NovelToon NovelToon
Cafe Memory

Cafe Memory

Status: tamat
Genre:Tamat / cintapertama / Teen Angst / Cinta Seiring Waktu / Keluarga / Karir / Persahabatan
Popularitas:1.5k
Nilai: 5
Nama Author: Nurul Fhadillah

​Kematian, tentu saja tidak ada seorang pun yang suka menghadapi kematian, namun hal ini dengan jelas tentu tak dapat terhindari. Namun bagaimana kamu akan menghadapi kematian tersebut? Terlebih kematian seseorang yang sangat berharga bagimu? Bagaimana kamu akan menghadapi kematian seseorang yang kamu harapkan tetap bersamamu untuk seluruh sisa hidupmu? ​Ethan tak pernah membayangkan dirinya akan berdiri di hadapan kuburan teman masa kecilnya yang juga merupakan cinta pertamanya, bahkan setelah bertahun-tahun kematian itu berlalu, Ethan masih tak percaya gadis itu telah pergi meninggalkannya sendirian disini. Satu hal yang selalu Ethan sesali bahkan setelah belasan tahun, dia menyesal tak bisa mengungkapkan perasaannya pada gadis itu, karena sikap pengecutnya, dia tak pernah bisa memberitahukan perasaannya yang sudah lama ia pendam pada gadis itu. ​“Papa!” Ethan tersadar dari lamunannya, dia berbalik dari batu nisan itu kearah asal suara. Gadis kecil berusia 7 tahun yang imut dalam balutan dres bunga-bunga pink nya berlari dengan susah payah mendekati pria itu. “Jangan lari, nanti kamu jatuh” pria dewasa itu mengangkat tubuh gadis kecil itu lalu mengendongnya dalam pelukannya. Dia pergi mendekati wanita yang berdiri tak jauh dari sana, mereka bertiga berjalan semakin jauh meninggalkan kuburan itu lagi, meninggalkan batu nisan dan penghuni di dalamnya lagi, mungkin Ethan akan kembali kesini atau mungkin ini akan menjadi kali terakhir dia berdiri di hadapan sahabatnya yang sudah tertidur bertahun-tahun itu.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nurul Fhadillah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 05

​Ini adalah tahun terakhir Ethan dan Jihan berada di sekolah dasar, mereka berada di semester terakhir dan tengah menyiapkan ujian nasional. Tidak terasa beberapa bulan lagi mereka akan berada di SMP dan Ethan sangat bahagia dia bisa segera keluar dari sekolah busuk ini. dia berencana akan sekolah di tempat yang sama dengan Jihan dan ibunya mendukung hal itu. Jihan tak begitu peduli dimana dia akan bersekolah tapi dia merasa sangat senang nanti akan bersama Ethan, mereka bisa bersama sepanjang hari, berada di kelas yang sama, pergi dan pulang bersama, mengikuti semua kegiatan bersama. Jadi mereka berdua belajar dengan sangat rajin dan menanti dengan sabar sisa-sisa hari mereka di sekolah dasar itu.

​“apa kita bisa beli itu nanti?! Aku ingin punya itu” kata Jihan sambil berjalan di samping Ethan.

“eum tentu saja kita bisa membelinya nanti” kata Ethan serius.

“seriusan?! Bener ya” Jihan beralih berjalan mundur di depan Ethan, matanya berbinar senang. Semenjak umur 10 tahun mereka berdua jadi selalu merayakan ulang tahun bersama, terkadang di hari ulang tahun Ethan dan terkadang di ulang tahun Jihan, semenjak hari itu tak ada satupun ulang tahun yang mereka rayakan terpisah, lebih seringnya mereka merakan ulang tahun di café Viola bersama gadis itu dan ibu Ethan. Terkadang Jihan merasa miris ibunya tak pernah bisa berada di sana untuk merayakan hal itu bersama mereka semua. Tapi apa yang bisa dia lakukan?! Ibunya tak lagi sama, pikirannya telah sangat berantakan hingga dia sulit membedakan mana yang benar mana yang tidak, mana yang nyata dan mana yang hanya halusinasinya saja.

“berhenti berjalan mundur seperti itu” Ethan yang ngerah melihat Jihan berjalan mundur dengan tidak hati-hati itu langsung meraih bahu gadis itu dan membaliknya.

“baiklah, aku akan tutup mata jadi jangan lepaskan ya” Jihan memegang tangan Ethan erat dan berjalan disampingnya dengan mata tertutup.

