Sehat itu mahal harganya! Dan itu memang benar, keluarga Giovani Mahardika rela membayar seorang gadis untuk menikah dengan putra bungsu mereka demi menyembuhkan gangguan mentalnya.
Dialah Alleta Rindiani, setelah melewati beberapa pertimbangan dan penilaian akhirnya gadis inilah yang dipilih oleh keluarga Gio.
Di tengah usaha keras Alleta, secercah harapan akhirnya muncul, namun Gio nyatanya jatuh cinta pada Alleta.
Akankah Alleta membalas cinta Gio di akhir masa perjanjian? Terlebih sesuatu telah tumbuh di dalam sana.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sinta amalia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bungee~ Bab 5
Akhirnya wajah Leta dapat menatap wajah bantal Gio yang jauh dari kata ramah anak, setelah 3 hari tak melihat batang hidung si anak luthung rivalnya itu di sekeliling rumah. Tentunya bukan hanya kepadanya tapi pun untuk masnya sendiri, Rangga.
"Memalukan!" sengit Rangga, padahal ia sudah berjanji pada ibu, pada bapak, bahkan Tama sudah mewanti-wantinya untuk tak sarkas, tapi apalah daya. Melihat wajah Gio apalagi dalam kondisi ia yang tidur berpelukan persis teletubies begitu membuat Rangga muak.
Tak ada sepatah katapun yang keluar dari mulut Gio demi membalas Rangga, ngambek ala anak bungsunya budhe Gendis.
Sementara Rangga sedang menyidang para penghuni kost ujung, Leta hanya bisa mematung di gerbang kost'an persis pengamen. Bukan hanya Leta, beberapa warga yang mendengar akhirnya dibuat penasaran juga untuk melihat namun pak haji tadi berusaha mengusir kerumunan, berbeda dengan Leta yang memang diberikan ruang VIP oleh Rangga.
Wajah Rompis, Rangga merasa tak asing, wajah gemoy pemuda ini...tak salah lagi----
"Kamu! Kamu! Bisa saya giring ke rumah sakit jiwa sekalian!" telunjuk Rangga bermain menunjuk para pemuda itu, termasuk Gio. Mimpi apa mereka semalam, dibangunkan secara kasar oleh aparat yang badannya saja persis hanoman, sekali kena re mas langsung remuk, lalu diceramahin pagi-pagi mirip pesakitan nar koba atau pelaku tawuran. Mana ditontonin orang pula, malu!
"Mas, jangan bikin malu disini." Ujar Gio dingin, berbeda dengan yang lain ia sudah berdiri dan melengos ke arah pintu kamar kost.
"Heh! Kamu duduk!" titah Rangga lebih galak dengan menarik adiknya itu untuk kembali duduk.
"Mas, aku mau ambil barangku...kita selesaikan ini di rumah! Ngga malu?" desis Gio macam ular.
Kontras dengan nada bicara berdesis Gio, Rangga tak bisa untuk tak menggelegar, "kamu yang seharusnya malu!" kembali bentaknya tak mau kalah, melihat perdebatan kedua adik kaka ini begitu sengit yang ujungnya sudah dapat tertebak kemana arahnya, mana Tama tak ada disana untuk menengahi, Leta bergegas masuk demi menengahi.
"Mas....mas....udah mas," ia berada tepat diantara keduanya, meskipun ujungnya Leta harus mendongak saat melerai keduanya, tak apalah daripada harus membiarkan peristiwa berda rah terjadi nantinya, lebih baik lehernya yang pegal-pegal.
Tubuh kecil Leta nyelip menengahi Gio dan Rangga, tentu saja kehadirannya itu memancing atensi mereka yang ada disitu terkhusus Gio.
"Mas, udah. Bener kata anak luthung...kita selesaikan di rumah aja." Ucapnya, "ups, maksudnya Gio...mas Gio." Ralat dirinya.
Pffftt!
Gio menatap horor gadis berjepit biru di depannya, jujur saja ia tak mengerti kenapa si pelk racing ada disini juga.
Rangga mendengus sumbang menatap Leta lalu beralih kembali ke arah adiknya itu, "ku kasih kau waktu 1 menit, bereskan barangmu dan ikut balik bareng calon istrimu ini, kalo koe masih sayang ibu dan bapak, Yo!" ucap Rangga tegas.
Duarrr!
Seketika petir rebutan turun dan menyambar kepala, Gio begitu terkejut begitupun teman-temannya terkhusus Rompis yang kini menatap Gio tak percaya, "koe arep kawin, Yo? Terus aku?"
Sungguh pertanyaan yang bikin orang tercekat ambigu. Merasa situasi sudah mulai tak mengenakan Gio memilih bergegas melakukan apa yang diminta Rangga dan mengurungkan semua pertanyaan yang bersarang di kepala, hati, tenggorokan dan lidahnya.
"Yo..." panggil Rompis yang kemudian mendapatkan tatapan tajam dari Rangga dan Leta. Rangga yang pada dasarnya memang tengil kini berjongkok di depan Rompis dan Mustofa, memperhatikan Rompis dari ujung rambut hingga ujung kaki dengan tatapan menghina serta mencibir membuat yang ditatap bahkan Mustofa saja sampai ketakutan, tak berani melihat Rangga.
"Apa lah yang buat adik saya jadi belok, buntelan kentut begini, mana bauu." Hardiknya, "heh dengar----" colek Rangga.
"Kau itu mahasiswa. Kaum terpelajar, sayangi otak waras kau. Dan asal kau tau, tak mungkin adikku belok kalau bukan kau ajak-ajak, adikku itu normal! Ingatkan di otakmu ini---" tunjuk Rangga tajam ke pelipis Rompis tak segan-segan.
