Dialah Azzura. Wanita yang gagal dalam pernikahannya. Dia ditalak setelah kata sah yang diucapkan oleh para saksi. Wanita yang menyandang status istri belum genap satu menit saja. Bahkan, harus kehilangan nyawa sang ayah karena tuduhan kejam yang suaminya lontarkan.
Namun, dia tidak pernah bersedia untuk menyerah. Kegagalan itu ia jadikan sebagai senjata terbesar untuk bangkit agar bisa membalaskan rasa sakit hatinya pada orang-orang yang sudah menyakiti dia.
Bagaimana kisah Azzura selanjutnya? Akankah mantan suami akan menyesali kata talak yang telah ia ucap? Mungkinkah Azzura mampu membalas rasa sakitnya itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
*Bab 21
"Aku ingin mengucapkan kata terima kasih atas bukti yang telah kamu kirimkan padaku beberapa waktu yang lalu. Dengan bukti itu, mataku yang tertutup rapat sebelumnya, kini telah terbuka dengan sangat lebar. Terima kasih banyak, nona Zura atas bantuannya."
Zura langsung menaikkan satu alis. Sedikit bingung, tapi ia paham ke mana arah bicara Reno saat ini. Namun, dia tetap tidak ingin mengakui kalau itu memang ulahnya.
"Apa maksudnya ini? Apa yang anda bicarakan, Reno? Saya sama sekali tidak mengerti ke mana arah pembicaraan anda ini."
Reno malah tersenyum lebar.
"Jangan berpura-pura tidak mengerti nona Zura. Saya tahu, andalah yang mengirim bukti tentang Mirna, tunangan saya itu ke rumah kami."
"Lho, kenapa anda bisa begitu yakin kalau saya yang mengirimkan bukti yang sudah anda terima? Saya ini-- "
"Nona. Saya ini tidak bodoh dalam hal menyimpulkan sesuatu. Jadi, anda tidak bisa mengelak atau menyangkal lagi apa yang saya katakan."
"Kalau begitu, kenapa anda bisa tertipu oleh seorang perempuan?"
Pertanyaan Zura langsung membungkam bibir Reno. Namun, hanya untuk sesaat saja. Detik berikutnya, pria itu malah tersenyum miris.
"Cinta telah membutakan mata hatiku sebelumnya. Tapi berkat kamu, aku berhasil membuka mata hatiku sekarang. Karenanya, aku ucapkan terima kasih banyak."
"Tunggu! Aku sudah menyangkal sebelumnya kalau bukan aku yang mengirimkan bukti itu padamu. Tapi kenapa kamu tidak mau mengerti juga dengan apa yang telah aku katakan, hm?"
"Nona Zura, aku sudah mencari tahu ke mana anda setelah tiga tahun berlalu. Sayangnya, aku tidak mendapatkan satupun informasi seputar kehidupan anda. Aku yakin, di sekitarmu ada hacker yang terkenal sampai sedikitpun informasi tentang dirimu tidak bisa ditembus oleh orang. Karena itulah aku meyakini bahwa, kamulah yang memberikan bukti lengkap padaku waktu itu."
"Terima kasih banyak, nona. Jika anda butuh bantuan ku kelak, aku siap membantu anda dengan sepenuh hati."
"Dan, nona. Izinkan aku mengejar mu sebagai pasangan."
Sontak. Kata-kata itu langsung membuat mata Zura membulat sempurna. "Hah! Apa yang anda katakan? Anda tahu siapa saya, bukan?"
"Maksudnya, masa lalu saya." Zura berucap cepat untuk memperbaiki apa yang ia ucapkan sebelumnya.
"Apapun masa lalunya tidak penting bagi saya, Zura. Saya mengatakan secara terang-terangan, saya ingin mengejar anda sebagai pasangan. Izinkan saya melakukan hal itu."
"Anu, lima menitnya sudah selesai. Kita bicara terlalu lama. Tolong keluar dari mobil saya, Reno."
Bukannya merasa kesal, pria itu malah tersenyum. "Baiklah, Zura. Aku akan keluar sekarang. Tapi, aku anggap kamu sudah setuju mengizinkan aku untuk mengejar mu."
"Hah?"
Tanpa berucap lagi, Reno langsung keluar dari mobil Zura. Ulah Reno cukup membuat Zura agak tidak nyaman. Sementara itu, setelah Reno keluar, Lula langsung masuk ke dalam mobil.
"Mbak baik-baik aja, bukan? Tidak ada hal buruk yang terjadi, 'kan mbak?"
"Tidak kok, La. Aku baik-baik saja. Kenapa? Apa wajahku seperti orang yang tidak biak-baik saja?"
"Hm ... tidak juga, mbak. Aku hanya merasa ada sedikit hal rumit saja yang sedang ada dalam pikiran mbak. Karenanya aku bertanya begitu barusan?"
"Hm, aku baik-baik saja."
