seorang gadis kecil yang saat itu hendak pergi bersama orang tua ayah dan ibunya
namun kecelakaan merenggut nyawa mereka, dan anak itu meninggal sambil memeluk bonekanya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rika ananda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
terol Bruno dan angelica
Penampakan Angelica dan Bruno semakin sering terlihat, membuat warga Desa Sukamakmur semakin ketakutan.
Angelica, dengan rambutnya yang terurai panjang dan mata kosong, sering terlihat berjalan di sekitar rumahnya, seakan mencari sesuatu. Pakaiannya kusut, wajahnya pucat pasi, dan aura sedih terpancar dari dirinya. Kadang, ia terlihat duduk di teras rumahnya, menatap kosong ke arah jalan, seperti sedang menunggu seseorang.
Bruno, boneka beruang kesayangan Angelica, juga tak kalah menyeramkan. Boneka itu sering terlihat melayang-layang di udara, sesekali mengeluarkan suara tangisan anak kecil yang pilu. Warga yang melihatnya langsung berlari tunggang langgang, ketakutan.
Suasana mencekam menyelimuti Desa Sukamakmur. Warga tak berani keluar rumah di malam hari, takut bertemu dengan penampakan Angelica dan Bruno. Mereka berbisik-bisik, saling bertukar cerita tentang kejadian yang membuat bulu kuduk merinding.
"Kemarin, aku lihat Angelica di depan warung Pak Jono. Dia cuma ngeliatin aku, terus ngilang," cerita Bu Yati, dengan suara gemetar.
"Aku juga, pas lagi nyuci baju di sungai, denger suara Bruno nangis. Takut banget, langsung lari!" timpal Bu Asih.
Penampakan Angelica dan Bruno semakin nyata, membuat warga Desa Sukamakur semakin yakin bahwa ada sesuatu yang ganjil terjadi. Mereka berharap Mbah Suro bisa menemukan jawaban atas misteri ini dan membuat arwah Angelica dan Bruno tenang
Doa bersama telah dilangsungkan, air mata telah ditumpahkan, namun suasana duka di Desa Sukamakmur tak kunjung surut. Bahkan, embel-embel rasa takut mulai menyelimuti warga. Arwah Angelica dan boneka kesayangannya, Bruno, seakan tak mau pergi.
"Kok masih ada ya, Mbah?" tanya Pak Karto, kepala desa, kepada Mbah Suro, dukun desa yang terkenal sakti.
Mbah Suro mengerutkan kening, menatap langit senja yang mendung. "Entahlah, Pak Karto. Biasanya, setelah doa bersama, arwah akan tenang. Tapi ini... ada yang ganjil."
Warga berbisik-bisik, saling bertukar cerita tentang penampakan Angelica dan Bruno. Ada yang melihat Angelica berkeliaran di sekitar rumahnya, rambutnya terurai panjang, matanya kosong. Ada pula yang mendengar suara tangisan anak kecil, yang ternyata suara Bruno.
"Mungkin ada sesuatu yang mengikat mereka di dunia ini," ujar Mbah Suro, membuat warga semakin merinding.
"Apa yang harus kita lakukan, Mbah?" tanya Bu Yati, tetangga Angelica yang paling dekat.
"Kita harus mencari tahu apa yang membuat mereka tak tenang," jawab Mbah Suro. "Mungkin ada sesuatu yang belum terselesaikan."
Keheranan dan rasa takut menyelimuti Desa Sukamakmur. Arwah Angelica dan Bruno yang tak kunjung pergi membuat warga bertanya-tanya, apa yang sebenarnya terjadi?
Mencekam di Desa Sukamakur semakin menjadi-jadi. Warga semakin ketakutan setelah Bu Yati, tetangga Angelica yang paling dekat, ditemukan tewas di rumahnya.
Bu Yati ditemukan tergeletak di kamar tidurnya, dengan luka sayatan di leher. Di dekat tubuhnya, tergeletak Bruno, boneka beruang kesayangan Angelica, yang biasanya selalu bersama Angelica.
"Ya Tuhan, Bruno! Kok bisa begini?" teriak Pak Karto, kepala desa, dengan suara bergetar.
Warga berkerumun di sekitar rumah Bu Yati, saling berbisik, ketakutan. Mereka tak percaya bahwa Bruno, boneka yang selama ini dianggap lucu dan menggemaskan, bisa melakukan hal yang mengerikan.