“di depan ada kucing” kata Ethan setelah beberapa langkah.

“sungguh?” dengan sekejap Jihan langsung membuka matanya dan tak ada apapun disana, yang ada hanya suara kekehan Ethan disebelahnya.

“bodoh sekali” kata Ethan disela-sela tawanya membuat Jihan kesal, gadis itu langsung mengacak-acak rambut Ethan.

​Mereka berjalan ke café Viola, café itu tetap sama bahkan setelah bertahun-tahun. Bangunan yang sama, interior yang sama, tanaman yang sama, aroma kopi yang sama, es krim yang sama, bahkan pemiliknya juga terlihat masih sama. Ethan maupun Jihan atau bahkan orang-orang yang selalu berada disana tak akan pernah bosan dengan café itu. bagi kedua anak itu, café Viola sudah menjadi rumah kedua mereka dan Viola sendiri sudah menjadi kakak mereka sendiri, kakak yang sangat baik dan menyayangi mereka. satu-satunya hal yang berbeda dari café itu adalah seorang pria yang memakai afron diatas kemejanya yang lengannya di sikap sebatas siku, pria berkemeja itu berdiri di belakang kasir dan terkadang beralih ke mesin jus maupun mesin kopi.

“kalian udah pulang?!” kata pria itu menyapa saat Ethan dan Jihan masuk ke dalam café.

“eum, kak Lala nya mana?” Jihan bertanya sambil memutar kepalanya kesegala sisi café itu.

“di belakang, lagi istirahat” jawab pria itu dengan senyuman yang juga dibalas senyuman oleh kedua anak itu, setelahnya mereka berjalan dengan riang ke meja sudut café, markas mereka berdua. Si pria bukan pegawai yang dipekerjakan oleh Viola, tentu saja. Mana ada pegawai yang menggunakan setelan jas mahal, dengan jam tangan mahal melingkar di pergelangan tangan kirinya, sepatu mahal mengkilap dan mobil mewah yang hampir setiap hari terpakir di samping café. Bagaimana mungkin pekerja bisa lebih kaya dari bos. Pria itu adalah Jacob, pemilik perusahaan makanan ringan terbesar di kota itu, pantas saja dia kaya. Dan yeah tentu saja dia berpacaran dengan Viola sekitar setahun ini. Jacob adalah pria yang kena siraman Ethan dan Jihan dulu saat pria itu pertama kali datang ke café ini.

​Malam ini mereka berdua kembali merayakan ulang tahun bersama, ulang tahun mereka yang ke 12. Sudah ada satu kue berukuran sangat besar di depan mereka, Viola dan Jacob juga sudah duduk di hadapan kedua anak itu. café yang biasanya sangat sepi di malam hari mendadak menjadi meriah malam ini dengan beberapa balon dan hiasan kertas. Diatas kue itu tertulis kalimat Ethan Geraldo & Jihan Xylia semoga panjang umur dan jangan nakal lagi, semoga kalian bisa tetap bersama. Lucu sekali saat melihat kue besar itu yang penuh hanya dengan kata-kata tanpa hiasan lainnya selain dua lilin berwarna pink dan biru. Jihan menebak dalam hati pasti kue ini di buat oleh kak Viola dan dihias oleh kak Jacob. Ibu Ethan tak bisa datang karena malam ini harus lembur, walaupun begitu mereka tetap bisa merasa bahagia karena ada orang dewasa lain yang memperhatikan dan merawat mereka. setelah mereka meniup lilin, Viola mengambil alih pisau kue dari tangan Ethan, mengatakan biar dia saja yang memotong kue itu karena jika Ethan apalagi Jihan yang melakukannya, niscaya kue malang itu pasti akan hancur berantakan. Ethan dan Jihan memang dua anak kecil yang tak bisa diam satu sama lain, mereka terus saja bercanda dan membuat kekacauan, mereka juga sangat ribut. Namun Viola selalu senang melihat mereka bermain-main seperti itu, rasanya hangat. Jacob mengantar mereka berdua pulang ke rumah Ethan setelah pesta kecil mereka selesai. Ethan mengajak Jihan menginap dirumahnya, walaupun Jihan tidak yakin karena seharusnya dia pulang agar ibunya tak marah, tapi dia tetap setuju untuk datang ke rumah Ethan, tak apa jika sesekali dia menginap di rumah temannya. Rumah sangat sepi, hanya ada mereka berdua, ibu Ethan masih belum kembali. Setelah mandi mereka berbaring bersebelahan di ruang tamu, menonton pertandingan bulu tangkis Tingkat internasional dengan potongan buah papaya dan kiwi di tengah-tengah mereka. sejak beberapa bulan lalu mereka sering menonton pertandingan ini dan sekarang Indonesia sudah masuk Tingkat internasioal, tengah bertanding melawan philipina.

