NovelToon NovelToon
KLAUSUL CINTA SANG CEO

KLAUSUL CINTA SANG CEO

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Cinta setelah menikah / Nikah Kontrak / Percintaan Konglomerat / Crazy Rich/Konglomerat / Office Romance
Popularitas:12.3k
Nilai: 5
Nama Author: Leona Night

Valeria Sinclair, seorang pengacara berbakat dari London, terjebak dalam pernikahan kontrak dengan Alexander Remington—CEO tampan dan dingin yang hanya melihat pernikahan sebagai transaksi bisnis. Tanpa cinta, tanpa kasih sayang.

Namun, saat ambisi dan permainan kekuasaan mulai memanas, Valeria menyadari bahwa batas antara kepura-puraan dan kenyataan semakin kabur. Alexander yang dingin perlahan menunjukkan celah dalam sikapnya, tetapi bisakah Valeria bertahan saat pria itu terus menekan, mengendalikan, dan menyakiti perasaannya?

Ketika rahasia masa lalu dan intrik keluarga Alexander mulai terkuak, Valeria harus memilih—bertahan dalam permainan atau pergi sebelum hatinya hancur lebih dalam.

🔥 Sebuah kisah penuh ketegangan, gairah, dan perang hati di dunia penuh intrik kekuasaan. 🔥

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Leona Night, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pria Posesif

Alexander’s POV

Pembicaraanku dengan Valeria malam sebelumnya cukup menamparku. Baru kali ini aku merasa ditolak oleh perempuan. Baru sekali ini dalam seumur hidupku, ada perempuan yang menyatakan menyesal sudah melewatkan malam yang hangat dan mesra bersamaku.

FUCK!

Justru aku yang sejatinya tidak bisa melupakan malam itu. Saat itu entah dari mana perasaan ini berasal, tetapi aku sungguh menganggapnya istriku. Aku merasa memilikinya, aku merasa mendominasi dirinya dan aku merasa dia adalah bagian dari hidupku yang akan aku klaim selamanya.

Sumpah perasaan ini tidak pernah muncul pada wanita manapun. Selama ini aku selalu merasa wanita adalah property pemuas saja. Namun dengan Valeria aku berbeda. Ada perasaan tidak ingin dikhianati, tidak ingin berbagi dengan siapapun. Aku bisa mati cemburu jika sampai dia punya lelaki lain selain diriku. Dan aku pun tidak menginginkan siapapun selain dia.

Dulu ketika aku masih belum menikahi Valeria, aku berpikir bahwa aku akan bisa mengabaikannya begitu saja. Sampai setelah malam Valentine pun aku tetap merasa bahwa kau bisa saja membuangnya sewaktu waktu.

Tetapi entahlah justru ketika aku jauh darinya, tidak bertemu dengannya, aku jadi merindukan momen malam valentine itu lagi. Aku haus kemurnian dan ketulusan cintanya. Aku bisa merasakan bahwa dia menyerahkan dirinya utuh padaku secara tulus. Bahkan ketika aku menyakiti dirinya dengan membangun tembok ego yang tinggi dan mengatakan hal hal buruk, sebenarnya jauh di lubuk hatiku aku mengingkari setiap perkataanku sendiri.

Aku tidak tega melihatnya sedih dan menangis, aku menyesal telah berbuat kasar dan berkata kata kasar. Bahkan parahnya aku semakin merindukannya dan ingin selalu bersamanya. Breakfast dan dinner berdua. Aku merasa damai bersamanya. Aku merasa secure, aku merasa dia tidak akan menipuku dan mengkhianatiku. Aku merasa dia adalah milikku yang tak akan mungkin membuatku kecewa.

Perasaan perasaan macam itu tidak pernah ada sebelumnya. Hanya bersama Valeria aku seperti pulih. Aku merasakan kepercayaan diriku pulih. Aku merasa menjadi lebih dominan, dituruti dan dipatuhi. Namun di sisi lain aku juga mengalami kesulitan mengungkapkan isi hatiku, susah menunjukkan perasaanku. Seperti ada tembok beton yang tidak dapat kutembus, dan payahnya aku sendirilah yang membangun tembok hambatan mental dan emosi.

