NovelToon NovelToon
Cahaya Yang Padam

Cahaya Yang Padam

Status: sedang berlangsung
Genre:Poligami / Selingkuh / Pernikahan Kilat / Cinta Paksa / Beda Usia / Mengubah Takdir
Popularitas:28.4k
Nilai: 5
Nama Author: NurAzizah504

Cahaya dipaksa menikah dengan pria yang menabrak ayahnya hingga meninggal. Namun, siapa sangka jika pria itu memiliki seorang istri yang amat dicintainya yang saat ini sedang terbaring lemah tak berdaya. Sehari setelah pernikahan paksa itu dilakukan, pertemuan tak sengaja antara Cahaya dan istri pertama suaminya terjadi.

Akankah Cahaya diakui statusnya di hadapan keluarga suaminya? Atau malah Cahaya tetap disembunyikan? Dipaksa padam seolah tak pernah ada dalam kehidupan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NurAzizah504, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

5. Hadiah Dari Arif

Cahaya matahari menerobos masuk ke dalam celah jendela, mengenai wajah Arif yang terlelap hingga akhirnya terpaksa membuka mata walau berat.

Ingatan Arif kembali ke kejadian malam tadi. Saat di mana ia meminta Cahaya memeluknya. Saat di mana ia menemukan titik ternyamannya.

"Pak."

Arif menolehkan kepala, menemukan Cahaya yang membawakan sepiring makanan dengan langkah pelan.

"Sarapan dulu, Pak."

"Iya. Nanti saya makan," ucap Arif masih dengan muka bantal.

"Mau saya suapin atau ...."

"Saya bisa sendiri."

Merasa tak ada lagi yang harus dilakukan, Cahaya mengangguk sekilas lalu berpamitan keluar dari kamar. Namun, panggilan Arif seketika menghentikan langkahnya.

"Terima kasih banyak atas apa yang kamu lakukan malam tadi."

"Sama-sama, Pak," balas Cahaya dengan senyum ringan.

Tiga hari berselang, kini Cahaya sudah kembali bekerja seperti biasa. Kepulangan Zahra malam kemarin tak hanya mengantongi pengalaman. Namun, juga uang dan hadiah-hadiah lainnya karena berhasil memenangkan pameran berkat karya yang mereka pamerkan. Zahra berencana akan membuat acara makan-kecil sebagai bentuk syukur atas usaha dan doa mereka selama ini.

Libur selama tiga hari membuat pekerjaan di toko menumpuk banyak. Para karyawan harus bekerja sekeras mungkin untuk mencapai jumlah target yang disepakati dengan pembeli.

Saat masih sedang melakukan pekerjaan, Cahaya dikagetkan oleh sentuhan pelan pada puncak kepalanya.

"Serius banget."

"Eh, Bang Fahri." Cahaya tersenyum dan mengangguk sopan. "Kak Zahra di belakang. Ada Pak Arif juga."

"Sebenarnya saya ke sini buat ketemu mereka, sih."

"Terus?"

Pengen liat kamu.

Namun, pada kenyataannya, Fahri belum terlalu berani untuk mengungkapkan kalimat semacam itu.

"Pengen ngadem aja. Kebetulan juga tadi saya abis meeting di kafe sebelah. Jadi, sekalian mampir sebentar."

"Oh ...."

Cahaya melanjutkan pekerjaan dengan serius. Tidak lagi memperhatikan Fahri yang menatapnya dengan tatapan penuh damba.

Namun, pada sebuah sudut di toko, Arif memantau semuanya. Rencananya dia akan pergi setelah beberapa saat tadi memilih mampir sebentar. Akan tetapi, pemandangan ini malah membuat Arif tak lagi bisa mengontrol dirinya.

"Em, Bang, saya ke toilet dulu, ya."

"Iya. Hati-hati, ya, pas jalannya."

"Iya."

Cahaya pun berlalu dari Fahri. Saat dirinya menuntaskan urusannya dalam toilet, Arif tiba-tiba saja menarik pergelangan tangannya dan membawanya jauh ke belakang.

"Pak, saya mau dibawa ke mana?" tanya Cahaya, tetapi Arif hanya bungkam saja.