​“Sayang sekali, dia tidak mendapatkannya” komentar Jihan saat atlit Indonesia itu tidak bisa memukul kuk yang datang padanya hingga mencetak 1 poin untuk lawan. Mereka akan bersorak bersama saat Indonesia berhasil mencetak poin. Mereka tertidur bahkan sebelum pertandingan itu berakhir. Saat ibu Ethan pulang dia mematikan TV yang masih menyala memindahkan sisa buah yang ada di tengah-tengah mereka, mengeluarkan selimut tebal dan menyelimuti mereka berdua, setelahnya wanita itu mematikan lampu ruang tamu dan masuk ke kamarnya sendiri. Dia sering membiarkan mereka tidur di ruang tamu karena ada karpet bulu yang tebal jadi mereka tak akan masuk angin atau kedinginan, lagian dia sendiri tidak akan mampu mengangkat mereka berdua ke kamar.

​Mereka berjalan sambil memakan es krim ke sekolah, pagi ini cuacanya sedikit panas, matahari bahkan sudah terik di jam 7 pagi. Jihan menahan tangan Ethan yang memegang es krim lalu mengigit es krim milik anak itu hingga setengah.

“Jihan” kata Ethan shock, tak percaya Jihan bisa memakan es krim nya sebesar itu. dengan cepat gadis itu berlari menjauh dengan mulut penuh dengan es krim dan Ethan secara otomatis langsung mengejarnya. Jihan berhenti secara tiba-tiba membuat Ethan yang tak siap menubruk sedikit tubuhnya, untung mereka berdua tidak sampai jatuh ketanah.

“kenapa?” tanya Ethan binggung.

“aku juga mau” Jihan melihat Ethan sekilas lalu kembali memandang lapangan.

“mau apa?” tanya Ethan polos, dia tidak paham maksud Jihan.

“aku juga mau main bulu tangkis dan melawan orang-orang dari negara lain itu” Ethan bisa melihat senyum merekah lebar menghiasi wajahnya dan matanya yang berbinar. Ethan mengalihkan tatapannya dari wajah Jihan ke arah lapangan dan menemukan dua orang tengah bermain bulu tangkis disana, mereka terlihat cukup bahagia saling memukul kuk dan tertawa. Selama sisa perjalanan mereka ke sekolah Jihan tak bisa berhenti membicarakan tentang olahraga itu, Ethan hanya bergumam dan membalas perkataannya beberapa kali. Dia tak begitu suka berkeringat dan bulu tangkis terlihat cukup melelahkan, melompat kesana kemari, mengejar kuk untuk mencegahnya jatuh ke lantai, Ethan tak yakin dia akan menyukai hal semacam itu. tapi jika Jihan benar-benar menyukainya Ethan pasti akan mendukung gadis itu dengan seluruh hatinya.

​Untuk beberapa hari ini Ethan tak bisa bertemu dengan Jihan karena ujian nasional. Mereka berada di sekolah yang berbeda dan di sesi yang berbeda. Ethan ingin ujian ini cepat-cepat berakhir agar dia bisa kembali melihat Jihan. Dia bertanya-tanya saat tidak bisa mengisi jawaban pelajaran matematika, apa Jihan juga kesulitan menjawabnya? Pelajaran apa saja yang tak bisa dia jawab? Ethan menunggu Jihan di café Viola sepulang dari ujian hari terakhir. Dia memperhatikan betapa dekatnya Viola dan Jacob, mereka saling tertawa satu sama lain, memegang tangan dan memeluk, apa dia juga akan seperti itu bersama Jihan saat mereka sudah dewasa nanti? Ethan masih tidak memahami tentang cinta, bahkan saat melihat kedekatan kedua orang dewasa itu. dia hanya merasa senang bersama Jihan, mungkin kedua orang itu juga senang bersama satu sama lain. Sudah beberapa jam dan Jihan masih belum muncul. Ethan memutuskan untuk mencari Jihan di lapangan, mungkin gadis itu sedang menonton orang bermain bulu tangkis dengan mata berbinar saat ini. dia juga membawa dua jus jeruk buatan Viola di tangannya. Benar saja, gadis itu memang ada disana, tapi tidak sedang menonton siapapun bermain bulu tangkis dan hanya menunduk melihat kakinya yang bergoyang-goyang pelan. Ethan setengah berlari mendekati gadis itu dan saat berdiri tepat di depannya, Ethan sadar Jihan tengah menangis dengan suara isakan pelan.

