Berada di dunia yang mana dipenuhi banyak aura yang menjadi bakat umat manusia, selain itu kekuatan fisik yang didapatkan dari kultivasi melambangkan betapa kuatnya seseorang. Namun, lain hal dengan Aegle, gadis belia yang terasingkan karena tidak dapat melakukan kultivasi seperti kebanyakan orang bahkan aura di dalam dirinya tidak dapat terdeteksi. Walaupun tidak memiliki jiwa kultivasi dan aura, Aegle sangat pandai dalam ilmu alkemi, ia mampu meracik segala macam ramuan yang dapat digunakan untuk pengobatan dan lainnya. Ilmu meraciknya didapatkan dari seorang Kakek tua Misterius yang mengajarkan cara meramu ramuan. Karena suatu kejadian, Sang Kakek hilang secara misterius. Aegle pun melakukan petualang untuk mencari Sang Kakek. Dalam petualang itu, Aegle bertemu makhluk mitologi yang pernah Kakek ceritakan kepadanya. Ia juga bertemu hantu kecil misterius, mereka membantu Aegle dalam mengasah kemampuannya. Bersama mereka berjuang menaklukan tantangan dunia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Chu-Chan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 5
Setelah beberapa lama termenung dan menguatkan dirinya, Aegle memutuskan untuk membuka peti rahasia yang ditanam kakek tua di bawah pohon besar. Dengan hati berdebar, ia mengangkat tutup peti dan terkejut menemukan barang-barang misterius di dalamnya. Di antara benda-benda yang ada, terdapat sebuah cincin berwarna perak dengan ukiran halus, sebuah buku alkemis, buku kultivasi, tas berukuran sedang, serta beberapa botol kaca berisi cairan berwarna-warni, jubah dan beberapa benda lainnya.
Aegle lalu tersenyum riang saat melihat buku alkemis yang belum pernah ia lihat sebelumnya. Sangat antusias, ia membuka lembar demi lembar buku, kagum pada beragam ilmu pengobatan yang dituliskan di sana. Ia mendapati banyak cara meracik ramuan, memanfaatkan tanaman herbal, dan bahan-bahan alamiah untuk menciptakan obat-obatan.
Lalu, ia mengalihkan perhatian ke tas yang ditemukan dalam peti. Saat mencoba memasukkan barang-barang dari peti ke dalam tas itu, ia tertegun melihat bagaimana benda-benda itu seolah “menghilang.” Ternyata, tas ini adalah ruang penyimpanan tanpa batas benda magis yang sangat berguna untuk menyimpan banyak barang dan tetap ringan saat dibawa. Tas ini pasti akan sangat membantunya di perjalanan.
Aegle lalu mengemasi benda-benda lain yang ia rasa dibutuhkan saat melakukan perjalanan panjang. Setelah mengemasi barang-barangnya, Eagle kemudian mengambil selembar pakaian untuk mengantikan pakaiannya yang sudah lusuh dan berlumpur yang ia kenakan itu. Ia membersihkan dirinya.
Aegle yang telah siap, berdiri di muka pintu. Ia mengamati sekelilingnya, ia merasakan perasaan sedih yang mendalam, bagaimana tidak ini adalah rumah yang telah membesarkan dirinya tempat teraman yang pernah ia tinggali. Matanya mulai berair mendakan kesedihan dan pilunya perasaannya.
Aegle menoleh ke arah kebun kecilnya, ia mengamati beberapa tanaman yang menurutnya bisa diselamatkan. Ia memasukan tanaman itu kedalam tasnya.
Setelahnya, ia merapikan jubah ditubuhnya begitu juga dengan tas magic yang dibawanya. Ia menarik napas panjang.
“Sampai jumpa rumah kecil, sampai jumpa kebun kecil. Terima kasih untuk segalanya.” Ungkap Aegle sembari mengelap matanya yang berlinang air mata.
Matanya berkaca-kaca, namun ia segera menepis kesedihan itu. Sambil menggenggam tasnya erat. Dengan langkah pasti, ia pun meninggalkan rumah kecilnya, siap untuk memulai petualangan dan menemukan takdir barunya.
Aegle berjalan menapaki hutan belantara itu, perasaan takut dan gelisah menyelimuti dirinya. Aegle kebingungan harus kemana ia pergi. Berjam-jam sudah Aegle berjalan, namun ia masih berada didalam hutan.
