Zella, gadis bar-bar yang baru berumur 19 tahun, sekaligus pemilik sabuk hitam karate. dia terkenal di kalangan anak seusianya karena memiliki sifat ceria dan blak-blakan serta tak kenal takut.
Hingga suatu hari saat dia hendak berangkat ke tempat latihannya, dia tersandung batu dan membuat tubuhnya nyungsep ke dalam selokan dan meninggal di tempat.
Zella kira dia akan masuk ke dalam alam baka, namun takdir masih berbaik hati membiarkan dia hidup meski di tubuh orang lain.
Zella bertransmigrasi ke dalam novel yang sudah lama dia baca, dan menjadi tokoh antagonis yang selalu menyiksa anaknya.
Akankah Zella mampu mengubah sebutan 'Penjahat' pada dirinya? dan meluluhkan hati anaknya yang sudah di penuhi dendam.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon eka zeya257, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 5
...Semesta pernah membuatku berharap, namun realita menghancurkan semuanya....
...>Elzion <...
.......
.......
...✨✨✨...
Keheningan sempat terjadi di antara Elzion dan Kennan, dapat Kennan lihat ada keraguan di wajah sahabatnya itu. Kennan semakin penasaran ada apa di balik hubungan keluarga sahabatnya, nampaknya Elzion sedang menyembunyikan sesuatu darinya.
"Kenapa kamu tidak melanjutkan ucapanmu barusan?"
Kennan menanyakan hal itu karena sedari tadi Zion tidak kunjung bicara.
Zion membuang muka lalu menjawab, "Lupakan! Aku tidak berniat melanjutkan pembahasan ini."
"Kenapa tidak ja-"
"Jangan banyak tanya, Ken! kamu menghancurkan mood ku." Sentak Zion, dia membuka pintu ruangannya dan meninggalkan Kennan sendirian.
"Ck tuh orang kenapa sih? Tiba-tiba serius, tiba-tiba marah mirip perempuan datang bulan aja." Gerutu Kennan, dia memilih pergi menuju dapur untuk membuat secangkir kopi.
...***...
Di dalam ruang kerjanya, Elzion termenung menatap kosong ke arah jendela yang menampilkan pemandangan gedung-gedung bertingkat. Hari sudah malam seharusnya dia beristirahat, karena esok dia ada meeting pagi.
Akan tetapi pikirannya saat ini sangat rumit, sosok Zella kembali mengusik dan memporak porandakan isi kepalanya. Satu minggu sudah dia meninggalkan rumah, selama itu juga dia selalu mendapat laporan dari kepala pelayan di rumahnya mengenai keadaan anak dan istrinya, bahkan sempat dia mendapat kabar kalau Arzen masuk rumah sakit setelah di di cambuk oleh Zella.
"Haa.."
Helaan nafas terdengar dari bibirnya, ucapan Kennan barusan menjadi pemicu keinginannya untuk segera pulang ke rumah.
"Apa sebaiknya aku pulang saja?" Elzion menimbang-nimbang usul dari Kennan, namun sesaat kemudian dia menggelengkan kepalanya perlahan.
"Tidak bisa kalau aku pulang sekarang, semuanya bisa semakin kacau!"
Dia berbalik melangkah menuju lemari kaca yang tersimpan beberapa botol minuman beralkohol, Zion mengambil satu botol minuman tersebut dan membawanya menuju sofa yang ada di ruangan itu.
Dia mengambil gelas yang berada di atas meja dan mulai menuangkan alkohol tersebut, minuman berwarna merah itu mulai mengisi penuh gelas milik Zion.
Sesaat kemudian dia mulai menenggak alkohol tersebut secara perlahan, hal itu berulang hingga sebotol alkohol yang dia ambil habis tak tersisa.
"Sialan! Mengapa dia selalu muncul di kepalaku? Apa dia tidak lelah berlarian terus menerus di dalam pikiranku." Racau Zion.
Hingga di tengah mabuk yang dia alami, samar-samar dia mendengar pintu ruangannya di ketuk. Zion menyahut dan menyuruh orang yang mengetuk pintu bergegas masuk.
Ceklek.
Begitu pintu terbuka, Kennan tercengang melihat pemandangan di depannya. Dia bergegas menghampiri Zion, sesampainya di samping Zion tanpa pikir panjang Kennan menimpuk kepala Zion cukup keras.
Buk.
Zion mendesis sambil memegang kepalanya yang di pukul Kennan, "Kenapa kamu memukulku, Ken?"
"Harusnya aku yang bertanya sialan! Apa yang kamu lakukan dengan botol alkohol itu hah?"
"Aku hanya meminumnya, memangnya apa lagi selain itu?"
Wajah Zion memerah karena efek mabuknya kian menjadi, Kennan menarik kerah baju Zion secara kasar. Kilatan amarah terlihat jelas dari kedua bola matanya.
"Kamu harus ingat tujuanmu, Zion! Kamu sudah berjanji tidak akan minum-minum lagi!"
"Berisik! Jangan ikut campur dalam kehidupanku, Ken! Kamu hanya orang luar, kamu tidak tau apa pun tentangku."
Bugh.
Tiba-tiba Kennan melayangkan tinjunya tepat di pipi Zion, hingga membuat sudut bibirnya terluka.
"Justru karena aku tidak tau, kamu harus bisa menjaga otakmu sendiri! Kalau kamu terus bertingkah seperti ini, mereka bisa membuatmu semakin hancur ingat itu!" bentak Kennan, dia melepas cengkeraman di kerah baju sahabatnya.
