Bercerita tentang seorang pemuda yang ditinggal menikah oleh wanita pujaannya dengan sahabatnya sendiri. Lebih tepatnya wanita yang disukainya itu pasangan sahabatnya sendiri. Ia menyukai wanita itu karena ada hal istimewa yang ada di dalam wanita itu.
Berbagai cara, dia lakukan untuk melupakan wanita itu. Namun hasilnya nihil, dia sudah berusaha untuk melupakannya. Dan itu sulit baginya. Wanita itu terlalu membekas di hatinya.
Hingga akhirnya ia bertemu wanita lain yang membuatnya jatuh cinta. Wanita sederhana dan senyum manisnya, yang membuatnya jatuh cinta. Berbagai cara dia lakukan untuk menyatukan cintanya pada wanita itu. Namun lagi-lagi ada halangan besar yang menghalangi perbedaan mereka.
Lalu apa yang akan dilakukan pemuda itu? Apakah pemuda itu tetap melanjutkan pilihan hatinya?
Atau dia akan menyerah dan merelakan wanita itu bersama dengan yang lain?
Ingin tahu lebih lanjut ceritanya, jangan lupa untuk membaca kisah selengkapnya....
Happy reading....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jyoti_Pratibha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 5
“Kau sudah mengurus surat izinnya?”
“Tentu kau pikir aku akan memperbaikinya secara ilegal?”
“Bisa saja, bukankah kemarin kamu memperbaiki jalan secara ilegal?”
“Itu karena keadaan darurat, jika saja bukan keadaan darurat aku tidak akan memperbaiki nya. Lagi pun jalan yang kuperbaiki juga bermanfaat bagi orang lain juga bukan? Secara tidak langsung aku menyelamatkan banyak nyawa dari jalan itu.”
“Terserah lah.”
Atlas yang memang pada dasarnya adalah orang yang jahil, maka pria itu akan terus menjahilinya terus-menerus.
Sangat menyenangkan baginya ketika melihat temannya itu berwarna merah wajahnya.
Atlas ketika dihubungi temannya itu tentang jembatan rusak pun langsung datang ke desa ini, besoknya.
Dia pikir pria itu tidak akan peduli terhadap keadaan sekitar. Dan tentu dia juga kaget dengan asisten Derandra menghubunginya untuk memperbaiki jembatan.
Derandra yang dikenalnya tidak pernah peduli dengan sekitar dan tidak pernah update dengan keadaan sekarang. Benar-benar terkejut melihat pria itu yang berubah begitu saja.
Terbiasa hidup individu di kota dan hanya peduli dengan dirinya sendiri, membuat seorang Derandra tidak akan pernah mencampuri urusan orang lain bahkan negara. Pria itu di hidupnya hanya dirinya, orangtuanya, temannya dan juga kekasih. Jika punya.
Dan Derandra yang sekarang, Atlas benar-benar takjub dengan perubahan sikap temannya itu.
Atlas berpikir, kemungkinan Derandra mendapat hidayah dari desa ini. Agar sadar bahwa hidup terlalu individu itu tidak enak. Dan juga tidak bagus untuk psikis tentunya.
Manusia hidup bukan hanya untuk diri mereka sendiri. Manusia hidup saling berdampingan, dan tentu sebagai makhluk sosial tidak seharusnya manusia menyendiri karena hanya perduli dengan dirinya sendiri.
Terkadang hidup berdampingan dan peduli terhadap sekitar justru akan membawa dampak baik bagi diri sendiri. Hidup tidak melulu tentang pekerjaan dan diri sendiri, masih banyak hal yang harus dipelajari tentang kehidupan. Dan kehidupan yang dijalani tidak lah sependek itu.
Bagi Atlas sebagai manusia yang memiliki banyak karyawan dari berbagai latar belakang, mengajarkan apa yang namanya hidup syukur.
Karyawannya yang banyak serta para pekerja kuli bangunan dari berbagai latar, yang memiliki masalah hidup masing-masing. Membuat Atlas sedikit demi sedikit memahami arti kehidupan.
Hal sederhana yang dilakukan karyawannya membawa dampak besar bagi Atlas yang pernah meremehkan suatu pekerjaan.
“Tempat ini masih sangat asri, dan juga natural. Tak banyak kendaraan yang berlalu lalang di sekitar sini. Aku yakin orang-orang yang tinggal disini pasti memiliki umur yang panjang.”
“Benar, warga sini jam 4 pagi sudah bangun dan beraktivitas. Seperti menyapu, berjalan-jalan bahkan ada yang merokok sambil jalan. Dengan hawa dingin seperti ini apa mereka tidak merasakan kedinginan ya? Aku saja heran dengan kehidupan orang-orang disini?”
