Berjuang sendirian sejak usia remaja karena memiliki tanggungan, adik perempuan yang ia jaga dan ia rawat sampai dewasa. Ternyata dia bukan merawat seorang adik perempuan seperti apa yang dirinya sangka, ternyata Falerin membesarkan penghianat hidupnya sendiri.
Bahkan suaminya di rebut oleh adik kandungnya sendiri tanpa belas kasihan, berpikir jika Falerin tidak pernah memperdulikan hal itu karena sibuk bekerja. Tapi diam-diam ada orang lain yang membalaskan semua rasa sakit Falerin. Seseorang yang tengah di incar oleh Faldo, paparazi yang bahkan sangat tidak sudi menerima uangnya. Ketika Faldo ingin menemui paparazi itu, seolah dirinya adalah sampah yang tidak pantas di lihat.
Walaupun Falerin terkesan selalu sendiri, tapi dia tidak sadar jika ada seseorang yang diam-diam melindunginya. Berada di saat ia membutuhkan pundak untuk bersandar, tempat untuk menangis, dan rumah yang sesungguhnya. Sampai hidupnya benar-benar usai.
"Biarin gw gantiin posisi suami lo."
Dukungannya ya guys
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Angel_Enhy17, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
⋇⋆CHAPTER 4 : SIAL ⋆⋇
Falerin berada di dalam ruangan pribadinya, bersama dengan Harka. Tidak akan ada yang berpikiran aneh, karena semua orang yang berada di perusahaan itu juga tahu jika Harka memang dekat dengan Falerin seperti perannya sebagai seorang kakak. Sangat mengharukan sekali, semua tindakan Harka bahkan tidak bisa di tebak hanya untuk sekedar mengawasi Falerin.
Pria itu nampak dengan telaten merawat Falerin sudah seperti belahan jiwanya. Dia berusaha melindungi Falerin sebisa dan semampunya, selama ini ia adalah saksi bisu perjuangan Falerin membangun keluarganya dan menghidupi manusia-manusia tidak tahu diri itu. Bagaimana wanita itu berjuang seorang diri membangun semua ini, tidaklah mudah perjuangannya dan di ceritakan pun tidak akan cukup untuk sehari saja.
"Gimana? Udah agak baikan?"
Falerin menatap ke arah Harka dan mengangguk, walaupun nafasnya masih sesenggukan. Tetapi, Falerin berusaha mengendalikan air matanya agar tidak terus turun. Dengan sabar Harka mengusap air mata perempuan di depannya itu dengan tisu, entah kenapa Harka merasa dirinya terlalu banyak berharap?
"Aku gak apa-apa, kamu bisa melanjutkan projek lagumu lagi. Terimakasih... "
"Apa tidak masalah kalau aku-" Tiba-tiba saja ucapannya di jeda, itu adalah reflek ketika suara pintu terbuka di sana.
Membuat kedua orang itu menoleh secara bersamaan, Falerin mencoba agar tidak terlihat seperti menangis di sana. Seketika raut wajahnya berubah menjadi dingin dan angkuh, di depan pintu berdiri sosok Faldo bersama dengan asistennya.
Mereka sama-sama melihat keberadaan Falerin bersama dengan aktornya itu. Harka mencuri pandangan ke arah Falerin, sekedar memeriksa keadaan perempuan itu saja. Tapi ternyata, ia tidak perlu khawatir terlalu banyak sekarang karena nampak raut wajah perempuan itu seketika berubah saat melihat Faldo di sana.
Sedangkan Faldo? Dia melihat semua itu seketika menahan amarah, diam-diam dia mengepalkan kedua tangannya menahan amarahnya agar tidak meledak di sana. Karena sekarang posisinya Harka adalah aktor berpengaruh, jika saja dia menyakiti Harka sedikit saja. Mungkin reputasinya akan semakin menurun nantinya.
"Kalian berdua sejak tadi?"
Harka awalnya sedikit heran dengan pertanyaan yang Faldo ucapkan itu. Namun, dia seketika paham dengan situasi yang seperti ini. Dia melirik ke arah asisten yang berada di belakang Faldo, dia nampaknya mengenal orang itu sekarang. Kenapa dunia begitu sempit?
"Ah, saya rasa saya terlalu lama di sini ya. Tenang saja, tuan Faldo. Kami berdua tidak tengah bermesraan diam-diam di belakang anda, saya dan nyonya Falerin tengah membicarakan projek baru saya bulan depan. Anda jangan panik seperti itu, saya akan keluar tenang saja. Saya permisi dulu ya... "
Harka berpamitan, dia pun pergi begitu saja memberikan waktu untuk kedua pasangan suami istrinya. Bersama dengan asisten pribadi Faldo yang juga ikut keluar bersama Harka. Di dalam sana meninggalkan Faldo dan Falerin di sana.
Falerin duduk di kursinya dengan sangat angkuh, ia menyembunyikan kesedihan yang ia rasakan dengan aura yang sangat angkuh dan terlalu tinggi itu. Faldo duduk di sofa, melempar sebuah file yang membuat Falerin kebingungan.
