”
“Entahlah, entah dia mengincar atau dia yang diincar, karena organisasi ini begitu kuat dan pemimpinnya dikenal dengan nama Avram. Tak ada yang mengetahui siapa Avram ini dan bagaimana rupanya, yang jelas dia orang yang berbahaya dan tak kenal ampun dalam dunia mafia, markas terbesarnya ada di Amerika, Rusia, Italia dan Spanyol.” Tutur Miller.
“Apa uncle pernah berurusan dengannya?”
“Tidak Zay, yang aku tau, dia orang yang sangat kejam dan menakutkan, dia akan membunuh siapapun yang tidak dia sukai, aku berharap bukan dia dalang dari pembunuhan Zain.”
“Tapi jika memang itu adalah dia, aku akan tunjukkan bagaimana menakutkannya aku dibanding dia.” Miller tersenyum, Zay ini memang seperti Sean, dia tidak bisa jika keluarganya terusik.
“Aku berharap itu memang bukanlah dia Zay.” Miller menutup laptopnya dan duduk santai sambil minum bersama dengan Miller.
“Quantum Syndicate, Avram, aku akan mencari tau mengenai organisasi ini.” Lirih Zay.
...***...
“Zay, aku merindukanmu, kau dimana?” tanya Zoya pada Zay di telfon.
“Buka pintumu dan kau akan melihatku, aku lelah berdiri di depan apartemen mu Zee.” Zoya berlari menuju pintu.
Zoya langsung merungut karena Zay mempermainkannya.
“Dasar pembohong.” Zoya memutuskan panggilan itu, lalu menutup pintu dengan keras, dia memasuki kamar dan menangis.
“Ternyata jauh dari mama, papa dan yang lain membuat aku semakin menderita, aku merindukan semuanya.” tangis Zoya, baru beberapa minggu di sana dia sudah sangat merindukan keluarganya.
Ponsel Zoya kembali berdering, dia pikir itu adalah Zay, dia siap untuk memaki Zay kali ini namun ternyata itu adalah Gavino.
Zoya menggeser warna hijau yang tertera di layar ponselnya.
“Temui aku di Victory Cafe sekarang.”
“Iya, nanti saja bagaimana?”
“Sekarang atau tidak sama sekali.” Gavin langsung memutus panggilan, Zoya bergegas menuju cafe yang dimaksud oleh Gavin, dia mengenakan pakaian santai dengan rambut yang dia ikat asal, penampilan Zoya memang sederhana tapi sangat berkelas.
Dia menaiki taksi dan sampai di depan cafe yang dimaksud, Zoya melangkah masuk dan mencari dimana Gavin berada, tapi pria itu tidak ada. Zoya menghubungi Gavin karena dia pikir Gavin belum sampai.
“Aku sudah sampai, kau dimana?” tanya Zoya.
“Aku sudah pulang, kau terlalu lama.” jawab Gavin lalu memutuskan kembali panggilan itu, Zoya menghela napasnya dan memejamkan mata.
Zoya menyusul Gavin ke apartemen pria itu, dengan hati deg degan, Zoya menunggu pria itu membukakan pintu dan ya, pria itu berdiri tepat di hadapannya.
“Kenapa kau datang ke sini?” tanya Gavin.
“Kau tapi ingin bertemu denganku, aku tidak telat datang ke sana, kau saja yang terburu-buru pergi.”
“Kau menyalahkan ku?”
“Bukan begitu, ada apa kau memanggilku tadi?”
“Tidak ada, aku hanya ingin kau menemani aku makan di cafe, tapi karena kau lama jadi selera makanku hilang dan aku pergi.” Zoya melongo mendengar pernyataan dari Gavin, dia sampai harus buru-buru untuk menemui Gavin namun ternyata pria itu hanya meminta dia untuk menemani makan saja.
“Keterlaluan, aku pikir kau akan mengajari aku bela diri, tapi malah meminta aku menemanimu makan. Menyebalkan.” Gerutu Zoya lalu pergi meninggalkan Gavin, dia melangkah dengan cepat dan kesal.
Zoya menunggu taksi, pikirannya kembali pada Zain yang dulu sering begitu padanya, persis seperti Gavin saat ini.
