NovelToon NovelToon
Siapa Aku? (Cinta Ku Ada Di Alam Lain)

Siapa Aku? (Cinta Ku Ada Di Alam Lain)

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Ketos / Nikahmuda / Mafia / Misteri Kasus yang Tak Terpecahkan
Popularitas:1.6k
Nilai: 5
Nama Author: M.L.I

Dunia tak bisa di tebak. Tidak ada yang tau isi alam semesta.
Layak kehidupan unik seorang gadis. Dia hanyalah insan biasa, dengan ekonomi di bawah standar, dan wajah yg manis.
Kendati suatu hari, kehidupan gadis itu mendadak berubah. Ketika dia menghirup udara di alam lain, dan masuk ke dunia yang tidak pernah terbayangkan.
Detik-detik nafasnya mendadak berbeda, menjalani kehidupan aneh, dalam jiwa yang tak pernah terbayangkan.
Celaka, di tengah hiruk pikuk rasa bingung, benih-benih cinta muncul pada kehadiran insan lain. Yakni pemeran utama dari kisah dalam novel.
Gadis itu bergelimpangan kebingungan, atas rasa suka yang tidak seharusnya. Memunculkan tindakan-tindakan yang meruncing seperti tokoh antagonis dalam novel.
Di tengah kekacauan, kebenaran lain ikut mencuak ke atas kenyataan. Yang merubah drastis nasib hidup sang gadis, dan nasib cintanya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon M.L.I, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Berukuran kecil. [1]

^^^Senin, 20 Juni 2023 (10.59)^^^

Angin-angin bersemilir lembut dari luar, dedaunan pohon gugur berjatuhan, dimainkan udara gelayut yang bergelombang menjadi-jadi.

Tirai tak bernyawa di jendela Unit Kesehatan Sekolah ribut, mereka melayang dan terbengkalai bersama alunan tatapan dua gadis yang saling bertemu.

Anak rambut Natha ditiup kencang, berhamburan terbuka memandangi wajah seorang gadis cantik dengan rambut panjang tergerai, ikut tertiup hempasan angin gejolak luar jendela.

Ada pita coklat kecil dibelakang yang mengikat setengah rambut bagian atas gadis tersebut, menyisakan geraian bawah yang berjejer belah di dua bahu tak berisi, berwarna hitam mengkilau dan cantik.

Wajah gadis itu teduh, berpola oval sempurna, dengan tatanan bibir tipis dan hidung mancung yang munggil.

Terlebih garis senyumnya melengkung rapi bak tokoh utama dalam dongeng kisah romansa, yang digambarkan sangat cantik dan sempurna.

Kini kecil-kecil alis gadis cantik itu menyatu, tangan kanannya sudah berada di tumpukan genggaman telapak Natha, tampak menilik wajah sang gadis yang baru terbangun dari keadaan mati sejenak.

Setelah pingsan di tengah lingkungan gedung kosong, raga Natha berpindah hebat, tepat pada ranjang putih di Unit Kesehatan Sekolah ternama.

Dengan kemunculan gadis cantik berpapan nama Olivia Angelina, pada sisi kanan saku seragamnya.

Ada bercak basah yang sudah bertengger di sekitaran pipi bening gadis itu, jelas jika dia sempat menangis sebelum Natha sadarkan diri.

" Akhirnya kamu sadar Natha...! Kamu baik-baik aja-kan?! Atau ada yang sakit! Ada yang kerasa ngga enak di tubuh kamu?! " Telaten dia menyusuri sebagian tubuh Natha. Bergerak mencari acak ke bagian raga yang di kiranya sakit.

Natha malah membeku heran, alisnya bertaut sedikit, terasa ada hal yang familiar dengan wajah gadis tersebut.

Tapi jelas akal sehat Natha sudah mengeluarkan tanda seru, bahwasannya dia memang tidak mengenali perawakan gadis cantik dihadapan.

Aktivitas telapak tangan Natha mulai berpindah bangkit menghentikan pekerjaan gadis panik di bagian depannya, dia masih bingung dan ingin bertanya lebih tentang sosok orang yang berlawan muka kala itu, tapi sekelibat manusia lain tiba-tiba datang.

Membuka keras pintu Unit Kesehatan Sekolah. Muncul dengan tergesa-gesa dari ambang penutup.

Dia seorang siswa perempuan, berseragam Sekolah Menengah Atas Jaya Pura juga, tampak mengenali gadis yang bernama Olivia Angelina kala tatapan mereka saling bertemu di sesaat.

Keringat gadis bernama Nara Melanie itu bercucuran, saling berjatuhan bersama raut panik dari mimic wajahnya.

