Nasib naas menimpa Deandra. Akibat rem mobilnya blong terjadilah kecelakaan yang tak terduga, dia tak sengaja menabrak mobil yang berlawanan arah, di mana mobil itu dikendarai oleh kakak ipar bersama kakak angkatnya. Aidan Trustin mengalami kelumpuhan pada kedua kakinya, sedangkan Poppy kakak angkat Deandra mengalami koma dan juga kehilangan calon anak yang dikandungannya.
Dalam keadaan Poppy masih koma, Deandra dipaksa menikah dengan suami kakak angkatnya daripada harus mendekam di penjara, dan demi menyelamatkan perusahaan papa angkatnya. Sungguh malang nasib Deandra sebagai istri kedua, Aidan benar-benar menghukum wanita itu karena dendam atas kecelakaan yang menimpa dia dan Poppy. Belum lagi rasa benci ibu mertua dan ibu angkat Deandra, semua karena tragedi kecelakaan itu.
"Tidak semudah itu kamu memintaku menceraikanmu, sedangkan aku belum melihatmu sengsara!" kata Aidan
Mampukah Deandra menghadapi masalah yang datang bertubi-tubi? Mungkinkah Aidan akan mencintai Deandra?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mommy Ghina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kemarahan Papa Ricardo
Allah tidak akan pernah salah dalam menempatkan kita. Semua terjadi sebab alasan dan bukan terjadi secara kebetulan. Pastilah selalu tersemat kebaikan di dalamnya.
Yakin lah bahwa saat ini Allah sedang mendidik kita untuk menjadi kuat dan hebat. Sebab, orang-orang hebat tidak terlahir dari kemudahan dan kenyamanan.
Mungkinkah ini yang sedang Deandra hadapi?
Kini, Aidan dan Deandra kembali berada di ruangan yang sama. Hawa dingin yang keluar dari air conditioning semakin lama terasa panas, bukanlah semakin dingin, entah kenapa bisa seperti itu. Pandangan Aidan sudah tertuju jelas pada wanita yang kini sedang berusaha duduk di tepi ranjang, dan mulai mendorong tiang infusnya, sembari berdiri.
Kursi roda Aidan bergerak menghadap wanita berambut panjang itu. “Mau kemana?” tanya Aidan suara baritonnya terdengar keras.
“Kembali ke kamar Tuan untuk beristirahat,” jawab Deandra datar.
“Istirahatlah di sini, tidak perlu kembali ke paviliun.”
Seketika itu juga kening Deandra berkerut mendengarnya, merasa aneh. “Sungguh baik hati sekali Tuan menyuruhku untuk beristirahat di sini, terima kasih sebelumnya. Tapi aku agak ngeri menerima kebaikan Tuan, takut ada sesuatu dibalik kebaikan Tuan dan nantinya justru aku dituntut untuk membalas kebaikan itu. Jadi sebaiknya aku harus kembali ke paviliun. Lagi pula tidak pantas seorang pelayan tidur di kamar tamu, apa nanti kata para maid di sini, terlihat ada pilih kasih di antara kami,” jawab Deandra dengan tenangnya, dia berusaha menguasai dirinya agar tenang dan tidak mengingat kejadian semalam, di mana dia telah tidur sepanjang dengan suaminya sendiri.
Kedua netra Aidan tertuju pada bibir ranum yang masih saja mampu mengoyakkan harga dirinya. Bibir yang semalam sangat menggoda dirinya untuk disentuh, namun untungnya tidak terjadi. Deandra melangkahkan kakinya tapi kembali lagi kursi roda Aidan menghalanginya, hal itu membuat wanita itu menarik napasnya dengan kasar.
“Selalu saja kamu punya jawaban setiap pertanyaanku. Tidak bisakah kamu menjadi orang yang patuh padaku, Deandra!” sentak Aidan.
