"Hidup aja, ikutin kemana arus bawa lo. Teruskan aja, sampe capek sama semua dan tiba-tiba lo bangun dirumah mewah. Ucap gue yang waktu itu ga tau kalo gue bakalan bener-bener bangun dirumah mewah yang ngerubah semua alur hidup gue "- Lilac
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Razella, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Le Minerale
"Menurut lo nona sikapnya kaya gitu tuh wajar ngga sih?" Raja yang kini tengah duduk dengan tangan menumpu kepala diatas meja, bertanya sambil menatap Rama yang wira-wiri kesana-kemari menyiapkan apa yang diminta Lilac. Sedangkan yang diajak bicara hanya mengedikkan bahunya.
"Wajar. Emang kenapa? Dia tumbuh ditempat yang bahkan kita ga tau. Gua ngga mau bahas ini, Ja. Ayo bantuin gue nyiapin ini." Rama melempar sendok plastik kearah sahabatnya itu. Raja malah mendengus melihat Rama. Tugas keduanya memang hanya untuk menemani Lilac. Memang sejak lama, semua ini sudah disiapkan untuk wanita itu. Bahkan saat Lilac masih seukuran jagung dalam janin ibunya. Jangan bertanya siapa yang memberi mereka perintah, karena keduanya hanya menerima dan menjalankan. Mereka pun tak pernah kenal siapa yang ada dibalik semua ini.
Keduanya membawa beberapa piring dan juga alat makan lainnya. Walau harus beberapa kali kembali dari dapur ke halaman belakang yang memang lebih bisa disebut kebun itu sambil membawa barang-barang. Bisa keduanya lihat Lilac begitu tenang saat menancapkan batang pohon singkong yang siap tanam itu ke tanah. Wanita itu tak banyak bicara, hanya menanggapi obrolan-obrolan para ibu-ibu dan sesekali menjawa jika ditanya. Jika tidak tahu harus menjawab apa, ia akan tersenyum malu.
Tepat saat jam sudah menunjukkan jarum pendek hampir menyentuh angka sepuluh, mereka semua terpaksa berhenti. Iya, terpaksa berhenti. Karena Raja sudah terlihat seperti banteng mengamuk saat melihat Lilac yang tadi pagi segar kini jadi penuh keringat. Bahkan peluhnya turun beberapa kali hingga ke alis.
"Atuh, non ayuuukkk. Makan dulu, non." Laki-laki itu terlihat menghentakkan kakinya karna kesal. Lilac saja yang melihatnya dari jauh hanya bisa terkekeh pelan. Dia benar-benar terlihat menggemaskan.
"Manis, ayo makan dulu ya? Kasian itu Eja udah mencak-mencak. Nnati kalo udah muncul tanduk bisa habis kebun ini sama dia." Ucap bu Aini sambil bangun dari duduknya. Lilac pun mengangguk dan berjalan beriringan dengan bu Aini ke arah Raja dan Rama yang sudah menunggu. Namun saat sampai Lilac mengernyitkan keningnya. Tanpa mengatakan apapun, wanita itu masuk kedalam rumah dan kembali dengan piring yang lebih banyak ditangannya. Begitu juga dengan sendok.
"Loh, non. Ini udah ada piringnya. Itu kebanyakan non."
"Ngga papa. Kita ajak mereka makan sekalian." Setelah meletakkan alat makan, Lilac menghampiri beberapa pekerja yang masih melanjutkan kegiatan mereka. Mengajak mereka untuk ikut makan bersama dan berbincang-bincang. Berakhirlah semua orang itu berkumpul dan makan bersama.
"Nona ngga papa makan begini? Apa mau diatas aja?" Tawar Rama sambil menatapnya tak yakin. Padahal nasi dipiringnya sudah tinggal separuh dia baru bertanya.
"Ngga papa. Kalian belum pernah makan kayak gini kah? Kenapa keliatan kaget pas aku bilang aku sering makan kaya gini?"
Pertanyaan Lilac membuat mereka semua diam. Sejujurnya semua pekerja pun tak pernah lagi merasakan bagaimana rasanya makan bersama sambil duduk dipinggir kebun seperti ini. Hidup dilingkungan rumah yang kini Lilac tempati saja sudah membuat mereka senang dan jarang makan seperi itu.