Cahaya terseok-seok mengikuti langkah Arif. Sesekali, ia tersandung dengan ujung tongkatnya sendiri.

Ketika keduanya mencapai titik paling jauh, Arif melepaskan tangan Cahaya lalu mendorong gadis itu hingga menabrak dinding dengan punggungnya.

"Ck, sakit, Pak! Bapak ini kenapa, sih? Narik-narik tangan saya gak jelas begitu?"

"Lain kali kalau ada laki-laki lain yang usap-usap kepala kamu, tuh, harusnya dilarang. Bukan malah diladenin. Ingat, kamu itu udah bersuami."

Cahaya memalingkan muka. Untuk kali pertama, Cahaya tak sanggup jika harus menatap mata Arif lama-lama.

"Kalau orang lagi ngomong itu dilihat, Cahaya. Bukan malah berpaling."

Saat Cahaya kembali mengalihkan atensinya ke arah wajah Arif, sekelebat bayangan saat Cahaya memeluknya kembali berputar. Arif bisa merasakan hangatnya napas Cahaya yang mengenai kulit wajahnya. Dia juga bisa merasakan ketakutan, kemarahan, dan kekecewaan dalam sorot mata Cahaya.

Arif menutup mata sebentar dan berkata, "Kamu ini istri saya. Kita terikat dalam ikatan pernikahan. Walaupun gak ada orang yang mengetahuinya, tapi saya harap kamu bisa menjaga hubungan ini dengan baik."

"Buat apa?"

"Hm?"

"Buat apa saya tanya?" ulang Cahaya yang tak mendapatkan respons apa pun dari pria di hadapannya.

"Bapak meminta saya buat menjaga diri dan hubungan ini. Saya melakukannya. Tapi, di sisi lain, Bapak gencar memamerkan kemesraan Bapak dan Kak Zahra di depan saya. Saya ngomong gini bukan karena saya cemburu, bukan. Tapi, Bapak tau apa masalahnya? Sebagai seorang istri yang dirahasiakan, saya jauh dari kata bahagia. Bapak, mah, enak. Bahagia bersama Kak Zahra. Tapi, saya? Gak bisa menjalin hubungan dengan pria lain. Sementara suami, saya seolah gak mempunyainya. Saya menderita, Pak."

Arif menatap mata Cahaya dalam-dalam. Tidak sesuai dengan namanya, karena yang Arif temukan, hanyalah keputusasaan.

* * *

Satu per satu karyawan telah pulang, menyisakan Cahaya yang baru selesai menutup panggilan setelah berbicara dengan supir pribadinya.

"Belum pulang, Ya?" tanya Zahra, di belakangnya berdiri Arif. Kebetulan setelah dari toko tadi, Arif kembali lagi untuk menjemput Zahra.

"Ini mau pulang, Kak."

"Dijemput supir yang biasanya, 'kan?"

"Enggak, Kak. Mobilnya tiba-tiba mogok. Jadi, rencananya aku bakalan pulang naik ojek aja."

"Bareng kita aja gimana? Kebetulan sore ini, kami pulangnya lewat depan kompleks kamu. Soalnya aku harus ambil pesenan dulu di tokonya teman."

Cahaya tidak langsung menjawab. Ekor matanya diam-diam melirik ke arah Arif.

"Zahra benar. Pulang bareng kita aja."

Karena telah mendapatkan persetujuan dari pemilik mobil, Cahaya pun pulang bersama mereka.

Saat melewati sebuah toko di pinggir jalan, Arif menghentikan mobilnya. Zahra harus mengambil beberapa baju pesanannya. Dia juga mengajak Cahaya untuk ikut serta. Alhasil, ketiganya pun turun bersamaan.

Zahra juga sempat menawarkan beberapa baju, aksesoris, atau peralatan make up untuk Cahaya. Dengan sopan, Cahaya menolaknya.

Sebenarnya ada, sih, satu barang yang mencuri perhatian Cahaya. Sebuah kalung berbandul bulan yang mewah, tetapi elegan. Namun, Cahaya mundur saat mengetahui harga kalung tersebut.