“Jihan” panggil Ethan pelan dan gadis itu langsung mendongak menatapnya dengan wajah di penuhi air mata, bahkan hidungnya sudah memerah dan sedikit berair. Jihan bagkit dari duduknya dan langsung memeluk Ethan, menangis dengan isakan yang lebih kencang. Ethan binggung, dia tidak bisa membalas pelukan itu karena kedua tangannya memegang jus. Beberapa orang yang melewati mereka hanya menatap dengan tanda tanya, apa yang tengah di lakukan dua bocah SD sambil menangis itu?! mungkin seperti itu pikiran orang-orang yang lewat itu. setelah beberapa saat dan gadis itu tidak lagi menangis, mereka duduk disana dalam diam sambil menyesap jus jeruk masing-masing. Ethan dapat melihat lembam-lembam baru di tangan dan wajah Jihan dan sudut bibir gadis itu robek. Mereka memang berjanji untuk menjadi lebih kuat tapi tak ada dari mereka berdua yang benar-benar menjadi lebih kuat. Mereka hanya terus menerima dan lari menghindar dari apapun yang menyakiti mereka tanpa pernah melawannya kembali, lagian ap aitu kuat? Mereka bahkan tak mengerti bagaimana menjadi lebih kuat.

“kenapa kamu gak laporin mama kamu aja ke polisi?!” kata Ethan kesal setelah beberapa lama hanya saling terdiam.

“memangnya kamu bisa laporin mama kamu ke polisi” Jihan tiba-tiba juga menjadi kesal.

“tapi dia selalu mukul kamu, dia nyiksa kamu, dia kan gak waras” mendengar kalimat terakhir yang diucapkan Ethan membuat darah Jihan semakin mendidih.

“ya dia memang GAK WARAS TERUS KENAPA?! Bagaimanapun dia itu mama aku” Jihan berteriak di depan wajah Ethan dan melempar jusnya yang masih banyak ke tanah membuat cipratannya mengotori sepatu dan celana Ethan. Setelah itu Jihan langsung pergi dari sana, berlari menjauh dari Ethan dan dia hanya bisa menatap punggung Jihan yang menjauh dengan kaget, merasa takut dan binggung tidak tau harus melakukan apa. Ethan menatap gelang yang ada di tangan kanannya, gelang biru itu. apa dia sudah melakukan hal yang buruk pada Jihan? Apa dia sudah mengatakan kata-kata yang membuat gadis itu marah? Tapi Ethan hanya tak ingin melihat Jihan terus saja disiksa bahkan setelah bertahun-tahun.

​Mereka tak lagi berbicara selama berbulan-bulan, mereka tetap datang ke café Viola, duduk bersama di meja mereka namun tak ada yang saling berbicara. Mereka kini sudah masuk SMP yang sama dan pergi-pulang bersama namun masih tak ingin berbicara satu sama lain.

“kalian masih marahan?! Kenapa belum baikan sih kan udah gede, anak gede gak boleh marahan tau” kata Viola sambil duduk di samping Jihan dan menatap kedua anak itu bergantian. Tak ada yang bersuara.

“jac, lihat nih dua orang nih tiba-tiba gak bisa ngomong, kita bawa kerumah sakit aja yuk biar mulut mereka di operasi” kata Viola lagi menatap Jacob yang tengah membuat expresso di mesin kopi.

“bisa”

“bisa kok!!” mereka menjawab dengan kompak karena mendengar tentang operasi dan itu menakutkan, bayangan tentang mulut mereka di belah dan dijahit kembali entah dari mana tiba-tiba muncul, walau kenyataannya tidak akan seperti itu. Jacob hanya tertawa melihat tingkah bocah-bocah itu.