" Eum... " Nara memijak ragu langkah kaki untuk mendekat ke posisi Natha dan Olivia. Kedua jari-jemarinya bertaut gemetar, penuh rasa bimbang dan segan.

Dia terdiam bisu untuk sejurus. Mengebu-gebukan nafasnya dalam bungkam. Jelas ada suatu hal penting yang ingin dia sampaikan, hingga datang dengan tergesa-gesa kemari, lamun merasa tercekat dan takut.

Natha dan gadis dengan panggilan Olivia menoleh beriringan, menghujam letak posisi Nara bersama dengan kebingungan besar di ekspresi wajah mereka.

Menunggu kata-kata sambungan dari gadis yang berpatah-patah melangkah dekat.

" Kenapa Nara? " Lembut Olivia bertanya dengan heran. Mengelap-elap kasar cairan basah di pipi sendiri yang sembab.

Bibir Nara mengatup, dia ragu ketika melihat raga Olivia yang sudah menangis. Mengigit sekilas bibir bawahnya sebelum lanjut menjawab.

" Eum... itu... e... Olivia- " Mata Nara tak sengaja menangkap sosok Natha ketika mencoba menyahut, yang sudah sadarkan diri di atas ranjang pasien.

" Ah iya! Natha! Tadi pak Fredik minta lu buat menghadap beliau setelah lu sadarkan diri. " Dia seakan sengaja mengalihkan pembicaraan dengan keberadaan Natha.

Olivia yang polos terkecohkan, silih bergilir menatap Natha dengan alisnya yang menyatu, bahkan tatapannya sudah berubah terkejut menghujani gadis si pemilik nama.

Sementara insan yang di tatap, hanya diam dalam kebingungan dengan dua tumpahan padangan wajah, tidak sadar jika Natha yang gadis di depan maksud adalah dirinya sendiri.

Siang ini setelah semua perdebatan, akhirnya dengan pasrah Natha memilih untuk memenuhi panggilan yang di maksud.

Walau sebenarnya di titik-titik benak gadis itu juga merasa tidak mengerti mengapa kepala Sekolah Menengah Atas Jaya Pura, bisa mengenal sampai memanggil dirinya ke ruangan.

Sempat akal sehat Natha mengira jika gadis bernama Natha yang di maksud mungkin siswa asli dari sekolahan ini yang berada di kelas lain dan kebetulan beridentitas sama, bukan gadis tanpa seragam yang baru sadarkan diri dari pingsan di Unit Kesehatan Sekolah seperti dia.

Kendati nyatanya kedua sisiwi berseragam tadi bersikeras dan bersikukuh jika Natha yang di maksud sungguhan adalah dirinya, dan hanya ada satu Natha di sekolahan tersohor ini.

Mungkin terdengal mustahil, tapi dari pada semakin berdebat parah, lagi dia juga tidak bisa pergi dari sekolah ini, karena kedua gadis itu yang terus menahan tubuhnya.

Di akhir Natha hanya bisa pasrah untuk memilih menuruti perkataan mereka. Mungkin bertemu dengan kepala sekolah juga bisa membantu ia untuk segera keluar, dari sekolah yang salah dan tak seharunya di masuki.

Telapak-telapak Natha saling bertemu dengan permukaan koridor yang bening, terdengar berjiplak-jiplak di setiap langkah, masih bersama kawalan gadis cantik semula bernama Olivia sisi samping.

Sementara siswi bernama Nara sudah melarikan diri entah kemana. Mereka jalan beriringan menuju ke ruang kepala sekolah di gedung tengah lantai lima.

Gedung paling megah dan mewah, juga paling elit di antara semua tempat atau bangunan lain yang berdiri agung dalam kawasan sekolah.

Anehnya, hampir sepanjang jalan melimpah siswa-siswi yang menghujam sorotan mata pada Natha, memandangi dengan bidikan sinis dan perkataan-perkataan samar.

Tapi sesekali masih tertangkap gendang telinga Natha, sebagai sebutan seorang 'Pembunuh'.

Olivia yang berpasang, sebisa mungkin mencegah tiap usaha dan suara yang hendak mengapai Natha, begitu telaten menjaga, serta melindungan dari hujan gunjingan insan-insan.

Papan tulisan 'Ruang Kepala Sekolah' akhirnya terpampang atas kepala gadis tersebut, setelah semua upaya dan jerih untuk lewat.

Mereka ahirnya tiba pada bilik megah dan tertata, tampak dari dua gerbang yang megah menjadi akses keluar masuk.

