Elora punya mimpi sederhana, ingin menjadi perawat dan menikah dengan pria impiannya. Bukan dari lelaki kaya, namun lelaki yang mencintainya sampai maut memisahkan. Namun impian Elora kandas saat pamannya tanpa pertimbangan apapun mengirim Elora ke Spanyol untuk menaklukan sang pewaris kekayaan keluarga Gomez sesuai dengan wasiat mamanya sebelum ia meninggal. Elora terkejut karena sesampai di Spanyol, ia harus bersaing dengan banyak perempuan yang juga punya misi yang sama, menaklukan sang pewaris. Apakah Elora bisa melaksanakan misi almarhumah mamanya? Akankah ada cinta sejati baginya di Spanyol?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Henny, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pesta Manis
Anna nampak cemberut saat melihat Elora yang keluar dari kamarnya. Gadis itu sudah mengenakan gaun berwarna peach, sangat cantik dengan sepatu high heels berwarna senada dengan gaunnya. Rambutnya yang hitam digulung rapi dengan model sanggul modern.
Nuna ada di belakang Elora. Si pelayanan berkulit hitam itu nampaknya sangat memperhatikan Elora bahkan membantu gadis itu berdandan.
Enrique sudah menunggu di dekat mobilnya. Lelaki itu nampak sedang menelepon seseorang dan ketika ia melihat kedatangan Elora, ia langsung mengakhiri percakapannya. Enrique masuk ke dalam mobilnya dan Elora membuka pintu mobil sendiri. Tak ada perlakukan khusus dari lelaki itu dengan membukakan pintu mobil bagi Elora.
Perayaan pesta kali ini dilaksanakan di halaman belakang mansion tuan Ernesto. Lelaki itu nampak senang dengan kedatangan Elora dan Enrique.
Para pengusaha anggur hadir semuanya di sana. Dan percakapan mereka pun memang seputar anggur. Untungnya di sana Pedro juga hadir. Dokter tampan itu sedang menggandeng seorang gadis manis yang Elora yakini sebagai pacar barunya.
"Enrique, kau datang dengan gadis cantik hari ini. Nampaknya ia bukan asli gadis Spanyol. Nona manis, siapakah namamu?" tanya seorang lelaki yang tubuhnya sedikit gemuk.
"Saya Elora."
"Waw, nama yang cantik. Secantik orangnya. Apakah kalian semua setuju?" teriak pria bertubuh gembul itu. Semua yang disana bertepuk tangan.
"Nona manis, kamu tahu kalau Enrique adalah salah satu pengusaha anggur yang sangat terkenal di negara ini. Berarti gadis yang bersamanya harus tahu tentang anggur juga."
Pedro langsung menatap Elora. Ia tahu kalau gadis itu sama sekali tak pernah membaca buku tentang anggur. Dan Pedro tahu tujuan lelaki gendut itu bertanya. Ia pasti ingin menjebak Elora karena itu adalah kakaknya Anna, salah satu calon yang menyukai Enrique.
Elora yang berdiri di samping Enrique tersenyum. "Tidak semua orang menyukai anggur. Aku termasuk orang yang tidak terlalu suka dengan anggur karena aku lahir dan dibesarkan di negara yang tidak sama dengan Spanyol. Jujur saja, aku pernah makan buah anggur tapi yang diproduksi oleh negaraku, memang tak seenak anggur yang ada di sini namun tetap saja namanya anggur. Selanjutnya, aku memang tak tahu jenis-jenis anggur dan bagaimana buah anggur diolah sehingga menjadi minuman yang berkelas sultan seperti ini. Jangan tanya padaku perbedaan anggur yang berkelas karena seperti kebanyakan orang di dunia ini, aku hanya bisa minum anggur dan percaya saja saat orang lain mengatakan kalau ini anggur terbaik pada hal masih ada anggur yang lebih terbaik. Kalian, para pengusaha anggur, teruslah berusaha menciptakan minuman anggur yang bertaraf sultan, tapi percayalah, di luar sana kebanyakan orang memilih anggur dengan kualitas yang biasa saja, karena bagi mereka, bukan rasanya, melainkan apa yang bisa dinikmati dengan orang-orang terkasih." Elora tak tahu ia sudah bicara apa. Kata-kata itu secara cepat meluncur saja dari mulutnya.
