Bagaimana jika orang yang kamu cintai meninggalkan dirimu untuk selamanya?
Lalu dicintai oleh seseorang yang juga mengharapkan dirinya selama bertahun-tahun.
Akhirnya dia bersedia dinikahi oleh pria bernama Fairuz yang dengan menemani dan menerima dirinya yang tak bisa melupakan almarhum suaminya.
Tapi, seseorang yang baru saja hadir dalam keluarga almarhum suaminya itu malah merusak segalanya.
Hanya karena Adrian begitu mirip dengan almarhum suaminya itu dia jadi bimbang.
Dan yang paling tak di duga, pria itu berusaha untuk membatalkan pernikahan Hana dengan segala macam cara.
"Maaf, pernikahan ini di batalkan saja."
Jangan lupa baca...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dayang Rindu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 5
Lamat-lamat suara Muazin berkumandang menelusup ke dalam gendang telinga, lambat ia membuka mata, silau namun terasa tenang. Begitu nikmat tarikan nafas setelah tidur yang begitu lelap. Tidak seperti biasanya.
"Kak Hana!"
Ros yang sejak tadi menungguinya begitu senang sekarang sang kakak ipar sudah sadar.
"Ros." ucapnya, namun kemudian meringis, merasakan keningnya nyeri dan pedih sekali. Begitu pun kedua lututnya yang terasa kaku dan sakit. Tak lupa bagian-bagian lainnya kian ikut menyiksa.
"Kak Hana istirahat saja." Ros menahan Hana yang hendak bangun. "Ros akan mengabari Ibu dan bapak." dia mengeluarkan ponsel, namun Hana menahan tangannya.
"Jangan Dik. Biarlah ibu di rumah, kasihan bapak harus terburu-buru datang ke sini." ucap Hana, dia tahu sang ayah mertua sedang sibuk di perkebunan miliknya.
"Tapi Kak Hana terluka."
"Tak! Akak baik-baik saja." Hana memegangi tangan Rosa.
Rosa menyimpan kembali ponselnya.
"Akak nak sholat." ucap Hana melihat arah kamar mandi yang butuh beberapa langkah untuk menggapainya.
Ros pun sigap membantunya, memapah sang kakak menuju kamar mandi, lalu kemudian sholat diatas tempat tidur dengan posisi duduk.
Terdengar pintu di buka dari luar, seiring dengan beberapa langkah kaki yang masuk bersamaan.
"Pasien sudah sadar." ucap salah seorang perawat memandangi Hana yang tampak khusyuk.
"Iya Suster. Maaf, kakak saya sedang Sholat." ucap Rosa, kedua orang perawat tersebut harus menunggu.
"Tidak masalah." jawabnya, kemudian meletakkan beberapa obat sambil menunggu Hana.
Para susterpun kemudian sibuk mengecek kondisi Hana, perempuan cantik itu duduk menyandar, meskipun pucat namun tidak mengurangi kecantikannya.
Tak lama kemudian, pintu kembali di buka dari luar. Hingga tampaklah sosok yang tadi siang sempat membuat Hana terpaku. Pria bertubuh tinggi dengan rambut rapi mirip opa-opa Korea itu melangkah dengan santai mendekati Hana.
Hana seolah kembali bertemu dengan Rayan di masa lalu.
Jika tadi siang melihatnya seperti mimpi lantaran rasa sakit mendominasi kepalanya. Berbeda dengan saat ini, dia sadar sepenuhnya, dia bahkan merasa sangat waras walaupun sedikit aneh. Mata indahnya kembali terpaku bersamaan dengan detak jantung yang berpacu, berkedip pun rasanya tak mampu.
"Bagaimana keadaanmu?"
Hana bergeming, bahkan menelan ludahnya saja terasa sulit, mendadak tenggorokannya kering kerontang.
Sementara Rosa hanya bisa memandanginya dengan mulut ikut menganga tak percaya.
"Apakah ada yang sakit?" pria itu bertanya lagi, telapak tangannya bersembunyi di balik kantong celananya, dia terlihat sangat keren, namun kemudian ia mengeluarkan tangan kanannya dan menyingkap selimut Hana.
Hana mencegah dengan spontan. Sehingga semua orang menatap ke arahnya.
"Biar Ros buka." Ros yang paham kecanggungan sang kakak ipar pun membuka selimut dan menarik sedikit celana kulot yang menutupi lututnya. Hingga tampak tulang betisnya memar hingga lutut yang juga di balut perban.
Sekilas Hana melihat nama yang tertera di jas berwarna putih milik dokter tersebut, M Adriyan Pratama. Nama yang kemudian membuat ia mencoba sadar, berhenti untuk memandangi dokter muda itu, tentulah dia bukan suaminya.
Hana menggeleng.
"Ya, Abang Rayan sudah tak ada."... Dia bergumam di dalam hati seraya menguatkan hati.
"Dok, kapan Kakak saya boleh pulang?" tanya Ros, merapikan lagi selimut Hana.
Sang dokter pun mendesah, mata hitam pekatnya memandangi Hana, sesekali mata keduanya bertemu, lalu Hana menghindarinya.
"Besok pagi, itu jika sudah tidak ada keluhan yang berarti." jawabnya.