"Jauhi Gio, jika sudah ada sesuatu terjalin maka di detik ini saya putuskan. Gadis ini, kau lihat cewek cantik ini....." tunjuknya beralih pada Leta yang masih berdiri mengeratkan pegangannya di sling tas, "calon istri Gio."
"Ndak ngiler kau dapat yang cantik-cantik begini, hah?!" tanyanya tengil dengan senyum miring.
"Mal, bereskan." Pinta Rangga ketika Gio sudah keluar dengan tas dan menenteng sepatunya menubruk Leta yang berada di jalannya, gadis itu tak sempat menghindar hingga ia sedikit oleng tersenggol, shhhh! Sabar Leta sabar! Kalo udah di rumah abis kamu kusunattt !
"Yo, astagfirullah...kemana saja kamu..." begitu melihat putra yang sudah 3 hari tak pulang dengan kondisi kusut, berwajah bantal sekaligus digusur pula oleh Rangga, ibu tak bisa untuk tak menangis kembali, luka yang masih menganga semakin besar saja lubangnya.
Gio menunduk, ia benar-benar mati kutu disana bahkan tak bisa menatap ibu, apalagi saat ini keluarganya ditambah bulek Wulan dan Leta tengah menghakiminya.
"Sudah tak sayang ibumu, kamu Yo? Sudah tak menghormati dan menghargai bapak?!" tanya bapak menunjuk-nunjuk dirinya dan sang istri, begitu bergetar saking menahan rasa sakit di hati melihat kelakuan Gio.
Bulek Wulan dan Leta hanya bisa diam dengan bulek Wulan kembali memberikan usapan-usapan penguatannya di pundak ibu. Sementara Leta, dari kursi kayu yang dia gusur dari ruang makan menuju ke dekat ruang tengah ia menatap getir Gio benar-benar mengamati dari ujung rambut sampai ujung kaki, *apa iya sii*?
Bahkan sampai di detik ini pun ia masih tidak percaya kalau Gio, sosok yang ia akui....di matanya sebagai gadis normal, Giovani Mahardika adalah pemuda rupawan meski tak berkulit putih, pintar, mengingat ia anak jurusan engineering, memiliki masa depan cemerlang, keluarga baik-baik, terbilang humble. Dan Gio----oh ayolah! Si mister perfect menurutnya, karena apapun yang dilakukan Leta terkadang di kritik Gio, entah itu jorok lah, nyablak lah, kasar, bar-bar.
Hampir 2 jam ia dihakimi keluarganya meski Rangga masih memaki-maki penuh kedengkian, namun rahwana itu sudah tak sesarkas kemarin dan tadi. Tak ada lagi kekerasan hari ini. Dimana wajah Gio saja masih menyisakan lebam dan luka bekas dari hantaman Rangga 3 hari lalu.
"Dan untuk masalah ini, yang tidak bisa dianggap masalah sepele, kami memutuskan menjodohkanmu dan Leta."
Gio tidak terlalu terkejut, namun ia tetap tak terima jika itu dengan Leta, "kenapa mesti ada pernikahan, kenapa mesti sama dia juga..." tanya Gio menyebalkan.
"Heh--heh, anak luthung, jangan kepedean ya! Kamu kira aku mau?! Kalo ngga liat budhe sama padhe, kalo mas-mas ngga minta, impossible aku mau sama anak kete...oalahh so ngartis!" ocehannya membludak seketika, tak terima jika disini Gio merasa terdzolimi. Permisi ya, sebenarnya dialah yang paling dirugikan andai pemuda itu sadar!
Delikan sinis Leta benar-benar terlempar jelas untuk Gio, dimana pemuda itu hanya menghela nafas malas.
"Heh, manusia!" bibirnya yang jukid nyelekit itu rupanya belum puas, seakan saat ini ia menumpahkan seluruh kekesalannya yang sudah menggunung selama 2 hari ini pada orang yang tepat.
Bukannya chaos atau tegang, ocehan Leta ini justru entah kenapa membuat Rangga tertawa seru, sepertinya rumah tangga adiknya akan didominasi oleh Leta sepaket ocehan absurdnya yang menghardik Gio, Leta adalah Rangga versi perempuannya. Cocok! Ia yakin jika Gio akan selalu kalah kalau begini....Sementara Tama, ia justru tak begitu yakin, mengingat akan semakin ilfeelnya Gio pada Leta, padahal tujuannya adalah untuk membuat Gio jatuh cinta kembali pada perempuan.
"Asal kamu tau, cewek mana yang mau sama cowok sakit kaya kamu?" dan ucapan Leta barusan membuat Gio diam meski tatapannya masih tajam pada gadis itu, seketika suasana jadi hening dan canggung setelah ini.
"Lalu apa yang koe harapkan dari pernikahan ini?" tanya Gio membuka suara kembali.
"Yo kamu sembuh lah!" sengitnya lebih marah, "kamu jadi suka serabi lagi!"
"Serabinya kamu gitu?!" tanya Gio mengundang decakan Leta dan seketika keduanya berujar kompak, "amit-amit!"
Rangga tertawa tergelak, "jodoh iki bu, pak...bulek!"
.
.
.
.
.
nunggu letta sadar pasti seru ngamuk2 nya ma gio...
ndak ada juga yang bakal masukin ke penjara
biar si letta gk pergi2 dri kmu
jangan to yo,kasian si leta masih gadis
mana enak menikmati sendiri
tunggu Sampek kalian bener2 siap lahir batin dan ikhlas melakukannya bersama, atas kesadaran masing2, pasti rasanya jauh LBH maknyus 👌