Wanita itu memutar malas kedua bola matanya dan kembali dia duduk di tepi ranjang. “Tuan Muda sangat aneh, kenapa jadi seperti ini? Buat apa mengurus seorang pelayan. Aku sakit tidak butuh perhatian Tuan, bersikaplah sewajarnya. Aku mengingatkan kembali jika aku ini hanyalah seorang pelayan yang tidak perlu diperhatikan lebih oleh majikannya. Masih ada orang lain yang lebih membutuhkan perhatian Tuan, yaitu istri Tuan sendiri Kak Poppy. Dia butuh Tuan untuk ada di sampingnya, biar dia cepat sadar dari komanya. Tidak terus memarahi ku dan seperti saat ini.” Deandra mendesah, sembari menyibak rambut panjangnya hingga leher jenjangnya terlihat menggoda untuk disentuh.
Aidan bergeming! Poppy ... Ya Poppy nama ini yang hampir saja dia lupakan gara-gara wanita yang ada di hadapannya, wanita pembangkang.
“Aku tidak butuh kamu menyimpulkan sikapku, dan tidak perlu mendikteku. Aku hanya ingin kamu mematuhi semua perintahku bukannya terus melawan,” jawab Aidan dengan sarkasnya.
Menghadapi Aidan sama aja mencekik lehernya sendiri, tidak akan pernah ada habisnya. Wanita itu memilih berdiri dari duduknya dan terpaksa mengangkat kantong infusnya, tidak lagi mendorong tiang infusnya.
“Mau kemana kamu, Deandra!” bentak Aidan melihat wanita itu sudah mulai berhasil melalui dirinya.
“Percuma aku menghadapi Tuan ... AAKKHH!” pekik Deandra, pinggangnya terasa ditarik dari belakang, dan tangan besar itu sudah kembali melingkar di pinggangnya, tubuhnya pun sudah berada di atas pangkuan pria itu.
Wajah mereka berdua sudah beradu, napas mereka pun sudah menyatu satu sama lain, tatapan mereka mulai terkunci, dan ada sesuatu yang hangat menyapa di bawah hidung mancung mereka.
DEG ...
Di saat yang bersamaan, Mama Amber terbelalak melihat adegan mesra itu ketika dia membuka pintu kamar tamu, saking ingin menemui menantu yang dia benci.
Sorot mata Mama Amber mulai berapi-api, langkah kakinya pun bergegas mendekati mereka berdua.
BUGH!
“AAKHH!” teriak Deandra begitu kencangnya.
“Keterlaluan ... dasar wanita jaalang! Berani sekali kamu menggoda anakku, dia itu suami orang!” teriak Mama Amber kesetanan.
Aidan saat itu juga terkejut melihat kedatangan Mama Amber, dan melihat Deandra sudah jatuh tersungkur dilantai, namun sebelumnya wanita itu sempat mengenai sikut meja yang begitu tajam.
“MAH! Apaan ini!” teriak Aidan.
Papa Ricardo dan Harland yang kebetulan melewati kamar tamu, dan melihat sekilas serta mendengar teriakan Deandra, mereka berdua langsung masuk.
“Ada apa ini Aidan, Mah?” tanya Papa Ricardo, agak meninggi suaranya.
Harland berinisiatif mendekati Deandra yang masih jatuh tersungkur dilantai, belum membalikkan tubuhnya. Dibalik tubuhnya, Deandra menahan dirinya untuk tidak menangis, namun ini sungguh menyakitkan, ingin rasanya dia lenyap dari dunia ini!
“KENAPA TIDAK SEKALIAN BUNUH AKU SAJA! BIAR AKU MATI! BIAR KALIAN PUAS!” jerit Deandra memilukan, dia pun memberontak saat kedua bahunya disentuh oleh Harland. Aidan mulai gusar, dia meraup wajah dengan kasar ketika Deandra kembali mengatakan mati, hatinya tidak rela.
Mama Amber hanya tersenyum jahat mendengar teriakan konyol itu, tidak sedikit pun hatinya tergugah. “Ya baguslah kalau kamu pengen cepat mati!” ucap Mama Amber pelan, namun masih bisa di dengar oleh Papa Ricardo.