"Manis sering makan seperti ini? Sama siapa?" Tanya bu Aini sambil menatap Lilac dengan bingung.
"Dulu nenek, ibu sama ayah punya sawah. Walau ngga terlalu lebar tapi sawah itu bisa mereka garap sendiri. Atau mungkin waktu mereka ada uang dan minta bantuan buruh lain buat garap sawa bareng, mereka bakal makan kayak gini selesai kerja. Itu udah dulu banget, dulu banget pas aku masih SD."
Semua orang yang ada disana mengangguk mendengar cerita Lilac. Sejujurnya Lilac merasa aneh saat ternyata mereka tak tahu apapun tentang dirinya. Mereka mengaku hanya disuruh untuk menyiapkan semua ini untuk Lilac saat ia sudah tiba disini. Lilac bahkan belum bertemu dengan orang yang mereka maksud.
"Permisi semua. Ini ada kiriman." Seorang satpam masuk dengan sekardus air mineral ditangannya. Rama yang melihat satpam itu kesusahan pun langsung sigap membantu.
"Ini dari siapa pak?" Tanya Raja sambil membuka kardus itu.
"Saya kurang tau nak Raja. Tadi tiba-tiba ada tukang paket yang nganter." Mendengar bahwa kiriman tersebut diantar oleh tukang paket, semua orang yang ada disana menatap si satpam dengan tatapan bertanya.
"Tukang paket, Din?" Bu Aini mencoba memperjelas ucapan si Satpam a.k.a pak Udin.
"Iya, bu. Tukang paket, tukang paket."
Barulah saat pak Udin sedikit menekan kata tukang paket, semua orang disana bernapas dengan lega. Lilac yang melihatnya tentu saja hanya diam. Wanita itu sebenarnya bingung apa yang tengah terjadi, namun disisi lain semua orang yang ada disitu tak bisa ia mintai kejelasan. Mungkin benar apa yang dikatakan bu Aini, ia hanya perlu percaya dan yakin bahwa semua orang yang ada disini memang hidup dengannya dan mereka bisa menjaga Lilac dengan baik.
"Non mau buka minumnya? Atau mau minum teh aja?" Tanya Rama saat melihat Lilac hanya menatap kardus kemasan air mineral itu dengan alis yang sedikit berkerut. Mendengar pertanyaan Rama, Lilac mengeluarkan satu-persatu kemasan botol Le Minerale itu dan membagikannya pada semua orang.
"Kalian boleh minum air ini juga kok. Ayo minum ini aja. Kalian harus banyak minum air mineral."
Rama dan Raja terlihat bingung saat melihat Lilac berubah begitu senang saat menatap kemasan botol Le Minerale itu.
"Nona suka Le Minerale ya?"
Lilac menganggukkan kepalanya dengan cepat. Jika boleh jujur, Lilac memang begitu menyukai Le Minerale.
"Kenapa bisa suka sama Le Minerale? Karna ada manis-manisnya?" Pertenyaan Raja membuat Lilac terkekeh pelan.
"Ngga juga. Dulu saya pernah ketemu sama seseorang dan waktu pertama kali ketemu kaya gitu, dia langsung ngatain saya pendek. Mungkin itu udah dua tahun yang lalu atau mungkin tiga tahun lalu. Saya lupa. Dan setelah itu dia malah nyuruh saya sering-sering minum Le Minerale. Katanya kandungan air nya banyak kalsiumnya. Biar saya cepet tinggi."
Semua orang kembali mengangguk mendengar cerita si nona.
"Nona..."
Panggilan pelan dari Raja membuat Lilac menoleh kearah pria itu.
"Tolong kasi tau kami kalo nona sedih lagi. Tolong jangan pernah ngerasa bener-bener sendiri. Jangan merasa semua kisah hidup yang nona alami itu memalukan buat didengar orang lain. Kami disini bukan orang lain nona. Kami disini ada buat nona."
Lilac terdiam mendengar ucapan Raja. Bahkan semua orang yang ada disana pun ikut mengiyakan dengan menganggukkan kepala. Sungguh ia makin bingung dengan situasi saat ini.
"Sebenarnya kalian siapa..."
Tanya itu tak menemukan jawab bahkan setelah beberapa hari terlewat. Ya, terlewat begitu saja, membiarkan semua nya kembali berjalan seperti tadi pagi.