Seperti hari ini, setelah aku berjauhan dengannya selama satu minggu untuk urusan bisnis ke berbagai negara, aku sangat merindukannya. Aku ingin dekat dengannya. Aku ingin dia bermanja padaku. Tetapi aku juga yang bersikap dingin padanya. Aku bahkan cuek dan tidak mengajaknya bicara meskipun kami sudah berjauhan selama satu minggu. Entahlah aku sulit sekali menumpahkan isi hatiku padanya. Aku merasa egoku tersakiti jika harus mengakui padanya bahwa aku merindukannya, aku ingin mengulang malam Valentine itu dan aku tidak bisa jauh darinya.

No..aku tidak akan pernah mau mengakui itu padanya. Cukup dia ada di mansion ku, terkurung bagai burung dalam sangkar, aku udah puas. Namun pernyataannya yang mengatakan bahwa dia menyesal telah bercinta denganku di malam Valentine itu, sungguh menyakiti perasaanku. Menggerogoti pikiran dan harga diriku. Seolah aku ini hanya lelaki playboy aneh yang gemar menyakiti wanita.

Ya Tuhan, bagaimana mengatakan padanya, bahwa aku sangat menyesal membuat dia merasa tersakiti pasca malam pertamanya itu. Tapi sekali lagi, bibirku terasa kelu, aku merasa egoku tidak mengijinkan aku untuk mengakui perasaanku padanya. Sulit bagiku untuk mengatakan bahwa aku mencintainya.

Entahlah sampai kapan aku akan bersikap seperti ini. Aku tahu ini tidak benar. Bagaimanapun aku menikahinya secara sah. Wajar jika kami kemudian jatuh cinta. Hanya saja aku tidak tahu bagaimana mengatakan itu padanya, di saat aku justru merasa dia mengalahkan aku dan menembak hatiku tepat di tengah egoku yang sudah begitu lama membeku dan tidak mencintai wanita. Aku tidak tahu entah sampai kapan aku begini.

*****

Valeria’s POV

Alex masih sulit ditebak, tetapi ada momen-momen tertentu di mana aku merasa dia lebih manusiawi. Kadang dia begitu memperhatikan kebutuhanku , membawakan kopi tanpa diminta, atau menungguku untuk makan malam bersama. Aku merasa sepertinya Alexander tidak sekeras dulu—tapi tetap saja, dia masih pria yang penuh rahasia dan batasan.

Ponselku bergetar saat aku sedang duduk di ruang baca mansion.Nama yang muncul di layar: Richard Calloway. Aku tersenyum kecil, Richard adalah sahabat masa kecilku di panti dulu. Aku dan dia sudah seperti saudara.

Richard mengirim teks padaku, "Hei, Vee! Lama tidak bertemu. Kapan kau pulang ke London? Aku rindu percakapan kita!"

Tanpa aku sadari, Alexander masuk ke ruangan.Pria itu melihat layar ponselku dari balik bahuku. Tiba tiba dia berpindah posisi menghadap padaku dan memandangku dengan tajam, Mata abu-abunya langsung menggelap, rahangnya menegang.

Alexander menyambar ponsel itu dari tangannya tanpa peringatan.

"Siapa Richard?" Suaranya rendah, dingin, tetapi berbahaya.

Sontak aku mendongak. Aku terkejut dengan reaksi Alex.

"Berikan ponselku, Alexander. Dia hanya teman masa kecilku."

Alexander tertawa sinis, dia seperti menyimpan kemarahan yang tidak dapat aku artikan.

"Teman? Aku tidak suka ketika istriku menerima pesan mesra dari pria lain."

“Ingat Alex, kau sendiri mengatakan bahwa kita hanya sandiwara, hubungan kita hanya pernikahan bisnis, tidak lebih. Kau sebaiknya ingat kata katamu sendiri dan jangan memperlakukanku seenaknya,” ujarku dengan nada tinggi.

“Ingat Valeria Klausul perjanjian kita jelas, kau tidak boleh menjalin hubungan dengan siapapun selama kita terikat dalam perjanjian nikah,” teriaknya emosi

“Alex, sadarlah, dia bukan pacarku, hanya teman,”

“Blokir dia sekarang juga, Now Valeria,” teriak Alex.

