Cerita Dewasa!!!
***
Elkan, duduk bersilang kaki sambil bersedekap tangan. Matanya yang tajam menyoroti tubuh Alsa dari atas sampai ke bawah.
"Aku sangat puas dengan pelayanan yang kau berikan, maka dari itu, tinggallah di sini dan menjadi simpanan ku. Jangan risau, aku akan membayarmu berapa pun yang kau mau." Ujar Elkan penuh keangkuhan.
"Jangan harap! Aku tak sudi lagi berurusan dengan b*jing*n sepertimu. Cukup bayar saja yang semalam, setelah itu jangan lagi berhubungan denganku, anggap saja kita tak pernah saling mengenal."
"Hahaha!."
Elkan, suara tawa Elkan terdengar menggelegar. "Tak sudi berhubungan dengan orang sepertiku?." Tanyanya memastikan.
"Ingat, di kandungan-mu ada benihku, anakku! Mana mungkin kau tak akan berurusan lagi denganku?."
***
Jangan lupa ikuti akun:
Instragram:OH HA LU
Tiktok:OH HA LU
FB: OH HA LU
♥️♥️♥️♥️♥️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon MY. OH HA LU, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ketahuan Sedang Hamil
Ke-esokan harinya...
Alsa merasakan kepalanya yang sangat pusing. Rasanya dia sudah tidak sanggup lagi menyelesaikan pekerjaannya.
Menyadari Alsa yang tidak enak badan, Fifi langsung mendekati Alsa. "Kamu tidak apa-apa, Sa?." Tanyanya khawatir.
"Kepalaku pusing, Fi. Mungkin karena tadi pagi belum sempat sarapan." Jawab Alsa lemas.
"Lebih baik Istirahat makan dulu, Sa. Jangan di paksa kerja dalam keadaan seperti ini."
"Nanggung, Fi. Bentar lagi pekerjaanku sudah mau selesai."
"Tapi wajah kamu pucat bangat, loh. Aku takut kamu nanti malah kenapa-kenapa..
Bruk!!!
Belum sempat Fifi menyelesaikan kata-katanya, tiba-tiba Alsa telah kehilangan kesadarannya langsung terjatuh begitu saja dari kursinya.
Spontan saja, Fifi langsung berteriak meminta tolong kepada rekan-rekan yang lainnya.
"Tolong!."
"Alsa kenapa?." Tanya Kaisar, salah satu teman kerja mereka.
"Dia sedang sakit. Ayo bantu aku bawa Alsa ke ruang kesehatan." Ujar Fifi kepada pria tersebut.
Tampa banyak bertanya lagi, pria itu dan Fifi segera membawa Alsa ke ruang kesehatan.
"Jangan-jangan si Alsa sedang hamil? Aku pernah liat dia muntah-muntah di dalam toilet." Bisik Susi kepada sesama rekan kerja yang lainnya.
"Ah, yang benar?."
"Iya, aku enggak bohong!." Jawab Susi menyakinkan.
"Tapi kalo di lihat-lihat kayaknya sih, iya. Akhir-akhir ini dia memang pucat dan lemas terus."
"Nah! Kalo sampai beneran hamil, kasian banget, ya? Masa' belum nikah sudah hamil duluan?." Ucap Susi sambil gelang-gelang kepala.
"Kasihan sih... Tapi Alsa memang terlalu gampangan. Lihat saja dulu saat dia masih bekerja sebagai asisten Pak Drepa. Dia berani sekali dekati Pak Drepa." Sahut Lina tak habis pikir dengan kelakuan Alsa waktu dulu.
"Eh? Jangan-jangan anak itu anaknya Pak Drepa, ya?." Tanya Susi dengan wajah serius.
"Sepertinya tidak, deh!."
"Bisa saja 'kan? Pak Drepa dan Alsa gosipnya 'kan pacaran?."
Lina terdiam sejenak, kata-kata Susi ada benarnya juga.
"Bisa jadi. Tapi kalo melihat sikap Pak Drepa padanya dulu, sepertinya Alsa hanya di buat mainan saja deh. Soalnya Pak Drepa terlalu cuek dan terlalu dingin kepada Alsa." Ujar Lina mematahkan asumsi buruknya.
"Itu 'kan kalo di depan para karyawan saja. Bisa jadi ketika mereka sedang berduaan, Pak Drepa berubah menjadi orang yang bucin. Lelaki 'kan emang suka begitu."
"Iya juga, ya!."
"Aku semakin yakin kalo sebenarnya..
Susi tidak lagi melanjutkan kata-katanya ketika melihat Fifi telah kembali ke dalam ruangan kerja mereka.
"Nanti kita sambung ngobrol lagi di jam makan siang, ya?." Bisik Susi kepada Lina, lalu setelah itu kembali pada pekerjaannya masing-masing.
***
Kelopak mata Alsa mulai terbuka secara perlahan untuk menyesuaikan cahaya yang masuk ke dalam kornea matanya.
"Syukurlah. Akhirnya anda sadar juga." Ucap sang Dokter yang menangani Alsa.
"Aku di mana?." Tanya Alsa bingung.
"Kamu sedang berada di klinik kesehatan. Tadi kamu jatuh pingsan."
"Oh!."
Alsa mengangguk paham, lalu kemudian mencoba untuk duduk.