“Zee, cepat datang ke cafe biasa ya, aku tunggu sekarang.” Zoya yang sedang tidur siang langsung bangun dan bergegas menuju cafe yang dimaksud oleh Zain, namun baru saja sampai di halaman rumah, dia melihat Zain baru saja pulang, Zain tampak gagah dengan motor besarnya itu.
“Kau baru saja menghubungiku Zain, ini aku mau pergi, kenapa kau sudah ada di sini?”
“Kau kelamaan Zee, selera makanku jadi hilang, temani aku nonton saja, ayo.” Zoya kesal.
“Keterlaluan.” Bentak Zoya lalu memasuki rumah, Zain mengikuti kembarannya itu dan mencoba untuk membujuk Zoya.
“Ya Maaf, sekarang tuan putri mau kemana? Mau jajan apa?” bujuk Zain.
“Aku mau tahu brontak, topokki, mie gacoan, martabak manis, pukis, kue mangkuk, serabi kuah dan—”
“Ayo kita beli semuanya.” Zoya kembali tersenyum, dia dan Zain jalan-jalan sambil kulineran berdua.
Zoya menghapus air matanya, dia jadi teringat dengan Zain saat ini.
“Kau menangis hanya karena hal sepele begitu?” Zoya kaget mendengar suara di belakangnya, Zoya berbalik dan menatap Gavino.
“Aku tidak menangis karena itu.” Jawab Zoya dengan ketus.
“Baiklah, kau sudah makan?”
“Belum.”
“Kau ingin makan dimana dan makan apa? Aku akan menemanimu, kebetulan aku juga belum makan sama sekali dari tadi pagi.”
“Aku tidak lapar.”
“Kau merajuk?”
“Kau pikir saja sendiri, aku mau pulang.” Zoya menaiki taksi yang sudah berhenti di depannya, Gavin juga ikutan masuk tapi dia duduk di bangku kemudi, dia meminta sang sopir turun.
“Nanti aku akan mengembalikan mobil ini, pegang ini.” Gavin memberikan sejumlah uang pada sopir taksi itu dan kartu namanya.
“Kau ini sudah gila ya?”
“Yaa karena kau.”
Gavin mengendarai taksi itu dan berhenti di sebuah cafe, mereka turun dan memasuki cafe besar yang banyak pengunjung.
Gavin dan Zoya duduk di meja yang dekat dengan jendela, mereka memesan beberapa makanan dan juga minuman.
“Maaf Zee, tadi ada yang menggangguku, makanya aku pergi dari cafe itu.” Zoya menatap Gavin dengan tatapan tidak suka.
“Jangan panggil aku Zee.”
“Kenapa? Bukankah itu panggilanmu?”
“Itu hanya untuk orang terdekatku, kau tidak boleh memanggil aku begitu.”
“Oke, aku akan memanggilmu Zoya, kapan aku bisa memanggil mu dengan sebutan Zee?”
“Tidak akan pernah.”
“Oke.”
Makanan datang, mereka makan dalam keheningan hingga semua habis. Gavin menatap Zoya dengan intens.
“Perfect.” Gumam Gavin tanpa didengar oleh Zoya.
“Siapa yang mengganggumu di cafe tadi?” tanya Zoya untuk memecah keheningan.
“Aku tidak tau, hanya seorang pengganggu.”
“Kekasihmu?”
“Aku tidak memiliki kekasih.” Zoya tak lagi bertanya, dia menatap keluar jendela begitu juga dengan Gavin.
“Kau sudah memiliki kekasih?” tanya Gavin pada Zoya.
“Sudah.” jawab Zoya tanpa menatap Gavin.
“Siapa?”
“Zain.”
“Dimana dia sekarang? Lain kali, pertemukan aku dengannya?”
“Dia ada di surga, jika kau mau menemuinya, aku bisa mengirim mu padanya.” Gavin tertawa lepas, dia tidak menyangka kalau Zoya akan menjawab hal itu padanya.
“Aku pikir kau ini polos, ternyata kau memiliki jiwa pembunuh juga, aku suka.” Gavin kembali menyeruput minumannya sedangkan Zoya hanya tersenyum hambar.
...***...