"Mungkin Bruno kerasukan," ujar Mbah Suro, dukun desa. "Arwah Angelica mungkin masih terikat dengan Bruno, dan menggunakan Bruno untuk meluapkan amarahnya."
Kejadian ini semakin menguatkan keyakinan warga bahwa ada yang ganjil dengan arwah Angelica dan Bruno. Mereka semakin waspada, takut menjadi korban berikutnya.
"Kita harus segera melakukan sesuatu," kata Pak Karto. "Kita harus menghentikan Bruno sebelum dia melukai orang lain lagi."
Mbah Suro mengangguk. "Kita harus mencari tahu apa yang membuat Angelica dan Bruno tak tenang. Mungkin ada sesuatu yang belum terselesaikan."
Suasana mencekam di Desa Sukamakur semakin pekat. Warga berharap Mbah Suro bisa menemukan jawaban atas misteri ini dan menghentikan teror Bruno.
Mbah Suro, dengan wajah serius dan khusyuk, memulai ritual penyucian Desa Sukamakmur. Udara terasa lebih dingin dari biasanya, angin berhembus perlahan membawa aroma kemenyan dan rempah-rempah yang Mbah Suro bakar. Warga desa berkumpul di lapangan tengah, menunggu dengan harap-harap cemas.
Mbah Suro membawa beberapa peralatan ritual; sesaji berupa makanan dan minuman, kemenyan, serta beberapa benda pusaka. Ia mulai membacakan mantra-mantra kuno, suaranya bergema di seantero lapangan, menggetarkan hati para pendengar.
Cahaya lilin yang menyala di sekeliling lapangan tampak berkedip-kedip, seakan ikut bergetar mengikuti lantunan mantra Mbah Suro. Sesekali, Mbah Suro menaburkan bunga melati dan beras kuning ke udara, sebagai simbol penyucian dan penolak bala.
Saat ritual mencapai puncaknya, angin bertiup lebih kencang, daun-daun berjatuhan. Beberapa warga mengaku melihat bayangan Angelica dan Bruno berkelebat di antara pepohonan, namun Mbah Suro tetap fokus pada ritualnya.
Setelah beberapa jam berlalu, ritual pun selesai. Mbah Suro tampak kelelahan, namun wajahnya terlihat tenang. "Semoga ritual ini berhasil menetralisir energi negatif di desa kita," ucapnya lirih.
Suasana di Desa Sukamakmur terasa lebih tenang setelah ritual penyucian. Namun, kewaspadaan tetap harus dijaga. Warga berharap, teror Angelica dan Bruno telah berakhir, dan kedamaian kembali ke Desa Sukamakmur. Hanya waktu yang akan menjawabnya.
Setelah ritual penyucian yang dipimpin Mbah Suro selesai, warga Desa Sukamakmur membubarkan diri dengan perasaan campur aduk. Ada kelegaan karena ritual telah selesai, namun juga masih ada rasa was-was yang belum sepenuhnya hilang.
Beberapa warga masih berbincang-bincang di sekitar lapangan, berbagi cerita dan pengalaman selama teror Angelica dan Bruno. Suasana masih terasa hening, berbeda dari suasana tegang dan ketakutan beberapa hari sebelumnya.
Anak-anak yang tadinya takut bermain di luar rumah kini mulai berlarian kecil, mencoba merasakan kembali kebebasan yang sempat hilang. Para ibu-ibu mulai beres-beres, menyapu sisa-sisa bunga dan beras kuning yang ditaburkan Mbah Suro.
Pak Karto, kepala desa, menghampiri Mbah Suro untuk mengucapkan terima kasih. "Terima kasih, Mbah, atas segala usaha dan kerjamu," katanya dengan tulus.
Mbah Suro tersenyum lemah. "Semoga ritual ini berhasil, Pak Karto. Namun, kita tetap harus waspada dan saling menjaga."
Perlahan-lahan, warga Desa Sukamakur kembali ke rumah masing-masing. Mereka berharap, teror Angelica dan Bruno benar-benar telah berakhir, dan kedamaian kembali menyelimuti desa mereka. Namun, beberapa dari mereka masih merasa sedikit was-was, menunggu beberapa hari ke depan untuk memastikan bahwa semuanya telah aman. Kejadian ini akan selalu menjadi kenangan yang tak terlupakan bagi warga Desa Sukamakmur.
.