Cassanova Pencabut Nyawa

Melihat bagaimana Ailen mengumpulkan keberanian masuk ke dalam kolam membuat Tom tersenyum. Bagaimanapun juga, ia tahu betul bahwa wanita keras kepala itu sangat takut dengan kolam karena tidak bisa berenang. Melihat kegigihan Ailen berjalan di dalam kolam menuju ke arahnya, Tom tiba-tiba mengambil inisiatif untuk menarik lengan Zee dan membawanya ke dalam dekapannya.

Hanya dengan tatapan mematikannya saja, Zee sudah langsung terhipnotis dan bergerak begitu saja menjamah wajah tampan Tom dengan penuh gairah. Mulai dari menciumi kening Tom, lalu kedua mata, pipi dan hidung.

Ailen kian mendekat dan Tom sengaja mempertontonkan bagaimana ia bersenang-senang dengan gadis lain tanpa memperdulikan perasaannya. Tapi tepat saat Zee hendak mencium bibir Tom, Tom segera membuat gerakan kecil untuk menghindar. Sebagai gantinya, ia memeluk tubuh telanjang berbalut bikini Zee sambil tersenyum kepada Ailen yang sudah tiba tepat di hadapannya.

“Zee, aku ingin minum.”

Bak kerbau dicocok hidung, Zee mengambil gelas dari tangan Ailen lalu menyuapkannya ke bibir Tom.

“Zee, tubuhmu sudah terlalu panas. Bagaimana kalau kamu keluar dulu dari kolam lalu kembali ke kamar untuk mendinginkan tubuh?”

“Baik. Aku akan menunggumu di kamar.”

Tom mengulas sebuah senyuman sambil mengangguk kecil. Lalu gadis bule itupun mengembalikan gelas ke tangan Ailen lalu pergi menjalankan perintah Tom dengan patuh.

“Nyonya, Zee sudah pergi tapi saya masih haus.”

Ailen menyodorkan gelas kepada Tom. Tapi Tom yang menyandarkan kedua tangannya di tepian kolam malah tersenyum geli melihat keluguan Ailen.

“Apa anda pikir saya perlu menyuruh anda turun kalau hanya untuk melelahkan tangan saya sendiri?”

Ailen kemudian melakukan seperti apa yang Zee lakukan kepada Tom sebelumnya, yakni dengan menyuapkan gelas ke bibir Tom. Sayangnya bibir Tom tidak bereaksi seperti sebelumnya. Ia justru tertutup rapat dan membiarkan air mengalir tumpah.

“Bukankan kamu ingin minum?” protes Ailen.

“Saya tidak tahu sejak kapan anda jadi wanita yang suka meniru orang lain. Ada Dave yang mengajari anda menjadi pengikut seperti itu?”

Sadar bahwa Tom sedang mencari cara untuk mempersulitnya, Ailen memilih untuk tidak melawan. “Lalu apa yang harus saya lakukan?”

“Berikan saya minum dengan cara lain!”

Ailen tampak berfikir keras tapi sama sekali tidak bisa menebak apa yang Tom ingin ia lakukan. Pria yang duduk di hadapannya itu sudah bukan lagi pria lugu yang bisa ditebak isi kepalanya dengan mudah seperti tiga tahun lalu.

“Minum!” perintah Tom singkat.

Ailen awalnya ragu, tapi melihat bagaimana para wanita tidak berani mempertanyakan perintah Tom, ia pun memilih untuk mengalah dan menurut. Ia meminum minuman dari dalam gelas Tom tapi belum sempat ia menelannya, Tom sudah lebih dulu bangkit lalu menyedot minuman itu dari dalam bibirnya. Tidak bisa dipungkiri lagi bahwa kedua bibir mereka kembali bertemu satu sama lain.

Jantung Ailen berdegup kencang, matanya membulat sempurna dan nafasnya hampir terhenti di tenggorokan. Tapi ia tidak kuasa melawan meskipun sebagian besar dirinya sadar betul bahwa apa yang telah diperbuatnya adalah sebuah kesalahan besar yang sangat tidak pantas dan tidak bermoral.

Setelah air di dalam mulut Ailen habis, Tom masih belum ingin melepaskannya begitu saja. Jadi Ailen akhirnya menemukan keberanian untuk mendorong tubuh Tom menjauh dari dirinya. Nafas Ailen naik turun tak karuan. Ia marah tapi juga tertekan karena tidak berani melampiaskannya. Ia tidak ingin merusak rencana yang disusunnya sendiri.