Dalam hati, dokter itu pun penasaran. Sejak awal ia bahkan merasa aneh akan ekspresi Hana, belum lagi Jay yang tak bisa berkata-kata setelah melihat dirinya, dan sekarang Rosa, gadis itu kedapatan mencuri pandang kepadanya dengan tatapan aneh menurutnya.
"Suster, letakkan laporannya di atas meja saya." titah sang dokter kepada kedua suster tersebut.
"Baik Dok." kedua suster itu mengangguk.
Dokter pun beranjak dari duduknya dan mendekati Hana. "Jangan lupa minum obatnya."
"Ya." Hana mengangguk.
Dokter itu meninggalkan Hana yang sebenarnya tidak bisa memalingkan mata dari sosok yang beberapa tahun ini amat ia rindukan.
Andai bisa di ungkapkan.
Andai bisa menahannya agar tetap di sini lebih lama
Rasanya, ingin memeluknya begitu erat lalu bermanja-manja, tapi tidak mungkin...
Itu hanya keinginan gila yang sulit diantara rasa rindu yang rumit.
Sedetik kemudian, mata sayu Hana tersadar kala pria yang sedang di pandangnya menoleh dan tersenyum sebelum menutup pintu.
Dan tanpa sadar pula Hana membalasnya begitu manis.
*
*
*
Pagi-pagi sekali, sepasang suami istri itu datang tergopoh-gopoh menjemput Hana. Rasa khawatir yang membuat keduanya tak bisa tidur nyenyak.
"Ibu tak payah jemput. Biarlah Hana balik sendiri bersama Adik. Hana tak ape-ape, Hana hanya luke sikit, tak berarti."
"Dah lah, ibu sama bapak tidak tenang kalau kamu belum pulang." jawab Ibu.
Hingga pukul delapan pagi, Hana sudah di izinkan pulang. Namun dokter yang memeriksanya bukanlah dokter Adrian, melainkan seorang wanita.
Di perjalanan, Hana menyandar sambil menatap langit yang terang. Sesekali ia memegangi keningnya yang terasa nyeri. Dia menikmati suasana pagi hari di perjalanan menuju pulang.
Ada rindu yang masih bersarang, tak kalah dengan sosok yang kemarin membuatnya penasaran.
Tapi, tetap saja Rayan lah yang selalu abadi.
Mata beningnya melihat awan yang menapak, hingga berlalu cepat seiring roda taksi yang berputar. Terkadang ia membayangkan Ryan ada di atas sana, sedang melihat dirinya.
"Coba kemarin aku minta nomor teleponnya." Ros bergumam sambil memutar-mutar ponsel ditangannya. Gadis itu duduk, menghempas bokongnya di atas ranjang sang kakak ipar yang empuk, satu jam perjalanan membuat keduanya lelah.
"Malu lah! Lagipula, kite tak kenal die orang." Hana pun duduk perlahan bersama Ros, menumpuk bantal, membuat sandaran yang nyaman.
"Memang tak kenal, tapi sepertinya dia menyukai kak Hana!" ucap Ros dengan wajah bersemangat.
"Perasan." jawabnya acuh, lalu berbaring dengan posisi menyandar tinggi.
"Tapi kak? Kok bisa ya, ada orang yang mukanya sama banget, tubuhnya dan suaranya juga hampir sama. Masak iya Mas Rayan punya kembaran?" Ros menatap wajah Hana dengan penasaran.
"Tak lah." Hana menggeleng. Diapun penasaran, namun sudah terlalu lelah memikirkannya. Lagipula dokter tersebut tidak akan mengingat dirinya lagi sekalipun kembali bertemu.
Percayalah, sikap baiknya hanya profesional yang sedang di emban saja.
"Oh, iya. Kok ibu bisa tahu ya kita di rumah sakit sana?" Ros pun keluar menemui sang ibu, yang ternyata sedang duduk istirahat sambil menonton televisi.
"Bu, kok ibu bisa tahu aku dan kak Hana ada di rumah sakit itu?" tanya Rosa. Mencomot kacang rebus lalu duduk di samping ibunya.
"Lha, kan si Jay yang ngasih tahu ibu." jawab ibunya.
Ros menepuk keningnya sendiri menyadari sesuatu. "Aku sampai lupa, kemarin dia nganterin kita Bu."
"Kok bisa lupa! Itu dia sekarang demam sejak pulang dari rumah sakit, kata ibunya semalam mengigau sampai heboh." jelas Ibu, membuat Ros terkejut dan mengingat sesuatu yang lain lagi.
"Bu! Apakah di dunia ini ada orang yang miripnya itu hampir sama semuanya?" tanya Ros kepada ibunya.
Ibu pun mengerutkan keningnya, bingung.
"Itu lho! Maksudnya, ada orang yang mirip banget?" tanya Ros lagi, kesulitan menjelaskan kepada ibunya.
"Mirip sama siapa?" tanya sang ibu.
"Bu, di rumah sakit kemarin itu, kita ketemu sama dokter yang mukanya mirip banget sama...."
Ibu semakin penasaran dengan kata-kata Ros yang terjeda. "Siapa?" kesal ibu.
"Sama... Mas Rayan."
💞💞💞💞
#quoteoftheday..