Sesampainya di rumah, Cahaya langsung membersihkan diri. Ketika makan malam tiba, Cahaya pun melangkah ke arah meja makan.

"Mbok, ini apa?"

Mbok Tun menghentikan kegiatan mencuci peralatan bekas memasak lalu mendatangi Cahaya yang mengangkat sebuah kotak kecil dari atas meja.

"Oh, itu titipan Bapak buat Non Cahaya."

"Pak Arif ke sini? Kapan?"

"Tadi pas Non Cahaya lagi mandi."

Cahaya pun membuka kotak itu perlahan-lahan. Sedetik kemudian, bola matanya dibuat membuntang tak percaya.

"Ini, kan, kalung yang di toko itu? Pak Arif beli buat aku?"

Hari berikutnya, Cahaya langsung mengenakan kalung itu saat bekerja di toko. Ketika tengah menikmati makan siang, Zahra datang ke tempatnya.

"Ya, mau nanya, deh."

"Nanya apa, Kak?"

"Itu kalung yang ada di toko kemarin bukan, sih?"

"Em, iya, Kak. Emangnya kenapa?"

"Aku suka, Ya. Tadi pagi pas liat kamu pakai, aku langsung ke toko temanku buat beli juga. Tapi, katanya kalung yang begitu udah laku terjual. Yang terakhir dibeli ibu-ibu malam tadi."

Cahaya memperhatikan ekspresi sedih Zahra. Hatinya ikut tersentuh. Dengan mencoba ikhlas, ia pun berkata penuh senyuman, "Kalau Kak Zahra emang kepengen banget, kalungnya buat Kakak aja."

"Eh, janganlah, Ya. Kalung ini punya kamu."

"Karena ini punyaku, makanya aku kasih ke Kakak."

"Memangnya ... gapapa?"

Cahaya menggeleng, berusaha menampilkan senyum setenang mungkin. Setelah melepaskan kalung pemberian Arif dari lehernya, Cahaya menyerahkan benda berliontin bulan tersebut untuk Zahra.

Arif datang menjemput Zahra sore hari. Namun, keningnya dibuat menggelombang lantaran melihat sesuatu yang tak asing melingkari leher istrinya.

"Itu kalung siapa, Sayang? Kayaknya kamu gak punya, deh."

"Oh, ini kalung pemberian Cahaya, Bang. Bagus banget, 'kan?" Zahra tersenyum senang, memamerkan keindahan kalung tersebut kepada Arif.

Ekspresi wajah Arif lantas berubah. Setelah mengantar Zahra pulang, Arif berpamitan bahwa ia harus pergi lagi. Zahra sempat menanyakan apakah Arif akan kembali saat jam makan malam, Arif menjawab 'iya'.

Rupanya Arif menghentikan mobilnya di dekat rumah Cahaya. Saat mengunjungi rumah itu, Arif memang mencari tempat yang sedikit berjarak untuk memarkirkan kendaraannya. Dia tak ingin jika Fahri sampai melihat mobilnya.

Kemudian, Arif berjalan kaki ke rumah Cahaya. Sesampainya di sana, ia mengetuk pintu. Mbok Tun membukanya dan mengatakan kalau Cahaya masih di kamar.

Arif mengetuk pintu tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Cahaya menyahut dari dalam, menyuruh Arif yang dikira Mbok Tun untuk langsung masuk saja.

Namun, ketika sosok yang muncul adalah pria berkacamata dengan kemeja berwarna biru tua, Cahaya menghentikan gerakannya menyisir rambut.

"Kenapa kamu kasih kalung itu ke Zahra?"

"Soalnya ... Kak Zahra juga suka, Pak," jawab Cahaya sambil menundukkan kepala.

"Tapi, itu hadiah saya buat kamu, Cahaya. Kenapa kamu gak menghargainya, hah? Kamu tau, butuh perjuangan buat saya dapetin kalung itu. Saya bahkan harus membeli dengan harga tiga kali lipat dari seorang ibu-ibu yang duluan mengambilnya dari saya. Dan, kamu ... dengan mudahnya menyerahkan untuk Zahra."

"Pak, maksud saya bukan begitu," ucap Cahaya sambil meraih kruk siku dan berjalan ke hadapan Arif, "Saya gak tega mengecewakan Kak Zahra. Apalagi Kak Zahra keliatan suka banget."