"Kau harus membantu ku menyelesaikan masalah ini-"
"Untuk apa? Untuk menutupi perselingkuhan mu dengan adik ku yang jelas aku sudah mulai tahu? Memperbaiki nama perusahaan mu dari skandal besar seperti ini tidak mudah, jangan hanya gunakan aku. Gunakan Rumi untuk konfirmasi, karena hanya aku saja itu tidak akan membuktikan apa pun." Jelasnya dengan sangat telaten.
Falerin tahu dan pernah mengalami hal ini, bedanya topik saja. Di sini Falerin tidak terlalu merasa iba karena sakit hatinya yang masih ada dan membekas di dalam dadanya. Kenapa ini begitu sulit? Semoga saja rasa sakit di hatinya tidak kalah dengan perasaan bodoh yang ia rasakan sekarang.
"Jika kau tidak membantu ku, orang tua ku akan mengira jika kita benar-benar tidak pernah dekat,"
"Memang itu benar, fakta apa yang akan kamu sangkal?" Falerin memang sangat ahli dalam hal mengendalikan ekspresinya, dia terus bermain di sana.
"Falerin, kamu istri ku-"
"Baru kau mengakui aku sebagai istri mu? Kemana saja selama ini? Apa Rumi tidak cukup bermanfaat bagimu?" Faldo menggeram menahan emosi, melihat Falerin beranjak dari tempat duduk kebanggaannya dan menghampirinya dengan ekspresi angkuhnya yang masih menghiasi wajah cantiknya itu.
Perempuan itu mengambil file itu, kemudian membaca apa yang ada di dalam sana. Sudah seperti skenario drama saja. Falerin harusnya memperkerjakan Faldo saja menjadi penulis dan produser film. Mungkin itu akan membuat keuangan perusahaannya menjadi berkembang lebih pesat. Ide bagus, tapi tidak untuk sekarang.
Falerin melempar file itu tepat di atas Faldo, dia sangat muak dengan semua ini. Apakah kesabarannya masih kurang cukup? Apakah ia masih kurang membebaskan pria itu dalam memilih pasangannya sendiri?
"Jika kau mau lepas dari skandal ini, ceraikan aku. Maka aku akan dengan senang hati akan-Aahk!" Seketika tubuhnya terbentur oleh bantalan sofa dengan leher yang di cekik dengan kuat.
Tidak ada orang lain di sana selain mereka berdua, tentu saja pelakunya adalah Faldo. Pria itu dengan penuh emosi membenturkan badan istrinya ke sofa dan mencekik leher perempuan itu dengan kuat, tidak memperdulikan apa pun dia melakukannya. Di sana wajah Falerin mulai memucat, cengkraman kuat itu tidak membuat Falerin menghilangkan ekspresinya yang sangat menantang, walaupun air matanya menetes di sana. Tidak bisa di bohongi, ia terlalu sakit hati dengan apa yang Faldo lakukan kepadanya. Dari dulu, pria itu bahkan tidak pernah melirik nya seinci apa pun dari dirinya.
"Jaga ucapan mu, aku tidak akan pernah menceraikan mu." Di sana Falerin mencoba melepaskan cengkraman kuat Faldo, walaupun rasanya mustahil saja karena ia mulai merasa terlalu sesak.
Falerin masih sempat terkekeh di sana, dengan air matanya yang menetes penuh dengan kepedihan yang ia rasakan. Jujur, ia tidak akan pernah memilih untuk menikah jika ia tahu semua ini akan terjadi kepadanya. Perjanjian kesuksesan akan lebih ia lupakan jika seperti ini, lebih baik kesulitan dari pada harus berhadapan dengan pria seperti Faldo.
"Egois sekali kau, Faldo. Kamu tidak mau melepaskan aku, tapi kamu juga masih bermain di belakang dengan adik ku? Manusia macam apa kamu-Aahhk! Lepaskan!"
"Dengar ini, aku tidak akan pernah menceraikan mu. Meskipun kau nekat bunuh diri, aku akan menghentikan mu. Karena kamu lebih berguna dari Rumi,"
"Hahahaha!! Baru kau mengatakan itu? Kau memang pria brengsek, jauh-jauh dari hidup ku!" Falerin mendorong Faldo dengan kuat, memukul kepala pria itu sampai cengkraman itu terlepas darinya.
Di sana Falerin dengan susah payah melepaskan diri, berdiri tegak dengan nafasnya yang tidak beraturan di sana. Dan entah sejak kapan pintu terbuka memperlihatkan sosok gadis yang mulai ia benci. Rumi, dia menatap ke arah Faldo dengan terkejut dan menghampiri Falerin. Bersikap seolah dia khawatir dengan kakaknya, seolah dia lupa dengan apa yang dia lakukan.
"Kakak?! Kakak gak apa-apa? Leher kakak-"
Ketika Rumi hendak menyentuh perempuan itu, di saat itu juga Falerin melangkah mundur dan menghindari kontak fisik dengan Rumi. Dengan nafas yang masih tidak bisa ia kendalikan, Falerin dengan penuh ke angkuhannya menunjuk ke arah pintu keluar.
"Keluar kalian dari perusahaan ku,"
"Kakak-"
"JANGAN PANGGIL AKU KAKAK!!! KELUAR!!"