“kalau begitu minta maaf dan berbaikan, kalau kalian diam saja gak akan ada yang terselesaikan” kata Viola sambil bangkit dari duduknya untuk mengantar pesanan pelanggan ke meja mereka. sunyi sesaat, mereka berdua masih sama-sama terdiam. Ini marahan terlama dan terparah mereka sejak mereka bersama.

​“Baiklah, maaf seharusnya aku tidak menyebut mama kamu seperti itu” kata Ethan menyesal, kini seluruh perhatian Jihan beralih sepenuhnya pada Ethan walaupun gadis itu masih tidak mengatakan apapun.

“aku cuma gak mau kamu dipukuli terus” Ethan memainkan jarinya yang tersembunyi di bawah meja sambil menunduk tidak berani menatap balik Jihan, dia merasa gugup dan tangannya mulai berkeringatan.

“eum baiklah aku memaafkanmu” kata Jihan membuat Ethan dengan cepat mengangkat kepalanya dan menatap Jihan.

“sungguh?” Ethan bertanya dengan polos dan Jihan hanya mengangguk untuk menanggapi. Setelahnya mereka kembali menjadi seperti biasanya, saling menjahili dan ribut. Mereka kembali tertawa bersama.

​Sepulang sekolah dan mereka kembali menghabiskan waktu di café Viola. Kali ini karena gadis itu tau ketertarikan kedua anak itu dia meletakan selembar brosur di depan mereka.

“kalian bisa kesini dan mendaftar, atau mau ku temani?” kata Viola sambil bertumpu sebelah tangan di meja. Ethan dan Jihan dengan cepat meraih brosur itu dan membacanya.

​Latih keterampilan bulu tangkis kalian disini..

Biaya latihan perbulan RP xxx

Latihan seminggu dua kali

Jika berminat hubungi xxx

​Kedua anak itu dengan kompak beralih dari brosur itu ke wajah Viola. Pria tua dalam brosur itu tampak garang dan menakutkan namun mereka menjadi semangat, Jihan tak bisa mengendalikan detak jantungnya yang teramat kencang dan dia bisa merasakan darahnya mendidih karena terlalu semangat.

“ayo daftar” katanya sambil bangkit dari kursi dengan senyum lebar.

“tidak hari ini, ini sudah sore. Besok kalian bisa mendaftar” kata Viola menekan pelan bahu Jihan agar dia kembali duduk.

“benarkah? Baiklah” Viola berlalu meninggalkan kedua anak itu.

“eum kamu bisa daftar besok” kata Ethan lalu kembali menyesap jus nya.

“apa maksudmu aku bisa daftar besok?! Kita bisa daftar besok!!” Jihan dengan cepat beralih menatap Ethan membuat rambut panjangnya yang terikat terayun pelan.

“gak, kamu aja, aku akan mendukungmu saja” jawab Ethan mantap.

“gak, aku mau kamu juga ikut, kita bisa jadi tim yang keren, ayolah kamu juga harus ikut” Jihan terus memaksa, awalnya Ethan kukuh mengatakan tidak namun semakin Jihan memaksa semakin dia lelah dan akhirnya Ethan menyerah, mengatakan iya dan Jihan langsung bersorak menang.

​Ethan tak pernah membayangkan ada banyak orang yang akan berlatih bulu tangkis dan di tempat ini tidak hanya ada bulu tangkis, orang-orang juga berlatih tenis lapangan. Mereka datang ke tempat latihan ini berdua tidak ingin merepotkan Viola apalagi café nya sedang banyak orang, ibu Ethan tidak bisa mengantar mereka karena harus bekerja, namun dia tau dan mendukung mereka berdua, ibu Jihan tentu saja tak akan bisa mengantar mereka, tentu saja tak akan bisa. Jihan menarik Ethan mendekati seorang pria berusia sekitar 40 tahunan atau mungkin lebih, rambut pria itu sudah memutih hampir keseluruhan dan ada peluit di tangannya, dia memantau semua orang yang ada disana dan terkadang berteriak pada mereka. saat sudah berada di depan pria itu, Jihan membuka brosur yang ia bawa dan menunjukannya pada pria itu.