Sejurus Olivia sempat mengapai pergelangan tangan Natha, ketika sang gadis yang tertuju hendak mengapai ganggang pintu guna masuk.

Dia memberikan pandangan pilu dengan rasa khawatir kepada Natha. Mungkin jika bisa diekspresikan, gadis itu sudah menangis karena rasa cemasnya yang berlebihan.

Tahu sosok yang akan ditemui gadis bersurai kecoklatan ini bukanlah insan yang mudah.

Kreeettt....

Setelah drama singkat, Pintu ruangan akhirnya perlahan bersuara terbuka.

" Permisi... " Natha berhati-hati melintas masuk, mencoba menoleh mencari sang sumber pemilik sekolah, tapi kalap ketika melihat kemewahan ruangan yang di masuki.

Ruang persegi itu begitu glamor, bertaburkan nuansa tua berwarna mauve gelap, dengan lampu-lampu kuning keemasan di beberapa titik dan lantai keramik granit vintage pola berserat.

Kaca bening membentuk garis mengerucut hampir segitiga tengah latar dinding belakang dan di silang garis seperti tanda tambah, serta dua apitan pembatas megah menjulang tinggi di sekeliling sisi.

Penerangan tempat setengah redup bewarna tapi jelas memberi cahaya, menjadikan tontonan cantik di langit-langit plafon.

Dalam tatanan enterior lampur meja keemasan, tumbuhan hijau sebatas sendiri pada sudut belakang, dan lapisan mengkilap di meja panjang tengah-tengah lokasi.

Ada dua kursi warna tan yang mengapit meja sisi kanan dan kiri, serta bangku agung tengah kawasan, warna hitam kelap dan tajam.

Di dinding kiri bilik di pasangkan kaca pembatas transparan besar yang memantulkan jelas seluruh hamparan dari Sekolah Menengah Atas Jaya Pura.

Menyuguhkah pemandangan betapa cantik dan mewahnya susunan dari sekolah ternama di penjuru Indonesia pada gambaran lengkap lewat penampakan atas.

Natha sempat teralihkan sejenak, penampakan itu belum pernah dia temukan di sosial media manapun.

Seakan memang khusus dan hanya dapat dinikmati oleh orang yang masuk ke ruangan ini. Hingga keberadaan kursi besar hitam yang terbalik tengah ruangan, membuat Natha tersadar, dan segera kembali ketujuan awal. Dia mencoba menfokuskan diri.

" Kau beruntung nak. " Sebuah suara berat, tiba-tiba terdengar dari heningnya ruangan. Dia insan yang berada di sebalik kursi, mulai memutar perlahan dengan kesadaran akan kedatangan Natha.

Natha terdiam siaga, dia masih ingat beberapa cerita horror tentang beliau. Insan yang terkenal dengan ketegasan dan wibawanya saatnya memimpin.

Dia adalah kepala Sekolah Menengah Atas Jaya Pura, sekaligus pengelola pertama dibentuknya sekolahan swasta yang tersohor.

Siapa insan yang tidak mengenal pria berumuran 42 tahun sisi depan berbataskan meja mewah persegi panjang antara keberadaan dengan Natha.

Yang tak segan menghukum atau memberikan saksi berat tanpa pandang bulu ke semua kalangan siswanya, masa bodoh jika murid yang dia hukum adalah anak pejabat atau artis ternama sekalipun.

Yang pria berumur itu patuhi, hanyalah ketegasan dan kedisiplinan di aturan sekolahny.

Jadi walaupun berlimpah suapan yang telah para orang tua beri, tetapi jika siswa tersebut memang bersalah maka dia tetap akan di tindak sesuai tradisi.

Mendapat hukuman apapun yang menurut pria kepala sekolah tersebut setimpal atas kesalahan yang telah diperbuat.

Meski mungkin untuk menceritakan keaslian dirinya, walau mungkin saja akan langsung di fonis oleh bapak di depan sebagai penyusup di sekolahnya.

Natha tahu setiap insan yang bukan merupakan siswa atau orang yang berkepentingan di sini, namun kedapatan masuk ke kawasan sekolah, akan langsung di tetapkan sebagai penyusup.

Sehingga kelak akan masuk daftar hitam, dan perlu di awasi lebih lanjut. Tapi hanya ini satu-satunya alternatif Natha untuk berhasil keluar. " Saya bukan siswa di sekolahan ini, saya tidak sengaja masuk dan me- "

" Ini kesempatan terakhir mu! " Pak Fredik menyela. Tak ada ekspresi yang muncul, masih datar dan sibuk dengan lembarannya." Ha? Maksud... bapak? "

Alis Natha bertaut heran, raut wajahnya jatuh membingung. " Eumm... gini pak, maksud saya... saya itu adalah seorang mahasis- "

Masih gadis itu berupaya untuk menjelaskan. Tapi pak Fredrik terlihat sangat tidak peduli.