Seorang perempuan tua namun terlihat berkelas muncul diantara para pria yang mengelilingi Elora. Ia bertepuk tangan sambil tersenyum. "Aku suka dengan ulasanmu itu, nona manis. Kita selama ini hanya bangga dengan kualitas anggur kita yang dinikmati oleh kalangan atas saja. Pada hal penikmat anggur justru paling banyak adalah dari kalangan menengah kebawah." Wanita itu mengangkat kedua jempolnya diikuti tepuk tangan dari semua orang. Tentu saja pria gendut yang bertujuan ingin mempermalukan Elora ikut bertepuk tangan walaupun sebenarnya hatinya dongkol. Karena wanita yang berbicara itu adalah wanita yang disegani dan dihormati di kalangan bangsawan. Dialah Elionora Santana. Ibu dari Elroy Santana.
"Enrique, apakah dia ini salah satu calon istrimu?" tanya Elionora.
Enrique hanya mengangguk.
"Aku suka dengannya." Elionora kemudian menatap kalung yang Elora kenakan. Wanita tua itu menatap Elora dengan tatapan yang lembut.
"Selamat datang di Spanyol, nak." ujarnya lembut sambil memegang pipi Elora.
Elora tersenyum. Wanita yang terlihat kaya dan elegan ini ternyata begitu rendah hati. "Terima kasih nyonya."
"Enrique, jangan kau sia-siakan gadis secantik ini." ujar Elionora sebelum perempuan itu menatap sang tuan rumah dan berkata," Ernesto, di mana musiknya. Biarkan pasangan ini berdansa sebagai pembuka acara."
Elora terkejut. Berdansa?
Musik pun dimulai terdengar. Sangat lembut, lagu cinta yang berjudul Ye Te Amo.
"Ayo.....!" Enrique mengulurkan tangannya.
"Enrique, aku tak bisa berdansa." bisik Elora.
"Ikut saja gerakan ku. Kamu pasti akan bisa." Enrique menggenggam tangan Elora. "Kamu pernah berenang di pantai kan?"
"Iya."
"Biarkan badanmu bergerak seperti digerakkan oleh ombak."
Elora awalnya nampak kaku namun lama kelamaan ia akhirnya bisa. Apalagi saat pasangan yang lain ikut bergerak.
Tangan Enrique yang ada di pinggang Elora membuat gadis itu kurang nyaman. Namun ia berusaha untuk menyelesaikan dansa ini. Sesekali memang tatapan mata mereka bertemu namun Elora berusaha tak menatap terlalu dalam.
Lagu akhirnya berhenti. "Aku haus." kata Elora. Ia langsung mencari minuman di meja bartender.
"Mau minum apa, nona?" tanya bartender itu.
"Sesuatu yang tidak mengandung alkohol."
"Jus buah?" bartender itu tertawa.
"Tidak ada ya? Aku payah kalau minum alkohol."
"Akan ku buatkan sesuatu yang kadar alkoholnya hanya 1 persen. Aku jamin tak akan memabukkan."
"Baiklah."
Bartender itu memberikan segelas minuman berwarna merah. Elora segera meneguknya. Pedro mendekatinya.
"Awas mabuk."
"Hanya satu persen kadar alkoholnya pak dokter."
Pedro menatap bartender itu. "Berikan aku juga kadar yang sama."
"Wah, pak dokter takut mabuk karena sedang bersama pacarnya?"
"Dia bukan pacarku. Gadis itu memang menyukaiku namun aku tak terlalu suka dengan gadis yang lebih muda dariku. Aku suka dengan perempuan dewasa. Setidaknya di atas lima tahun dariku."
"Mengapa?"
"Karena aku suka dimanja. Kalau pacaran dengan yang lebih muda kan bawaannya mereka ingin dimanja. Malas aku."
"Atau mungkin kalau yang lebih tua tak perlu diajari lagi masalah ranjang. Jangan bilang kalau kamu masih perjaka ya?"
Pedro tertawa sangat kuat. "Aku tak perjaka lagi saat berusia 16 tahun."
"Oh ya? Siapa gadis itu?"
"Guru SMA ku." bisik Pedro membuat Elora terbelalak.
"Kamu nggak bohong kan?"
"Tidak. Sekarang kami jadi teman baik."
"Waktu itu gurumu usianya berapa?"
"30 tahun. Dia waktu itu belum menikah. Sekarang ia sudah menikah dan mempunyai 2 orang anak."
"Pedro, kamu itu ya ..."
Pedro hanya tersenyum. Namun senyumnya menjadi hilang saat melihat siapa yang datang.
"Elora, sainganmu datang." ujar Pedro.
"Siapa?"
"Vania Lopez. Teman kecil Enrique dan mungkin juga cinta pertamanya."
Elora menatap wanita cantik berambut coklat yang menghampiri Enrique. Ia begitu elegan, begitu berkelas dan membuat banyak lelaki menatap ke arahnya.
"Vania, kapan kamu kembali?" tanya Enrique. Keduanya saling berpelukan dan cipika-cipiki.