Derandra dan Atlas kagum dengan kehidupan di desa ini. Orang-orang desa yang ada disini benar-benar hidup sehat. Bahkan ada orang tua yang merokok di jam 5 nan, setelah ibadah subuh. Pikir mereka, kemungkinan umur orang tua itu 80-an keatas.
Karena dilihat dari tubuh ringkihnya, orang-orang disini masih kuat untuk merokok dan berjalan kaki."
“Hidup sederhana, dan tetap melakukan pekerjaan sesuai dengan apa yang didapatkan mereka”heran Derandra. “Mereka benar-benar hidup dengan cara sederhana, namun nikmat.”
“Di serba kekurangan itu, mereka diajarkan untuk kreatif dan memiliki etos kerja agar keberlangsungan hidup mereka lebih lama. Dan juga dengan kekurangan yang mereka miliki tentunya.”
“Benar, terkadang kita terlalu banyak mengeluh dengan keadaan. Sampai lupa bahwa ada yang lebih menderita daripada kita. Aku jadi menyadari bahwa hatiku selama ini terlalu keras terhadap keadaan sekitar hingga lupa bahwa ada yang lebih menderita daripada diriku.”
Atlas tersenyum tipis mendengarnya. Ia tahu temannya itu masihlah teman yang baik padanya.
Hanya saja dirinya terlalu tidak peduli dengan keadaan dan terlalu dibutakan cinta yang akhirnya membuat menderita.
“Sudahlah mari kita bahas yang lain, aku ingin tahu bagaimana progres mu dalam membangun restoran disini”ajak Atlas dengan merangkul pundak temannya itu dan membawanya ke dalam warung yang ada di dekat sini.
Derandra benar-benar belajar banyak hal ketika di desa ini. Entah itu tentang kesederhanaan, etos kerja, kebaikan, keramahan, dan cara peduli terhadap sekitar.
Setelah mereka selesai membahas progres perkembangan restorannya. Kini Derandra berpisah dengan Atlas dan kembali melihat jembatan itu sendiri. Derandra melihat banyak orang yang kesusahan dalam melewati jembatan itu.
“Semoga dengan diperbaikinya nanti jembatan itu, akan memudahkan mereka dalam melewatinya”gumam Derandra.
Matanya benar-benar terpusat di jembatan itu. Banyak orang yang kesusahan melewati jembatan itu.
Namun mereka tetap bersukacita dalam bahu membahu. Derandra sangat berkesan dengan semangat mereka dalam mencari rezeki.
Namun ketika menatap banyak orang yang lewat. Ia mengenali orang yang lewat di jembatan itu. Senyum nya yang tak lepas dari wajah orang itu dan juga semangatnya dalam membantu membuat nya tersenyum tipis.
“Wanita itu? Bukankah dia karyawan cafe yang membuat masakan itu?”gumamnya. Derandra tersenyum cerah ketika mengingat wanita yang membuatnya jatuh hati pada masakannya.
Derandra pun mengenyahkan pikirannya dan bergegas mendekat ke arah jembatan itu. Dia ikut membantu para warga yang melewati jembatan itu. Tak ada keluhan dari mulutnya dan tak ada rasa keberatan dalam membantu mereka.
Barang yang sudah seharusnya sampai dari tadi harus mereka tinggalkan untuk membantu beberapa orang lewat di jembatan ini.
Setelah selesai Derandra kembali ke tempat berdirinya tadi dan meminum minuman yang diberikan beberapa warga yang membawa tadi.
Menyenangkan dan hati nya tak lagi mengeluh tentang saling membantu.
“Terima kasih”ucap wanita yang ada di depannya.
Derandra mendongakkan kepalanya dan melihat wanita itu tersenyum padanya. “Sama-sama”balasnya dengan senyum manis di wajahnya.
“Cukup melelahkan bukan membantu orang dengan menunda pekerjaan terlebih dahulu? Apalagi Anda bukanlah warga desa sini”tanya wanita dengan duduk di dekat jembatan rusak itu.
“Tidak juga,”jawabnya dengan menyusul wanita itu duduk disampingnya. “Membantu mereka memang menunda pekerjaan, tapi ada rasa kebahagiaan ketika membantu mereka. Yah meskipun menguras banyak tenaga, namun itu bukanlah suatu halangan bagiku.”
“Ternyata orang kota bisa berpikiran seperti itu. Kukira semua orang kota itu sama, yah meskipun tidak semuanya sih.”
“Maksudmu semuanya?”
“Itu hidup individu.”
Derandra terkekeh mendengar ucapan wanita itu. “Kau benar orang kota memang kebanyakan hidup individu. Termasuk diriku, namun ketika disini aku belajar banyak hal.”