"Aku sudah hancur, apa lagi yang harus di hancurkan? Aku tidak memiliki hal berharga lagi di dunia ini."
Kennan memijit pelipisnya pelan, dia kesal setiap kali melihat Zion mabuk pasti dia akan meracau seolah-olah ingin menyerah.
"Sialan! Kamu masih memiliki hal berharga, Zion! entah itu ambisimu atau pun tempat yang membutuhkan kehadiran dirimu, jangan kalah dengan mereka bukanya kamu ingin membalas dendam pada mereka?" tutur Kennan.
Seketika Zion terdiam, dia tak bisa berpikir jernih. Melihat hal itu Kennan tak bisa memaksa Zion menjawab, dia duduk di samping sahabatnya yang kini sedang memejamkan kedua matanya.
"Aku harap kamu tidak menyerah untuk saat ini, Zion, karena mereka belum mendapat balasan yang setimpal dari perbuatannya padamu." Lirih Kennan menatap sendu ke arah sahabatnya.
Ada luka tak kasat mata yang terus bersemayam di dalam tubuh Zion, luka yang berhasil menghancurkan sebagian hidupnya.
...***...
Amerika serikat.
Zella mengikuti motor sport putranya hingga tiba di sebuah gedung bernama Edelweis, dari luar gedung itu terlihat seperti gedung biasa tidak ada yang mencurigakan sedikit pun dari gedung tersebut.
Di dalam mobil, Zella mengamati putranya yang baru saja menghampiri seorang pemuda seumuran dengan Arzen.
"Apa mungkin sekarang mereka mau reunian?" tebak Zella.
Awalnya dia tak berniat turun dan akan menunggu saja di sana, namun begitu melihat Arzen masuk perasaan Zella menjadi tak tenang, dia belum tau seperti apa keadaan di dalam gedung itu apakah berbahaya atau tidak bagi putranya.
"Masuk nggak yah? Tapi kalo ketahuan gimana? Pasti Arzen makin benci sama gue." Gumam Zella kebingungan.
Sepuluh menit berlalu, akhirnya Zella keluar dari mobil dan bergegas menyusul Arzen. Anehnya begitu dia masuk, dia di sambut anak tangga yang sangat banyak.
"Astaga, banyak banget tangganya. Bisa encok dadakan gue nih,"
Zella menatap nanar anak tangga yang melingkar-lingkar seperti ular hingga ke lantai atas.
"Ngapain sih Arzen ke tempat berbahaya kaya gini? Mending di rumah nonton dora lebih berfaedah." Gerutunya sedikit kesal.
Zella mulai menaiki satu persatu anak tangga itu, gedung tersebut berlantai empat dan sepertinya masih dalam tahap pembangunan, terlihat dari beberapa tongkat penopang yang masih ada di sana.
"Hosh... Hosh... Hosh.. Jauh banget sialan! Gue cape."
Keningnya mulai di banjiri keringat, sesekali dia mengusap keringat yang menetes dengan kasar, cuaca yang panas semakin menambah rasa lelah yang Zella rasakan.
Hingga di tengah-tengah perjalanannya, dia mendengar suara riuh dari lantai empat. Takut ada hal buruk yang menimpa putranya, Zella berlari dengan sekuat tenaga agar bisa cepat sampai di lantai atas.
Sesaat kemudian Zella tiba di lantai teratas, di saat dia menetralkan nafasnya yang terengah-engah, tanpa sengaja kedua matanya melihat sosok Arzen sedang berdiri berhadapan dengan pria berewokan serta bertubuh besar.
Zella melipir ke samping tembok guna menguping pembicaraan mereka semua.
"Mana uangnya?" tanya pria berewok itu.
Arzen mengeluarkan amplop berwarna putih berisi uang dengan jumlah yang cukup besar, dia menyodorkan amplop itu pada pria tersebut.
"Jumlahnya sesuai dengan permintaanmu, sekarang berikan barang yang gue minta." Ujar Arzen.
Pria tersebut menghitung uang yang baru dia dapat, setelah memastikan uangnya pas pria itu tampak sangat senang.
"Bagus, kamu memang dapat di percaya."
Arzen tak menggubris, dia menengadahkan tangannya meminta barang yang sejak tadi belum di berikan pria tersebut.
"Cepat berikan barangnya padaku! Jangan banyak basa basi." Sinis Arzen.
"Aku suka keberanianmu, tapi sayang kamu perlu belajar lebih banyak lagi, Nak." Sahut pria tersebut seraya tersenyum mesum.
Tak berselang lama muncul dua orang lainnya dari belakang pria tersebut, Arzen dan satu temannya tampak terkejut.
"Apa maksudnya ini?" heran Arzen sedikit takut pada pria-pria itu.
Tanpa di duga, pergelangan tangan Arzen di tarik begitu juga dengan satu temannya.
"Lepasin gue bajingan!" teriak Arzen memberontak.
"Haha bodoh! Malam ini kalian berdua harus melayani kami haha." Ujar pria tersebut tertawa senang.
Sontak Arzen syok, begitu juga Zella yang mendengarnya dari balik tembok.
"Wah beraninya mereka menyentuh anak gue!" geram Zella.
Dia keluar dari tempat persembunyiannya, tatapannya sangat dingin, kedua tangannya mengepal erat urat-urat di lehernya tampak menonjol menandakan bahwa dia benar-benar marah.
"LEPASIN ANAK GUE, BAJINGAN!" teriak Zella membuat semua orang terkejut.