"Dan, kamu tega mengecewakan saya." Suara Arif melemah, sudut bibirnya terangkat sebelah. "Saya tengah berusaha untuk menjadi baik buat kamu. Saya tengah berusaha untuk membahagiakan kamu. Tapi, kamu menolak semua perjuangan saya, Cahaya."

Arif berbalik, melangkah pergi. Saat Cahaya berusaha mengejarnya, ia terjatuh akibat tersandung dengan ujung tongkatnya.

1
Tsalis Fuadah
dari diam diam ketemuan karena pekerjaan lama lama nyaman trs di tambah ketahuan n salah paham,,,,,, akhirnya byk pertengkaran,,,,,,, ehhh selingkuh beneran,,,,, hancur dehhhh ato ahirnya tuker za thor
Yosda tegar Sakti
bagus.
NurAzizah504: Terima kasih, Kakak
total 1 replies
Muliana
Ayolah thor,,, jangan lama-lama up-nya
NurAzizah504: Siappp /Facepalm/
total 1 replies
Teteh Lia
5 iklan meluncur
NurAzizah504: Terima kasih banyak, Kak /Smile/
total 1 replies
Teteh Lia
padahal Aurel kan nda perlu sampai ke rumah cahaya juga. cahaya nya juga nda pernah meladeni Arif berlebihan. justru malah ketus kalo ke pak Arif.
NurAzizah504: Maaf .... Aurelnya sedikit berlebihan /Frown/
total 1 replies
Teteh Lia
ada apa lagi dengan Arif?
NurAzizah504: Arif baik2 saja padahal /Joyful/
total 1 replies
Teteh Lia
🐠🐠🐠🌹 meluncur
NurAzizah504: Terima kasih banyak, Teh /Smile/
total 1 replies
Teteh Lia
padahal ibu nya jelas2 bilang buat minta maaf sama Fahri. tapi kenapa Geri malah berbuat sebaliknya
NurAzizah504: Ups, ada alasan dibalik itu semua /Joyful/
total 1 replies
Teteh Lia
akhirnya terbongkar juga.
NurAzizah504: Tapi, belm semuanya, Kak /Silent/
total 1 replies
Muliana
Jika seperti ini, seharusnya Fahri yang dendam. Bukan kamu Geri
NurAzizah504: Mash ada alasan yang lain, Kak /Smile/
total 1 replies
NurAzizah504
/Sob//Sob/
Muliana
Misteri yang belum terselesaikan, alasan Gery membenci Fahri
NurAzizah504: Pelan2, ya /Joyful/
total 1 replies
Teteh Lia
🐠🐠🐠🐠 mendarat
NurAzizah504: Terima kasih banyak, Kakak /Smile/
total 1 replies
Teteh Lia
apa bab ini memang pendek? atau aku yang kecepetan bacanya? tiba2 bersambung aja...
NurAzizah504: Memang agak pendek, Kak. Asalkan udah bisa update /Sob/
Muliana: Aku pun, merasakan hal yang sama
total 2 replies
Teteh Lia
Salut sama Aurel yang nda berburuk sangka dan tulus sama Arif.
NurAzizah504: Arif beruntung bgt bisa dapetin Aurel /Proud/
total 1 replies
Teteh Lia
Sayangnya, percakapan Gerry dan cahaya nda direkam. padahal bisa buat bukti ke Fahri...
NurAzizah504: Oalah, lupa kayaknya Cahaya /Sob/
total 1 replies
Teteh Lia
keras kepala banget... bang Fahri
NurAzizah504: Itulah, Kak. Sisi negatifnya dia, sih, itu /Sob/
total 1 replies
Muliana
apa bab ini terlalu pendek, atau aku yang menggebu saat membacanya /Facepalm/
NurAzizah504: Emg pendek, Kak
total 1 replies
Muliana
gantung lagi /Sob//Sob/
NurAzizah504: Kayak perasaan digantung mulu /Sob/
total 1 replies
Muliana
Ah Fahri ,,, kamu akan selalu dalam rasa salah paham serta cemburu ...
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!