“Belajar banyak hal? Tentang apa?”
“Tentang kesederhanaan. Tentang gotong royong juga, hidupku di kota terlalu individu dan tidak memikirkan keadaan sekitar. Dan juga hidupku di kota hanya tentang bekerja dan bekerja. Tentu aku tidak akan peduli tentang seperti ini di tempatku.”
Wanita itu tersenyum mendengar ceritanya. Memang benar yang diucapkannya, dia juga bekerja di kota sudah lama.
Dan tentu ia tahu kehidupan di kota itu seperti apa, wanita itu hanya menempatkan dirinya sebagai orang baru di kota.
“Oh iya kita sudah banyak mengobrol sampai belum mengenalkan satu sama lain”ucapnya dengan mengelap tangannya yang kotor di baju.
“Veronica warga asli desa ini”sodor tangannya pada Derandra.
“Derandra.”
ΩΩΩΩ
“Oke jadi hari ini kita mau kemana?”tanya Derandra dengan memegang sepeda yang dipinjamnya.
“Hm kemana ya enaknya?”tanya Veronica dengan memegang dagunya menggunakan telunjuk jarinya. “Kamu mau kemana dahulu?”
“Aku sih terserah, karena aku orang baru disini jadi aku hanya mengikuti mu saja”jawab Derandra.
“Bagaimana kalau kita pergi ke daerah sekolah dasar terlebih dahulu. Mungkin kamu akan menemukan permata tersembunyi di daerah sana”ucap Veronica.
“Benarkah?! Kalau begitu bawa aku kesana”jawab Derandra dengan nada antusias. Veronica menganggukkan kepalanya dan menaiki sepedanya terlebih dahulu.
Dia memimpin jalan terlebih dahulu. Sembari menuju kesana Veronica menjelaskan beberapa hal tentang desa ini. Wanita itu seperti pemandu khusus yang disewa Derandra untuk dirinya sendiri.
Sesekali mereka mengobrol berdampingan ketika jalanan sepi. Tentunya untuk menghindari kecelakaan yang akan mengakibatkan mereka terluka tentunya.
Veronica bercerita banyak tentang tempat yang dituju mereka. Dia bercerita disana akan ada permata tersembunyi yang jarang orang diketahui. Tak banyak orang yang tahu tentang hal itu, dan hanya dirinya saja yang mengetahuinya.
Veronica berusaha menyembunyikan tempat itu dari orang-orang agar tidak dirusak. Sangat sayang jika tempat permata itu akan diketahui banyak orang dan dirusak oleh mereka.
Veronica bisa dibilang bukanlah pecinta alam sejati, dirinya hanya peduli dengan lingkungan sekitar agar tidak rusak begitu saja. Veronica sangat sayang jika alam yang bagus harus dirusak oleh tangan manusia rakus hanya untuk memperkaya diri.
Banyak warga desa sekitar yang menolak bahwa desanya akan dijadikan tempat pariwisata karena tidak ingin alam yang mereka jaga rusak begitu saja
karena ulah manusia nakal.
Dan tentu saja pertentangan ini banyak didukung oleh banyak pihak, terutama pemerintah daerah setempat. Namun ada juga yang mendukung penolakan warga sekitar. Hingga akhirnya keputusan tetap ada di warga setempat. Dan pemerintah daerah tak bisa berbuat banyak jika warganya menolak, karena itu adalah milik mereka.
“Kita sudah sampai”ucap Veronica.
“Mengapa tempat ini jauh sekali, dan juga mengapa jalanannya susah? Astaga! Kamu membuatku berolahraga lebih banyak”keluh Derandra pada Veronica yang memarkirkan sepedanya.
Jarak mereka ketika bersepeda bisa dibilang sangatlah jauh ketika memasuki jalan terjang ini. Derandra yang baru bertemu dengan jalan seperti ini tentu tidak selihai Veronica yang sangat luwes dalam menghindari jalanan berlubang.
Veronica yang mendapat keluhan itu pun menyengirkan bibirnya. “Maafkan aku, aku lupa bilang padamu tadi. Jadi ayo capek mu itu akan terobati ketika melihat tempatnya.”
Veronica menarik tangan Derandra dengan sedikit memaksa. Ia pun menceritakan tentang asal usul tempat dan awal mula ia bertemu tempat ini pada Derandra.
Tangannya yang tak lepas dari lengan Derandra dan takut pria itu akan hilang nantinya. Karena pria itu pertama kalinya mengunjungi tempat ini.
Dan tentu ucapan Veronica bahwa ia akan hilang membuat bola matanya memutar jengah. Dalam hati, baru satu hari berkenalan dengan wanita ini sudah membuat dirinya kesal.