“kami ingin mendaftar” katanya bersemangat, pria itu menatap lekat pada Jihan yang sangat bersemangat lalu beralih pada Ethan yang terlihat malas dan tak begitu peduli. Pria itu mengerutkan keningnya lalu menyuruh kedua anak itu mengikutinya masuk kedalam ruangan. Mereka melakukan beberapa registrasi dan beberapa persyaratan dan peraturan. Jihan tak begitu peduli tentang semua persyaratan dan peraturan itu, dia hanya ingin dia cepat-cepat memegang raket itu dan memukul kuk. Setelah mereka selesai, karena kebetulan mereka berdua. Coach itu menyuruh mereka mengambil raket dan kuk, berdiri saling berhadapan dengan net di tengah mereka. Jihan memukul yang pertama dan Ethan bahkan tak bisa membalas itu, setiap kuk yang di lempar Jihan padanya tak ada yang dapat Ethan balas. Jihan bisa membalas beberapa saat Ethan melempar kuk itu padanya namun dia juga tak begitu pandai.

​“ah yeah kalian sangat payah” komentar pria itu yang bernama Daniel, Ethan mendapati pria tua itu tak segarang fotonya.

“tapi kami pasti akan jadi hebat” kata Jihan semangat dengan semua getaran positif yang dia miliki.

“kita hanya latihan sabtu minggu, jika kalian ingin cepat belajar, kalian bisa berlatih bersama di rumah setiap hari jika kalian mau” saran Coach itu yang disetujui dengan senang hati oleh Jihan namun Ethan mengatakan itu terlalu berlebihan, mereka tak perlu belajar setiap hati. Namun sepertinya Jihan sudah terhipnotis dan dia tak mendengar penolakan apapun.

​Setiap hari sepulang sekolah Ethan dan Jihan akan berlatih bulu tangkis di samping rumah Ethan yang memiliki sedikit perkarangan. Ethan harus memaksa Jihan untuk berhenti jika tidak mereka benar-benar akan menghabiskan waktu seharian penuh untuk bermain bulu tangkis dan Ethan pasti akan mati kelelahan. Setelah selesai berlatih biasanya mereka akan pergi ke café Viola. Walaupun mereka memiliki banyak kegiatan mereka tetap tak pernah absen datang ke café itu. Jihan selalu membawa raketnya dan membanggakannya pada Viola dan Jacob. Ethan senang kalau Jihan menyukainya, walaupun selama ini Ethan hanya bermain dengan setengah hati. Senang sekali melihat gadis itu bisa menikmati sesuatu dengan sepenuh hatinya.

“sini sini” kata Viola memanggil kedua anak itu saat mereka baru saja masuk ke dalam cafenya, ada kamera yang tampak baru dan mengkilap di tangannya. Viola menyuruh mereka berdua untuk berdiri lebih dekat dan berpose kearahnya, Jihan langsung berangkul tangannya di leher Ethan untuk membuatnya lebih dekat dan bahkan Ethan belum siap dan kaget dengan rangkulan tiba-tiba Jihan itu.

“sudah, aku hanya ingin mengetes kamera baruku” kata Viola merasa puas pada gambar yang dia ambil tanpa blur itu.

“tapi aku belum siap” keluh Ethan tak percaya karena melihat Viola sudah menyimpan kembali kameranya dan Jihan berjalan mendekati meja kasih.

“tidak apa-apa kamu kelihatan oke kok” kata Jacob menepuk bahu Ethan untuk menghibur anak itu, Ethan menghembuskan napas kasar lalu bergabung dengan mereka.

1
Bening Hijau
marathon loh aku bacanya..
kamu orangnya konstisten...
saya senang gayamu..
nanti akan ku baca cerita mu yang lain marathon juga dan komen di bagian akhir..
semangat terus..
Bening Hijau: tak langsung kamu buat q motivasi untuk menyelesaikan imajinasi ku sampai selesai
Nurul Fhadillah: Terima kasih banyak, senang sekali kalau kamu suka sama ceritanya😁
total 2 replies
mary dice
biasanya ada koma sebelum tanda petik
Nurul Fhadillah: Ouh oke kak, terima kasih untuk koreksi nya😁🙏🏻
total 1 replies
S. M yanie
semangat kak...
S. M yanie: InsyaAllah, hhheee
Nurul Fhadillah: Iya kak, kakak juga semangat ngejalani hari2🦾
total 2 replies
cytoid
kakak bisa lihat novelku lewat profilku(^^
cytoid
kasian ethan🥺. Btw aku juga lagi buat novel baru nih kak, tolong disupport ya?🙏
todoroki shoto: semangat,kak/Smile/
Nurul Fhadillah: Ouh oke kak, semangat terus berkarya nya ya, terima kasih juga udah baca novel ini😊
total 2 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!