Aku berdiri dengan emosi dan dengan suara mendesis menahan amarah, aku berkata padanya,” Kembalikan ponselku, dan jangan bersikap seperti anak kecil. Aku sudah bilang dia hanya teman masa kecilku.”

Tiba tiba Alex melempar ponselku ke Sofa tempatku duduk, lalu dia melangkah pergi dari ruang baca meninggalkanku seorang diri dalam kebingungan.

*****

Tak pernah kuduga bahwa akhirnya aku dan Alex akan terlibat pertengkaran hebat yang sebetulnya tidak perlu. Malam itu aku masuk ke kamarku dan berganti baju dan hendak tidur. Tiba tiba ponselku kembali bergetar, ternyata Richard menelponku.

Aku sangat gembira dia masih mengingatku, dia adalah satu satunya orang yang tahu bagaimana kehidupan panti. Kami hidup bersama di sana. Melalui hari hari yang gelap dan penuh kesedihan. Dia adalah satu satunya orang yang menghubungkanku dengan masa lalu yang pahit. Berbicara padanya adalah obat bagiku.

“Hallo Richard, apa kabar?”

Belum sempat aku mendengar jawaban Richard, entah kapan dan bagaimana Alexander masuk dan melihatku berbicara di telepon, ekspresinya langsung berubah menjadi kemarahan yang tidak terkendali. Dia berjalan cepat ke arahku dan merampas ponsel itu lalu menekan tombol "End Call."

Matanya gelap, penuh kemarahan yang dingin.

"Aku sudah bilang jangan bicara dengannya. Mengapa kau masih saja membantah dan melakukannya?” teriak Alex sembari menggebrak meja yang ada di dekatku.

Aku mendekatinya dan berusaha tetap tenang.

"Aku tidak melakukan sesuatu yang salah, Alexander. Kau tidak bisa mengontrol siapa yang boleh berbicara denganku,” jawabku lembut.

Tindakan ku itu bukan malah memicu gelombang amarah yang lebih tinggi dari Alex. Sekonyong konyong dia melempar ponselku ke tembok dan PRAAAANG …Ponsel itu hancur berantakan.

Belum sempat aku bereaksi, Alexander mendorongku ke dinding, mengurungku dengan tubuhnya yang besar.Nafasnya kasar, dadanya naik turun dengan intensitas yang berbahaya.

Lalu dia mencengkeram leherku kuat kuat seperti hendak mencekikku. Dia melakukan semua itu sembari mengatakan hal yang menurutku aneh.

"Jangan pernah membuatku terlihat seperti pria bodoh, Valeria."

Mataku membulat, detak jantungnya berpacu antara marah dan takut. Nafasku mulai sesak, dia makin kuat mencekik leherku sehingga aku ingin muntah dan rasanya leherku akan patah jadi dua. Aku mulai mengerang dan mengeluarkan suara seperti mau mati.

Mataku mulai kabur oleh banjir air mata, dan juga aku merasa biji mataku sperti mau meloncat keluar dari tempatnya. Aku mulai tersedak dan darahku seperti berhenti di kepala. Kepalaku seperti membesar.

Seketika aku memukul mukul tangan Alex yang mencekikku dan mendesakkan kepalaku ke tembok seolah ingin membenamkan ku di sana. Saat itu aku merasa mau sudah mendekatiku. Aku ingat suster Clara yang sudah seperti ibuku sendiri, air mataku mengalir dengan deras. Mungkinkah aku akan mati sekarang.

Tiba tiba wajah Alex yang menyeramkan menjadi lembut, dia seperti terkejut dengan apa yang dilakukannya padaku, lalu sontak menghempaskan ku hingga aku tersungkur di kakinya.

Aku terbatuk batuk dengan keras dan mengeluarkan suara tangisan lega dan sekaligus sedih serta ketakutan.

“Kau gila Alex, kau hampir membunuhku. Kau Gila!” ujarku perlahan sambil menangis meraung dan meraba leherku seolah aku ingin memastikan leherku masih utuh.