"Hati-hati!."
Sang Dokter itu pun membatu Alsa untuk duduk dengan gerakan perlahan. Kandungan Alsa lemah, jadi dia di anjurkan untuk tidak boleh banyak gerak dulu.
"Sebaiknya kamu ambil city dulu. Kasian janin yang ada di dalam kandungan-mu jika terus di paksa bekerja."
Deg!
Alsa kaget. Dia tidak menyangka kalo kehamilannya telah di ketahui oleh orang lain. Lebih-lebih yang mengetahui adalah seorang Dokter di tempatnya bekerja.
"K-kamu tahu?." Tanya Alsa tergagap.
Dokter itu mengulas senyum teduh sembari mengelus punggung Alsa penuh kelembutan.
"Tentu saja aku tahu, tapi kamu tenang saja, aku tidak akan bilang kepada siapa-siapa."
Alsa menghela napas lega. "Terimakasih sudah mau merahasiakan aib ku ini, Dok."
"Sama-sama."
Sang Dokter muda itu memberikan Alsa segelas air putih dan juga sebutir obat. "Minumlah!." Perintahnya.
"Baik."
Tanpa pikir panjang lagi, Alsa segera meminum obat yang Dokter Kiran berikan.
"Kandungan-mu sangat lemah. Sebaiknya kamu harus Bed rest untuk sementara waktu."
Alsa menggeleng lemah. "Kalo untuk Bed rest sepertinya aku tidak bisa deh, Dok. Jika aku tidak kerja, lalu siapa yang akan membiayai hidup ku?."
"Di mana keluarga mu?."
"Aku sudah tidak punya keluarga lagi. Aku sejak kecil hidup di panti asuhan."
Dokter Kiran cukup prihatin mendengar riwayat Alsa. Dia tidak menyangka jika wanita yang kelihatannya tanggung itu mempunyai kehidupan yang menyedihkan.
"Tapi jika tetap kamu paksa bekerja, janin kamu yang akan menjadi taruhannya."
Mendengar penyataan dari Dokter Kiran membuat Alsa menjadi delima. Bukankah bagus jika dia akan kehilangan janinnya? tapi kenapa dia malah sedih saat mendengarnya?.
"Apakah tidak ada cara lain selain bad rest?." Tanya Alsa.
Dokter Kiran menggelang. "Tidak ada."
Alsa menghela napas berat. Semakin hari hidupnya bukannya semakin bahagia malah semakin nelangsa.
"Baiklah, Dok. Akan saya pikiran nanti."
.
.
.
Tepat pukul 1 dini hari, Alsa terbangun dari tidur nyenyaknya karena merasakan perutnya yang lapar.
"Kamu lapar ya, Nak? Maaf, Ibu tadi tak sempat makan malam." Ucap Alsa sembil mengelus perutnya.
Alsa turun dari ranjang sembari mengikat rambutnya asal. Dia akan berkutat di dapur untuk membuat mie instan. Padahal ini sudah sangat larut malam, tapi rasa laparnya sudah tak bisa di tahan lagi.
Brak!!!
Ketika hendak menuang air galon ke dalam panci, tak sengaja Alsa malah terpeleset karena licin. Dia tak tahu kalo galon airnya bocor, sehingga membuat lantai di sekitar galon tersebut mengenang air.
"Akkhhhh... sakit..." Desisnya kesakitan.
Alsa merasakan perutnya yang amat sakit luar biasa. Bahkan tangannya tanpa sadar telah mencengkram kuat perutnya.
"Aarggghhh... Jangan menyiksa Ibu, Nak." Ucap Alsa kepada janinnya.
"Aku harus segera menghubungi Meldi. Izzzttt.."
Meskipun merasakan kesakitan yang sangat luar biasa, Alsa tetap merangkak ke dalam kamarnya untuk mengambil ponselnya yang berada di atas ranjang. Dia harus meminta bantuan Meldi untuk mengantarkannya ke rumah sakit.
Dengan tangan bergetar hebat, Alsa mencari nama temannya itu di ponselnya. Dan setelah ketemu, Ia langsung memencet tanda telepon berwarna hijau.
"Ku mohon.. cepat segera angkat telepon ku, Win." Gumam Alsa memohon.
Sumpah demi apapun, perutnya sakit sekali. Sehingga membuat pelipisnya di penuhi oleh keringat dingin.
"Hallo.. Ada apa, Sa?." Tanya Meldi setelah panggilan tersambung.
"Tolong.. tolong antarkan aku ke rumah sakit, Win. Aku sudah tidak kuat!."
"Kamu kenapa, Sa?." Tanya Meldi khawatir.
"Cepat kesini. Aku takut terjadi kenapa-napa terhadap kandungan-ku."
Alsa berusaha untuk tetap mempertahankan kesadarannya yang semakin berkurang.
"Ha, kamu hamil?."
Alsa tak sanggup meresponnya lagi. Rasa sakit di perutnya sungguh sangat menyiksanya.
"Jangan bilang kamu kamu sedang mengandung anak dari pria...
Bruk!!!
Pada akhirnya Alsa pun tergeletak tak sadarkan diri.
"Sa! Kamu tidak kenapa-kenapa 'kan? Tunggu aku, ya! Ini aku akan langsung kesana!."
Tut.. tut.. tut..