" Kamu masuk ke sekolah ini dengan menyogok siapa? "

Kini indra penglihatan pak Fredik berubah naik, menyoroti wajah Natha secara datar. Masih memotong santai aksi pembicaraan sang gadis.

Sampai lembaran yang sedari tadi asik dia baca, tiba-tiba bergerak dan mendekat ke meja hadapan Natha.

Tak di responnya sedikitpun perkataan gadis itu, dia malah berubah menatap tajam ke arah Natha dengan maksud omongannya sendiri.

Lagi raut Natha berdiri di depan meja panjang tengah ruangan, hanya bisa berpindah membingung.

Bibirnya yang terbuka mengatup pelan, mencoba menelaah perkataan pria yang menggunakan kemeja coklat tua dan celana hitam di sisi depan.

Beralih dua bujuran tangan pria itu saling menaut, menyatu dan bertumpukan sikut di atas meja. Memberikan dataran wajah yang telah menghadap Natha sepenuhnya.

Ada senyuman kecil di sebelah sudut bibir pria itu, seolah mencemooh tanpa berkata. " Katakan siapa orangnya, dan saya akan memberikan kesempatan terakhir kamu untuk tetap bersekolah di sekolahan ini. "

Kata-kata pak Fredik terdengar sebagai sebuah perjanjian tawar menawar, seakan dia bos mafia, yang sedang melakukan transaksi gila dengan calon korbannya.

Senyum renyah reflek keluar dari bibir Natha. Sikap sopannya telah berpindah, dia merasa tengah diremehkan sekarang. " Maksud bapak apa ya? Saya ngga ngerti sama sekali. "

Bukannya takut dan terintimidasi, Natha justru membalas bertanya hina. Rautnya penuh kebingungan, tapi ada nada lucu dalam perkataanya.

Dia mengerti betul limpahan kalimat yang baru saja pria didepan berikan.

Alis sebelah pria berkacamata tersebut lantas bertaut naik, tatapanya tajam membidik, sedikit merasa terkejut dengan reaksi yang Natha berikan.

Dengan pasti lelaki itu mulai berdiri, tubuh tinggi dan tegapnya mendekat ke arah Natha. Siswi naungannya ini rupanya tak seperti anak-anak lain, yang biasa langsung takut setelah di berikan ancaman kecil.

Dia terlihat berbeda, cukup unik dan berani. Membangkitkan gairah memburu sang kepala sekolah terhadap siswa-siswi yang suka membangkang. " Luar biasa, saya suka dengan sikap berani mu. "

Kedua penglihatan Natha hanya mengamati dan diam, sorot netranya tajam membidik, bergerak mengikuti langkah pergerakan pak Fredik dengan siaga.

Tapi laki-laki itu rupanya tidak menghampiri Natha, hanya berjalan perlahan sambil mendekati beberapa tanaman hijau layu di atas meja hiasan ruangan.

" Dari yang saya lihat... kamu hanya hidup seorang diri dengan orang tua tunggal perempuan. Dia hanya lulusan Sekolah Menengah Atas, yang kini harus bekerja menjadi asisten rumah tangga di tempat tinggal orang demi menghidupi putri semata wayangnya. "

Sibuk jemari lelaki itu membelai helaian daun yang tunduk karena layu. Mulutnya bertutur seiring pekerjaan tangan.

" Masuk ke sekolahan ini juga sudah pasti l semua menjadi impian semua siswa, banyak anak orang kaya, pejabat, artis, bahkan dari kalangan bawah-... "

Mata pak Fredik sengaja melirik Natha dari balik kacamatanya yang turun. Bermaksud untuk menghina gadis kecil itu.

Natha menyadarinya dalam diam, menatap pak Fredik dengan sorot runcing, sengaja membiarkan pria berumur itu untuk berbicara seluruhnya.

" -yang juga ingin masuk ke sekolahan ini. " Dia menyambungkan. " Tapi sayangnya, anak-anak dari kalangan atas itu harus tersingkirkan hanya karena seorang anak dari kalangan bawah.

Mereka harus menerima kekalahan tak berhasil masuk, padahal dengan semua usaha dan uang yang mereka keluarkan. Jadi menurut mu...? "

Kepala pak Fredik menoleh mengarah posisi Natha di belakangnya, bersama tangkai bunga lapuk yang di patahkan. Membuat beberapa getah putih mulai keluar dari tanaman tersebut.

