Hamdan seorang siswa SMA kelas dua. Sedari kecil sudah tinggal di Panti sehingga dia tidak pernah tahu akan keberadaan orang tuanya.
Hamdan sangat suka silat tapi dia tidak punya bakat.
Setiap kali latihan, dia hanya jadi bahan ledekan teman-temannya serta omelin Kakak pelatihnya.
Suatu hari Hamdan dijebak oleh Dewi, gadis pujaan hatinya sehingga nyawanya hampir melayang.
Tak disangka ternyata hal itu menjadi asbab berubahnya takdir Hamdan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Muhammad Ali, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Diusir dari Panti
"Ha ha..."
"Wajah kamu kenapa, To?"
"Kurang aj*r!!!"
"Awas kamu, Hamdan. Kalau aku tidak membuat kamu babak-belur hari ini, maka usah panggil aku Tanto lagi."
Tanto bergerak maju sedang kan Zaki dan Tri mengunci pergerakan Hamdan di kiri-kanan.
Tanto melayangkan tinjunya ke wajah Hamdan. Hamdan mundur. Pukulan itu hanya mengenai udara kosong.
Belum sempat Hamdan memperbaiki posisinya, Tanto melayangkan serangan beruntun.
"Bang*at!!!"
Hamdan hanya bisa memaki.
Dia mencoba berkelit. Tetap saja tendangan Tanto masuk mengantam rusuknya.
Hamdan meringis. Dia terjajar ke belakang.
Tri dan Zaki juga ambil bagian, mereka menyerang Hamdan yang dalam posisi tidak beruntung.
Hamdan terpaksa memakan bogem mentah lagi. Dia tidak bisa berbuat apa-apa.
Hamdan berusaha menutup wajah dan kepalanya agar tidak terkena serangan.
Dia terlalu naif.
Hamdan terlalu melebih-lebihkan kemampuannya.
Tidak ada seorangpun yang repot-repot untuk melerai perkelahian para remaja itu.
Bagi mereka hal itu sudah biasa, nanti juga baik sendiri.
"Pegang kedua tangannya!!"
Tanto menyeringai.
Dia perlahan mendekat Hamdan yang tampak sudah tidak berdaya.
Dia mencekal wajah Hamdan.
"Aku akan membuat wajah kamu tidak bisa dikenali. Kamu akan libur sekolah selama sebulan karena malu. Ha ha ha..."
Tanto tertawa histeris.
Saat itu lah lutut Hamdan yang sedari tadi tampak tak berdaya menghantam area terlarang milik Tanto.
"Auuuuuu.....!!"
Tanto mendelik. Dia sangat kesakitan. Matanya hanya tampak bagian putihnya saja.
Tanto tumbang. Entah pingsan entah berpindah alam.
Hamdan gemetar. Tri dan Zaki juga gemetar.
Dibandingkan keduanya, pikiran Hamdan lebih cepat pulih.
Sambil menahan rasa sakit di sekujur tubuhnya, Hamdan menyeret langkah dan segera berlalu dari sana.
Tri dan Zaki tidak memperdulikannya.
Mereka menggoyang-goyangkan tubuh Tanto.
"Bro....!!!"
"Bangun, Bro!"
"To, bangun, To!"
Tanto tidak bergerak.
"Bagai mana ini, Tri?" Zaki panik.
Awalnya dia hanya ingin main-main.
Tak sangka hasilnya bisa seperti ini.
"Di depan sana ada tempat praktek Dokter. Kita bawa saja ke sana."
Tri langsung membuat keputusan yang cepat.
...****************...
"Pak Haji! Saya minta keadilan untuk anak saya."
Seorang pria dan wanita membuka pintu mobil dengan tergesa-gesa dan langsung bicara dengan Haji Umar.
"Silahkan naik ke rumah dulu, Pak. Apa masalahnya? Mari kita duduk kan dulu."
"Tak perlu Pak Haji." Sahut pria itu dengan pongah.
"Saya hanya ingin meminta keadilan bagi anak saya. Anak didik Pak Haji yang bernama Hamdan itu telah mencelakakan anak saya hingga pingsan."
"Jika bukan karena memandang wajah Pak Haji, saya sudah menjebloskan anak itu di penjara."
"Tapi tolong Pak Haji beri dia sangsi. Paling tidak, dia harus dikeluarkan dari panti ini. Itu pun kalau Pak Haji bersedia."
"Jika tidak, saya akan menempuh jalur hukum."
"Bawa betenang dulu, Pak. Biar saya panggil si Hamdan. Bagai mana jalan ceritanya."
"Kami datang ke sini bukan untuk mendengarkan cerita, Pak Haji. Kami hanya ingin Pak Haji memberikan sangsi kepada anak itu."
"Saya sangat sibuk, Pak Haji. Jadi saya pergi dulu. Jika dalam dua hari Pak Haji belum membuat keputusan, maka saya mohon maaf Pak Haji. Saya akan tetap melaporkan permasalahan ini ke pihak yang berwajib."