“Mbak ... tenang dulu,” kata Harland begitu lembutnya, masih berusaha membantu Deandra.
Wanita itu berusaha menopang dirinya untuk duduk, tapi kepalanya semakin pusing, namun dia berusaha menatap Aidan dan Mama Amber.
Deandra tersenyum getir saat melayangkan pandangan secara bergantian ke Aidan dan Mama Amber, darah segar pun mulai mengalir dari keningnya.
“LUCKY PANGGILKAN DOKTER!” teriak Aidan mulai cemas, sedangkan Papa Ricardo terlihat murka dengan istrinya, Mama Amber pun diseret keluar dari kamar tamu, hal itu membuat wanita paruh baya itu terkesiap.
“Pah!” ringis kesakitan Mama Amber, pergelangan tangannya dicengkeram sekuat tenaga oleh Papa Ricardo dan digereknya ke kamar mereka berdua.
“Sungguh keterlaluan sekali kamu, Mah! Kamu telah melakukan tindakan kejahatan!” maki Papa Ricardo, usai menampar pipi istrinya. Dan kini Mama Amber masih terkejut dengan rasa panas yang menghinggapi di pipi kanannya.
“Kamu adalah seorang perempuan, dan memiliki anak perempuan. Tidak sepantasnya kamu menghina wanita baik-baik, dan melukainya! Bagaimana kalau Elena diperlakukan oleh ibu mertuanya saat dia sudah menikah. Ini pasti akan menyakitkan buat kita sebagai orang tua! Camkanlah itu! Aku benar-benar murka dengan tindakanmu, Mah!” sentak Papa Ricardo yang ikutan emosi melihat kelakuan istrinya di depan mata.
“Dea bukan wanita jaalang! Dia tidak bersalah akan hal apapun!” sentak Papa Ricardo kembali, lalu dia keluar dari kamar dengan meninggalkan dentuman pintu yang sangat keras.
Mama Amber termangu melihat sikap suaminya yang sangat berbeda, dan baru kali ini menunjukkan amarahnya pada dirinya.
Pria paruh baya itu kembali ke kamar tamu sembari memanggil Pak Benny dan Bu Nani.
“Pak Benny suruh sopir siapkan mobil, kita bawa Deandra ke rumah sakit, sekarang juga!” perintah Papa Ricardo bergerak cepat.
Ternyata Deandra sudah tidak sadarkan diri di kamar tamu. Papa Ricardo mengacuhkan putranya begitu saja, saat dirinya ditatap Aidan.
“Harland, aku minta bantu angkat Dea ke mobil, aku ingin bawa dia ke rumah sakit,” pinta Papa Ricardo.
Harland mengangguk kepalanya, menuruti permintaan kakaknya.
“Tapi Pah, aku sudah panggil dokter,” timpal Aidan.
Papa Ricardo mengacuhkan putranya sendiri sangking kesal bercampur kecewa. Deandra pun dibopong oleh Harland menuju mobil, Aidan terlihat frustasi dengan keadaan ini.
“Bu Nani, ikut saya ke rumah sakit, biar ada yang mengurus Dea di sana,” pinta Papa Ricardo ketika Bu Nani menghampirinya, dan wanita paruh baya itu mengangguk patuh.
“Aduh ada apa lagi dengan Dea. Ya Allah keningnya berdarah,” batin Bu Nani terasa pilu melihat kondisi Dea.
Ketika Harland membopong Deandra, pria paruh baya itu menatap lekat wajah cantik Deandra, hatinya seakan ingin mengenal lebih jauh. “Benarkah dia wanita jaalang seperti yang dikatakan Amber?”
bersambung ...
Kakak Readers yang cantik dan ganteng, jangan lupa tinggalkan jejaknya ya, terutama klik LIKE setiap babnya, ternyata LIKE itu sangat berharga buat nilai karya ini. Yuk di LIKE mumpung gratis gak berbayar 😊😊😊. Makasih sebelumnya 🙏🏻
keren thor..
aq suka ma novel2 mu.....
sukses selalu thor...../Heart//Heart//Heart//Heart/