" Bagaimanakah anak itu bisa berhasil masuk? " Dia mengarahkan sorotan pertanyaan kepada sang gadis, memutarkan bola mata untuk menunjuk lembaran kertas di atas meja, tempat lembaran-lembaran yang sedari awal pria itu baca.

Seolah menunjuk Natha untuk membaca berkas yang dimaksud.

Nafas Natha menggebu kesal, manusia mana yang tidak akan paham dengan maksud omongan dari pak Fredik, yang secara lumrah menuduh juga menghina orang tuanya.

Namun gadis itu masih mencoba untuk mengontrol diri, mengubur dalam-dalam rasa kesalnya untuk beralih mendekat ke arah tumpukan kertas yang pak Fredrik sorotkan.

Siapa sangka setelah hadiah itu, jantung Natha semakin bedetak hebat, nafasnya berpacu tak karuan.

Ada banyak kerutan di pelipis Natha saat menatapi lembaran itu, mulai dari daftar nilai, ijazah, berkas masuk sekolah, biodata, dan yang paling tak bisa gadis itu percayai adalah pass foto 3x4 dengan wajah dirinya sendiri, tengah terpampang nyata di sudut lembaran sana.

Siapa sangka berkas itu ternyata berisikan biodata Natha juga daftar nilai persemesternya dari kelas 10 hingga kelas 12, yang menerakan bahwa dia memang bersekolah di Sekolah Menengah Atas Jaya Pura.

Eksistensi tubuh Natha hampir jatuh saat memundur tanpa sadar, karena rasa keterkejutannya akan semua identitas di sana. Terperangah atas semua kenyataan yang ada.

" Saya akan beri kamu satu kesempatan dan sudah jelas kamu juga harus memberi saya satu jawaban.

Saya pikir... kesempatan itu akan sangat membantu bagi keadaan kita berdua. Atau mungkin lebih tepatnya pada keadaan ekonomi keluarga mu, terutama ibu mu yang sedang bekerja keras sekarang.

" Pak Fredik tersenyum kecil di sebelah bagian bibirnya, dia masih berdiri di posisi semula. Tampak puas dengan keadaan Natha yang sudah tercekik keadaan.

Sempat Natha diam sejenak. Dia mengenggam erat ujung-ujung lengan bajunya. Hingga senyuman kecil yang hampa keluar tipis dari bibir si pemilik.

" Anda benar pak. Jawaban itu memang akan sangat berpengaruh bagi keadaan saya dan ibu saya. Maka dari itu, izinkan saya untuk menjawab dan menjelaskan. "

Mantap mata gadis itu sekarang telah membidik lurus ke arah pak Fredrik, mempertemukan muka di antara keduanya.

Dia beriras api keberanian yang sudah terlanjur membara di muka. Netra Natha datar, perangai bibir dan wajahnya terlihat jelas serta rapi.

Untuk pertama kalinya menjadi insan yang bernyali menyoroti wajah pak Fredrik sedemikian rupa.

" Saya memang berasal dari kalangan miskin, tapi ibu saya tidak pernah mengajarkan saya untuk melakukan hal yang tidak benar, apa lagi menuduh juga menghina orang lain hanya karena status sosialnya.

Saya berani berjanji bahwa saya memang tidak pernah menyogok insan manapun untuk masuk ke sekolahan ini.

Keberadaan saya di sini murni dengan semua tes dan kerja keras saya. Jadi berhentilah bapak menuduh juga menghina orang lain tanpa adanya bukti yang jelas.

" Natha tersenyum kecil. Melengkungkan sengaja bibirnya. Gilir melirik dengan remeh. " Terimakasih pak atas kerjasama dan kemurahan hati yang bapak berikan. Saya tentu akan sangat berterimakasih dan selalu mengingat jasa yang telah bapak limpahkan pagi ini. "

Dengan segera tubuh munggil itu berputar meninggalkan ruangan mahal dan nuansa elit tidak terkira, menyisakan pandangan seorang pria berumur yang tak bisa percaya jika dirinya baru saja di hina oleh siswa dari sekolahnya sendiri.

Lelaki itu hanya diam, tapi rautnya tak bisa di artikan, dia berjalan mendekat untuk memandangi lembaran yang berisikan pass foto Natha atas mejanya.

...~Bersambung~...

1
psyche
Terasa begitu hidup
Axelle Farandzio
Aku nunggu update terbaru setiap harinya, semangat terus author!
print: (Hello World)
Gak sabar buat lanjut!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!