"2 hari yang lalu. Urusan di luar negeri sudah selesai dan sekarang aku ada di sini."
Wajah Enrique terlihat begitu bahagia. Matanya berbinar melihat Vania yang terlihat semakin cantik saja.
"Mengapa Vania tak masuk dalam daftar calon istri Enrique?" tanya Elora.
"Karena saat keluarga Gomez memutuskan kalau Enrique harus mengikuti tradisi keluarga dalam hal menentukan jodoh sang pewaris, Vania ada di luar negeri. Namun aku yakin kalau gadis itu sengaja pergi ke luar negeri karena ia yakin kalau Enrique tetap akan memilihnya."
Elora menatap Pedro. "Kamu tak suka pada Vania?"
"Ya."
"Kanapa?"
"Tak suka aja. Aku tahu kok kalau hatinya tak secantik wajahnya. Dan menurut aku, kamu seribu kali lebih cantik darinya."
Elora tertawa sambil menepuk pundak Pedro dengan gemas.
Malam semakin larut. Beberapa tamu sudah pulang. Elora ditemani Pedro masih duduk di depan bar tender.
"Kamu sudah mengantuk?" tanya Pedro.
"Ya."
"Enrique sungguh tak bertanggungjawab. Kalian datang bersama namun dia membiarkan kamu sendiri."
"Kamu juga begitu dokter Pedro. Kamu datang bersama seorang gadis namun menemani aku."
"Aku tak datang bersamanya. Aku janjian dengannya ketemu di sini."
"Mana gadismu?"
"Bersama dengan teman-temannya."
Elora menetap gelasnya yang sudah kosong. "Aku tak mau minum lagi. Perutku rasanya tak enak. Aku mau pulang saja." Elora turun dari kursinya.
"Mau ku antar pulang?" tanya Pedro.
Elora menggeleng. "Tugasmu adalah menemani gadismu. Pergilah....!" Elora meraih dompetnya dari atas meja bar tender. Ia kemudian melangkah ke arah Enrique dan Vania yang nampak sedang asyik mengobrol.
"Maaf menganggu. Namun aku sudah mengantuk. Aku mau pulang." ujar Elora.
Vania menatap jam tangannya. "Sekarang baru jam 11. Biasanya pesta selesai setelah jam 12 malam."
Enrique menatap Elora. "Tunggulah sedikit lagi, Elora."
Elora tersenyum. Ia kemudian melangkah lagi menjauhi Enrique dan Vania.
"Elora.....!"
Elora tersenyum pada Elionora. "Nyonya."
"Kamu kelihatan lelah. Apakah Enrique belum mau pulang?"
"Iya. Mungkin karena ia dan Vania baru ketemu setelah sekian lama berpisah makanya mereka membutuhkan waktu untuk bersama."
"Kamu tidak takut Vania mengambil kesempatan untuk merebut hati Enrique?" tanya Elionora sambil menatap Elora dengan mata nya melirik ke arah Enrique.
"Aku? Rasanya tidak. Karena di rumah keluarga Gomez masih ada 2 gadis lain yang sama cantiknya dengan Vania. Sebenarnya aku ke sini karena keinginan almarhumah mamaku. Seandainya dari Indonesia aku tahu kalau aku akan dijodohkan tanpa kejelasan seperti ini, aku tak akan pernah datang ke sini. Tolong ini dirahasiakan ya nyonya. Aku tak mau nyonya Tizza mendengarnya dan menjadi sedih."
Elionora memegang tangan Elora. "Aku suka dengan cara pemikiranmu. Kamu punya cara yang unik untuk membuktikan siapa dirimu. Mau membuat Enrique kesal?"
"Caranya?"
"Ayo pulang denganku. Walaupun Vania itu sahabat baiknya, walaupun kamu belum menyukai Enrique tapi tak seharusnya kamu dibiarkan sendiri olehnya."
"Tapi...."
"Ayolah. Aku ini paling senang melihat pria kesal." Elionora menarik tangan Elora. Keduanya pun meninggalkan pesta di perkebunan Ernesto.
Perempuan paru baya itu mengantarkan Elora sampai ke mansion keluarga Gomez.
"Tidurlah yang nyenyak, sayang. Aku pasti akan menemui mu lagi." Elionora mengecup pipi Elora sebelum gadis itu turun. Elora melambaikan tangannya dan menatap mobil mewah itu pergi.
"Kenapa aku merasa bahagia saat bersama nyonya itu ya?"
*************
Mau tahu bagaimana kesalnya Enrique saat tahu kalau Elora sudah pergi?
masih penasaran siapa yg menukar hasil tes DNA elora eleoy