Dia mundur selangkah, tetapi tidak sepenuhnya mengendurkan dominasinya.

"Kau milikku, Valeria. Kau tidak boleh berbicara dengan pria lain."

Aku menggigit bibirku , menahan rasa sakit, kecewa dan pedih yang luar biasa.

"Aku manusia, bukan properti, Alexander." ujarku

Saat aku mendongak itulah dari hidung ku mengalir darah segar …suur. Aku menunduk dan kembali menangis. Aku merasa sudah menjadi tahanan yang hampir saja mati.

Alexander menatapku dengan ekspresi yang sulit kutebak, seolah ingin mengatakan sesuatu… tetapi kemudian dia memilih pergi, meninggalkan ku sendiri dengan emosi yang campur aduk. Malam itu aku ingin berteriak, tetapi leherku, tenggorokanku tidak mengijinkan itu terjadi.

Aku terduduk di tepi tempat tidur, leherku masih terasa nyeri akibat cengkeraman Alexander.

Aku mengusap bekas tangannya yang melingkar dan tergambar jelas di leherku. Aku masih merasa sesak, walaupun tidak terlalu berat. Aku menghapus darah segar yang masih mengucur di hidungku. Sapu tanganku basah oleh darah segar. Aku menangis tersedu sedu, berusaha menghentikan darah yang keluar dari hidungku tapi sia sia.

Mataku menatap ponsel yang hancur di lantai, bukti bagaimana Alexander bisa berubah menjadi pria yang paling posesif yang pernah ku temui. Aku juga merasa terputus dengan dunia luar karena ponselku yang berantakan. Aku tidak tahu harus bagaimana. Tiba tiba aku merasa lemas dan gelap, aku tak tahu lagi apa yg terjadi.

****

Alexander’s POV

Aku berlari ke arah balkon kamarku, tanganku bergetar kencang. Ya Tuhan, apa yang baru saja kulakukan? Aku hampir membunuh Valeria. Oh no..no…aku menangis dan memukul dinding di balkon bertubi tubi hingga tanganku berdarah. Aku yakin aku akan terus memukul balkon hingga tanganku hancur.

TIba tiba ada sentuhan halus di punggungku, “Ada apa Alex?”

Aku berhenti, ternyata Elizabeth yang datang menemuiku. Mungkin dia tahu apa yang terjadi.

“Aku hampir membunuh dia,” ujarku dengan suara bergetar .

“Oh My God Alex, kau apakan dia?” tanya Elizabeth lembut tapi menyiratkan kekhawatiran.

“Aku hampir saja meremukkan lehernya. Dia mengalami pendarahan, hidungnya mengeluarkan darah,”

“Ya Tuhan Alex, mengapa kau lakukan itu? Berapa kali aku katakan kau harus bisa mengendalikan emosimu? Apakah dia baik baik saja?”

Aku hanya menggeleng. Secepat kilat Elizabeth meninggalkanku dan menuju ke kamar Valeria. Kemudian dia berteriak keras memanggil security dan meminta mereka menghubungi dokter.

Aku masuk dan menuang Whisky kedalam gelas lalu menenggaknya dengan cepat. Aku menggeram pelan, karena kehilangan kendali. Namun, lebih dari itu… aku marah pada diriku sendiri, karena akhirnya aku tahu satu hal yang selama ini selalu aku hindari untuk mengakuinya. Aku tidak ingin Valeria berpaling dariku. Aku tidak bisa membiarkan itu terjadi. Dalam hati aku bertekad, jika itu berarti aku harus mengikatnya lebih erat, maka aku pastikan akan melakukannya, Segera!

1
naura khalidya
mampir thor...
Leona Night: terimakasih sdh mampir/Heart/
total 1 replies
OBES20
lanjut
Leona Night: Terimakasih /Heart/
total 1 replies
◄⏤͟͞✥≛⃝⃕💞IntanArmy💜°𝐒⃟: ✿࿐
mampir semangat
Leona Night: terimakasih sdh mampir
total 1 replies
Kim nara
Bagus ceritanya yuk baca yuk
Leona Night: Terimakasih, semoga menghibur, dan setia baca sampai tamat/Pray/
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!