Jadi ia memutuskan untuk kembali, keluar dari kolam dan meninggalkan Tom sebelum pria itu membuatnya semakin kesulitan. Tom mengamati punggung Ailen yang kian menjauh darinya. Tidak tahu betapa besar ia merindukan punggung yang dulu selalu menjadi sandaran favoritnya saat ingin menangis tanpa dilihat.

Ailen melangkahkan kakinya menaiki anak tangga untuk keluar dari kolam, tapi tiba-tiba saja Tom memburunya, menyambar handuk lalu menutupkannya ke tubuh Ailen yang hanya dibalut pakaian basah dan menempel lekat membentuk tubuhnya. Pria itu kemudian melewati Ailen begitu saja seolah tidak ingin Ailen berfikir macam-macam mengartikan tindakan spontannya, apalagi berterima kasih.

Sekarang giliran Ailen yang terpaku menatap punggung Tom yang kian menjauh darinya. Ia kembali teringat betapa sejak sepuluh tahun lalu, punggung tegap itu adalah tempat paling nyaman saat ia ingin melampiaskan rasa rindunya kepada pria yang telah memporak-porandakan hatinya itu.

Semua tawa dan air matanya telah tumpah ruah dan membanjiri punggung itu hingga mungkin sudah membentuk pulau di sana saking banyaknya. Tapi ia hanya bisa segera menepis pikiran jahatnya itu sebelum berkembang menjadi racun yang akan melemahkan dan membunuhnya secara perlahan-lahan.

*******************

Keesokan paginya, Dave tidak melihat Ailen datang mengantakan obat untuknya seperti biasanya. Justru Nada yang secara khusus diutus Ailen datang untuk menggantikan tugasnya pagi itu.

“Nada, dimana Nyonya? Kenapa kamu yang datang?”

“Maaf Tuan, Nyonya sedang flu dan sekarang beristirahat di kamarnya.”

“Apa?! Nyonya sakit?”

“Hanya flu Tuan –“ belum sempat Nada menyelesaikan kalimatnya, Dave sudah lebih dulu pergi menuju kamar Ailen.

Tapi ketika tiba di sana, Tom sudah ada di sana bersama Rendi, orang kepercayaannya.

“Hai Kak! Kakak juga datang?”

“Tentu saja kakak datang. Ailen sakit mana mungkin kakak sebagai suami tidak datang?”

“Ah,.....”

“Justru kakak yang seharusnya berterima kasih sama kamu karena sudah mau repot-repot datang menjenguk kakak ipar kamu.” Imbuh Dave.

“Tentu aku harus datang, karena aku yang membuatnya terkena flu.”

“Kak Dave!” Ailen sengaja memotong pembicaraan mereka karena tidak ingin Tom memprovokasi mereka dengan menceritakan kisah tentang kejadian di kolam renang. “Gimana kabar kakak pagi ini? Apa obatnya sudah diminum?”

Dave menghampiri Ailen lalu duduk di tepi ranjang sambil mengecek suhu dahi Ailen. “Kamu juga sakit, kenapa masih saja mikirin orang lain?”

“Bisa tolong Kak Dave jaga Alvin hari ini? Aku ngga mau dia khawatir tapi juga ngga pengen dia tertular flu.”

“Kamu tenang saja. Biar aku yang urus dia sampai kamu sembuh.” Sahut Dave sambil menggenggam tangan Ailen.

Merasa tidak tahan dengan adegan yang terlihat jelas dibuat-buat itu, Tom langsung menghampiri Ailen lalu membopongnya keluar kamar.

“Apa yang kamu lakuin?”

“Apa yang mau kamu lakukan Tom?” tanya Dave juga.

“Dia hanya flu, bukan covid. Kenapa malah dibiarkan bermalas-malasan di kamar?”

“Kamu mau bawa aku kemana? turunin! Cepet turunin!” protes Ailen.

Tapi bukan Tom namanya kalau mau menuruti perintah orang lain begitu saja. Tanpa mendengarkan keberatan Dave, ia terus membawa Ailen menuju halaman samping untuk berjemur sambil berkebun.

Dave yang menyaksikan kejadian itu hanya bisa menahan amarahnya yang kian hari kian bertambah. Tom sama sekali tidak menghargainya sebagai suami Ailen tapi sama seperti Ailen, ia tidak bisa membuat Tom marah lalu pergi tanpa memberikan bantuan berharga yang sangat dibutuhkannya saat ini.

Jadi Dave hanya bisa mengambil gelas yang ada di meja kamar Ailen lalu melemparkannya ke dinding hingga hancur berkeping-keping.

'Aku bersumpah akan membalas penghinaanmu ini berkali-kali lipat, Tom!'

*****************************************