“Huuufftt... Harus berapa lama lagi Aku berjalan.” Keluh Aegle.
Perutnya meraung, ia sudah merasa lapar. Sejak kemarin ia belum memakan apapun. Ia melihat keadaan sekitar. Apakah ada sesuatu yang bisa dimakan. Mungkin saja ia bisa menemukan buah.
Aegle seketika tersenyum saat ia menemukan, buah berry dibawah pohon yang berada didepannya. Ia bergegas berlari ke arah pohon itu. Ia memetik buah berry itu lalu memakannya dengan lahap. Beberapa berry lainnya ia petih untuk sebagai cadangan makanannya saat berjalan nanti.
Beberapa saat kemudian, perutnya terasa penuh, ia sudah sangat kenyang. Dia menarik napas lega. Dia beristirahat sejenak setelah makan sebelum memulai perjalanannya. Ia mulai linglung, dalam benaknya dia bertanya harus kemana. Kakek tidak memberikan informasi yang jelas kepadanya.
Aegle duduk termenung memikirkan langkah selanjutnya, namun tanpa ia sadari sepasang mata sedang mengintainya dari kejauhan.
Gemericik bunyi dedaunan, menyadarkan Aegle terhadap sesuatu. Aegle kemudian berdiri dan mulai dalam posisi siaga. Ia memerhatikan keadaan sekitar. Memastikan perasaan cemasnya yang tiba-tiba saja muncul.
Dari kejauhan, dia melihat semak-semak yang bergerak. Jantungnya berdegup sangat kencang. Ia menggenggam tali tasnya dengan kuat. Sembari menebak sesuatu yang akan keluar dari semak belukar disampingnya.
Semak belukar bergoyang pelan, kemudian semakin keras seiring suara dengusan yang terdengar mendekat. Tiba-tiba, sesosok babi hutan muncul dari balik dedaunan lebat. Tubuhnya besar dan kekar, dengan bulu yang kasar dan mata kecil yang tajam mengawasi sekitar
"Grrooaaah!" Babi hutan menggeram keras, suara berat dan dalam.
Suaranya menggema di antara pepohonan, menambah kesan menakutkan dalam keheningan hutan. Babi hutan itu menjejakkan kakinya ke tanah, mengoyak sedikit permukaan tanah dengan kukunya, siap menyerang.
Bulu kuduk Aegle merinding, tiba-tiba tubuhnya membeku. Ia seperti patung yang tidak dapat bergerak. Ia pun dengan sigap memecah keheningan. Dengan langkah kecilnya, ia mulai berlari sembari berteriak dengan kencang.
Babi hutan itu pun ikut mengejar Aegle yang sedang berlari ketakutan. Aegle berlari semampunya, dengan fisik yang lemah Aegle hanya pasrah jika ia akan menjadi santapan babi hutan tersebut.
Dalam pelariannya, Aegle menutup mata tidak ingin melihat tragis hidupnya. Namun, tanpa ia ketahui bahwa dia sudah berada diujung tebing yang dibawahnya terdapat kolam yang sangat dalam.
Tubuh Aegle merinding, apa yang harus ia lakukan. Harus memilih dua jalan yang sama-sama membawanya pada kematian. Babi hutan itu semakin mendekat kepada Aegle dengan dengusan yang kasar. Membuat Aegle semakin ketakutan.
Aegle yang terus dipojokan babi hutan itu, mundur dan akhirnya terjatuh ke kolam. Aegle yang tidak bisa berenang meronta-ronta ingin keluar dari kolam itu. Namun, naas ia tidak memiliki harapan tersebut.
Ia tenggelam semakin dalam, napasnya mulai berat. Kesadarannya mulai sirna, bayang-bayang kakek terlintas detik-detik terakhir.
“Kakek, maaf Aku tidak bisa memenuhi keinginanmu.” Batin Aegle.
Tubuhnya jatuh semakin dalam ke dasar kolam itu. Tangannya menyentuh rantai sebelum kesadarannya hilang sepenuhnya.
“Cahaya apa itu? Ada orang yang sedang berenang ke arahku.” Batin Aegle.
Aegle pun kehilangan kesadarannya.