"Syukur deh kalo gitu. Oh iya, mbak. Reno Sanjaya ternyata lebih tampan di real dari pada melihat sekilas di dokumen yah?"
"Hah? Apa-apaan itu? Sepertinya mata kamu sedikit rusak, La. Harus di periksa ke dokter deh."
"Ih, mbak. Apa-apaan sih? Aku serius lho."
Wajah Lula sedikit memerah saat ia melayangkan pujian untuk Reno. Sekilas, Zura menyadari akan hal tersebut. Mungkin saja, perasaan itu sudah tumbuh. Perasaan yang rumit, yang pernah membuatnya bahagia, lalu disakiti hingga tidak tertolong lagi.
...
Malam itu, Zura dan yang lainnya terpaksa menginap di hotel karena urusan dengan penegak hukum belum sepenuhnya selesai. Saat Zura menggunakan data dirinya untuk memesan hotel, seketika, mata-mata yang bertugas menyelidiki keberadaan Zura langsung menemukan di mana keberadaannya sekarang.
Gegas, Adya menghampiri Angga untuk mengatakan kabar tersebut.
"Tuan muda."
"Tuan muda, ada kabar terbaru tentang mantan istri tuan muda sekarang."
Angga yang sedang berbaring di atas sofa langsung bangun dengan cepat.
"Kabar apa?"
"Nona Zura ada di hotel bintang tujuh pusat kota sekarang."
"Apa? Hotel?"
"Iya, tuan muda. Dia baru saja melakukan transaksi untuk dua kamar sekaligus."
"Hah? Dua kamar sekaligus? Apa maksudnya itu?"
"Pergi ke sana sekarang juga, Adya. Aku ingin lihat apa yang dia lakukan. Jangan sampai mempermalukan wajahku sebagai mantan suami."
"Jika ia menginginkan uang lagi, mungkin aku bisa memberikannya. Jika benar dia sangat rakus akan uang, mungkin aku bisa menambahkan lima puluh juta lagi untuknya."
"Tuan muda, tenang dulu. Mungkin apa yang sedang terjadi tidak sama dengan apa yang tuan muda pikirkan. Lagian, sebelumnya tuan muda pernah berkata kalau dia sudah tidak ada hubungannya lagi dengan tuan muda, bukan?"
Seketika, tatapan tajam langsung Adya terima. Tatapan tajam yang membuatnya merasa sangat ngeri. Bak dirinya sedang di tatap oleh singa yang ingin menerkamnya hanya dengan satu gerakan.
Sontak, Adya langsung menggaruk kepalanya yang terasa tidak gatal sedikitpun. Senyum canggung juga ia perlihatkan saat ini.
"Anu, tuan muda -- "
"Sepertinya kamu sudah sangat bosan bekerja denganku, Adya. Atau, kamu mau aku pindahkan ke kutub utara agar dirimu mengeras di sana? Apa barangkali, kamu juga ingin merasa tinggal di padang pasir agar tubuhmu mengering?"
"Anu, jangan lakukan itu, tuan muda. Maafkan saya."
"Kerjakan apa yang aku perintahkan. Bonus bulanan mu untuk bulan ini sudah lenyap sekarang."
"Ya Tuhan ... maafkan aku, tuan muda."
"Berangkat sekarang."
"Baik, tuan muda."
Mereka pun langsung bergerak menuju hotel di mana Zura berada saat ini. Tidak memberatkan untuk Angga tahu kamar mana saja yang Zura pakai. Karena hotel itu masih berada dalam deretan aset keluarga Hardian.
"Tuan muda."
"Cari tahu kamar berapa saja yang pelanggan atas nama Azzura pesankan malam ini." Perintah Angga pada karyawannya.
"Baik, tuan muda."
"Lakukan dengan cepat. Aku tidak ingin menunggu terlalu lama."
"Iya, tuan muda."
"Kerjakan!"
"Baik."
Gegas karyawan itu mengutak-atik komputer yang ada dihadapannya. Beberapa saat kemudian, data tentang Zura pun ia temukan. Gegas pula ia sampaikan pada bos nya itu di apa yang sudah ia temukan.
"Sediakan aku kunci dari kamar itu sekarang juga."
"Baik, tuan muda."
"Tuan muda, apa anda yakin akan melakukan hal yang berlebihan seperti ini? Apa tidak akan menimbulkan masalah untuk diri anda sendiri nantinya?" Adya dengan wajah sedikit khawatir melontarkan pertanyaan setelah terdiam sejak. lama.
"Jangan banyak bicara, Adya. Aku tahu apa yang aku lakukan."
Mulut Adya langsung bungkam seketika. Dia tidak punya kuasa untuk menasehati Angga yang sepertinya sudah sedikit hilang kendali. Walau sebenarnya, dia sangat cemas dengan keadaan tuan mudanya ini.
tp bila baca kisah angga kesian juga dye...