Setelah orang itu pergi, Haji Umar duduk termangu sambil memijit kepalanya yang terasa sakit.
Pria tadi adalah seorang pejabat. Dia adalah orang yang vokal.
Haji Umar tahu bahwa pria tadi serius dengan ucapannya karena dia adalah orang yang punya komitmen.
"Yati!"
"Ya, Pak Haji."
"Panggilkan si Hamdan ke sini."
"Sebentar Pak Haji."
Yati berjalan tergesa-gesa menuju kamar Hamdan.
"Tok tok tok."
"Hamdan! Dipanggil sama Pak Haji. Sekarang."
Hamdan langsung bangkit. Dia baru saja istirahat.
"Ada apa, Pak?" Hamdan berdebar. Tak biasanya Pak Haji Umar memanggil dirinya.
Karena kamarnya paling belakang sehingga Hamdan tidak mengetahui kedatangan orang tua Tanto.
Mata Kak Yati terbelalak. "Wajah kamu kenapa, Hamdan? Kamu berkelahi lagi ya?" Selidiknya.
'Jadi benar apa yang dikatakan oleh Bapak tadi itu?' Gumamnya dalam hati.
Awalnya Yati tidak sedikit pun percaya. Dia menyangka Bapak tadi itu hanya sekedar melebih-lebihkan sesuatu sekedar untuk mencari sensasi.
"Cuma sekedar salah faham saja, Kak." Aku ketemu Pak Haji dulu, Kak."
Yati tidak menjawab. Tapi dia pun mengikuti langkah Hamdan.
"Duduk, Hamdan."
"Iya, Pak Haji."
Haji Umar menatap wajah Hamdan.
"Kamu berkelahi ya?"
"Hanya sekedar membela diri Pak Haji."
"Tahu kah kamu? Masalah yang telah kamu buat dengan dalih 'membela diri' ini?"
Hamdan diam. Dia menunggu dengan berdebar.
"Kamu telah mencelakakan anak orang. Barusan orang tuanya datang untuk meminta pertanggungjawaban."
Hamdan terkejut. "Orang tua Tanto datang ke sini Pak Haji? Apa yang mereka mau? Saya akan bertanggung jawab sepenuhnya, Pak Haji. Saya tidak akan melibatkan Pak Haji dan panti ini."
Haji Umar tidak menyangka bahwa Hamdan akan menjawab seperti itu.
"Orang itu ingin melaporkan kamu ke pihak yang berwajib."
"Asalkan tidak melibatkan Pak Haji dan Panti ini, saya siap, Pak Haji."
Haji Umar terharu. Tapi dia berusaha menahannya.
"Tahu kah kamu, Hamdan. Jika kamu dilaporkan ke pihak yang berwajib, maka nama kamu akan tercoreng."
"Kamu tidak bisa sekolah lagi. Kamu juga tidak bisa mencari kerja di pemerintahan karena nama kamu sudah jelek."
Hamdan pucat. Dia tidak menyangka jika dampaknya akan seperti itu.
Jika dia tidak bisa bersekolah lagi dan namanya menjadi buruk, bagai mana dia akan ikut O2SN? Bagai mana dia bisa meniti karir jika sudah tamat sekolah nanti?
"Jadi apa yang harus saya lakukan, Pak Haji?"
Haji Umar menarik nafas dengan berat.
"Hanya ada satu jalan. Kamu harus pergi dari panti ini. Orang itu berjanji tidak akan melanjutkan kasus ini jika kamu pergi dari sini."
Darah Hamdan naik ke wajah. Dia menggertakkan giginya. Tangannya terkepal dengan erat.
Dia tahu, ini hanya lah akal-akalan orang tua Tanto untuk menyusahkannya.
Setelah bisa menata hatinya, Hamdan pun berkata dengan suara mantap.
"Kalau begitu hari ini juga saya akan pergi dari sini, Pak Haji."
Hamdan menguatkan hatinya.
"Terima kasih atas didikan dan segala bantuan Pak Haji selama ini. Dengan disaksikan langit dan bumi, saya berjanji, saya tidak akan melupakan budi baik Pak Haji selama ini dan kelak saya pasti akan membalasnya."
Haji Umar menatap kepergian Hamdan dengan mata sembab.
"Maafkan Bapak, Nak." Lirihnya.
Dia sudah menganggap anak-anak yang di Panti ini seperti anaknya sendiri.
Siapa yang tidak sedih jika dia harus mengusir anaknya dari rumah sendiri.
Dia tidak bisa berbuat apa-apa. Orang berpangkat dan orang berduit jangan dilawan.
Jika tidak ingin badan sengsara.
jcyt. m.p u jbh vg w. h. h Bu. BB ggh u Hb vvg HH GG t gggg g. CC CF ffff. fcf CC. f. c CC cccc'c CC. v CCd, cygggv C TTDC esx GG gy c Bu CC v CC CC CC CC Z zSezszesssS