“Dan kita sudah sampai teman lihatlah!”ucap Veronica. Derandra melihat tempat yang diucapkan Veronica, dia melihat sekeliling tempat ini. Matanya terbelalak melihat tempat yang masih asri tanpa ada campur tangan manusia.
“Ini sangat indah! Bagaimana kau bisa menemukan tempat ini?”puji Derandra, ia masih menatap pemandangan di depannya ini.
“Hanya sedikit berjelajah dan akhirnya menemukan tempat ini. Tapi jangan bilang siapa-siapa ya karena baru kamu yang mengetahui tempat ini.”
Derandra menganggukkan kepalanya dan kembali fokus terhadap pemandangan yang ada di depannya.
Sungguh ini adalah karunia Tuhan dalam menciptakan alam. Air yang biru, pepohonan yang menjulang tinggi, burung yang berterbangan di sekitaran danau ini, batu-batuan yang bisa diduduki dan tempat berlindung untuk makhluk hidup. Serta pemandangan yang alami dan ini membuatnya jatuh hati pada tempat ini.
Sungguh lukisan alami ini adalah karunia Tuhan terindah yang pernah ia lihat. Alam memang menyimpan keindahan dan misteri yang mengejutkan. Dengan segala hal inilah yang harus dijaga agar tetap indah seperti ini.
“Apa kau yakin tempat ini tidak ada yang mengetahui selain dirimu Veronica?”
“Panggil aku Veron!. Untuk pertanyaanmu tadi, sebenarnya aku tidak yakin juga. Karena waktu pertama kali kesini, hanya ada diriku disini sendirian. Setelah itu aku berusaha menjaga tempat ini dari orang lain, akan sangat berbahaya jika tempat ini diketahui banyak orang.”
“Mengapa seperti itu? Bukankah akan bagus jika tempat ini diketahui banyak orang? Dengan begitu desa ini akan banyak wisatawan yang berbondong-bondong kesini untuk melihatnya. Dan juga untuk memajukan desa juga, dengan begitu akan ada yang namanya penghasilan dari wisatawan itu.”
“Iya juga sih, tapi aku tidak menginginkannya. Akan sangat beresiko jika banyak wisatawan yang berkunjung ke desa ini, dan tentu jika ujungnya merusak alam lebih baik tidak usah sekalian.”
Derandra menganggukkan kepalanya, ia paham maksud wanita itu. Memang benar yang dikatakannya, jika ada wisatawan yang masuk ke desa ini dan melihat banyaknya pemandangan serta ujungnya merusak alam sekitar.
Itu adalah hal yang percuma. Terkadang manusia jika diberi akal, hanya akan dipakai setengahnya. Setengahnya mereka simpan dan dikeluarkan saat emosi membludak.
“Jadi setelah ini kamu akan mengajakku kemana?”
“Apa kamu lapar?”
“Sedikit, perjalan menuju kesini sangat menguras tenaga ku.”
“Oke aku akan mengajakmu ke warung yang biasa warga setempat datangi.”
Mereka berdua kembali bersepeda untuk menuju ke tempat selanjutnya. Yaitu warung makan yang biasa didatangi warga setempat.
Warung yang dituju ini adalah warung yang sudah lama berdiri di desa ini. Warung ini dikelola oleh seorang wanita sepuh, dan tentu masakan wanita sepuh itu akan sangat khas dengan cita rasa makanan kuno.
“Kamu ingin memesan apa?”tanya Veronica.
“Ikut kamu saja”jawab Derandra. Matanya benar-benar fokus dengan bangunan tua ini.
Warung ini sangatlah sederhana dan juga cara masak mereka yang masih tradisional itu membuat aroma makanan disini lebih nikmat dari yang dikiranya.
“Aku dulu pernah bekerja disini.”
“Oh ya? Bagaimana bisa?”
“Tentu karena ini adalah warung makan yang masih mempertahankan ciri khasnya dan untukku yang lebih menyukai makanan seperti, aku memilih kerja disini karena itu tadi. Yah walaupun gaji yang kudapat tidak seberapa namun permata seperti ini tidak boleh disia-siakan bukan?”
“Benar, permata seperti ini tidak boleh disia-siakan begitu saja.”
“Semenjak aku bekerja disini, banyak hal yang membuatku belajar tentang masakan tradisional. Ada percampuran budaya juga dari daerah lain. Namun ada satu hal yang membuatku bangga bekerja disini.”
“Apa?”
“Resep yang diturunkan oleh mbahnya, benar-benar permata berharga bukan”ucap Veronica dengan tertawa lirih.
“Dasar”ucap Derandra menanggapi nya dengan ikut tertawa lirih juga.
salam hangat dari saya👋
jika berkenan mampir juga🙏