Selamat datang di novel kedua author!!
Terimakasih sudah mampir dan baca di sini❤
Seperti biasa author bikin novel dengan minim konflik karena novel author adalah hasil kehaluan author yang direalisasikan dalam bentuk kisah sempurna tanpa cela sedikitpun😆
Happy reading love!
BRIANNA STANFORD, wanita cantik pemilik mata heterochromia dijadikan jaminan oleh kakaknya tanpa sepengetahuannya. Kakaknya meminta suntikan dana kepada pengusaha muda multinasional ALLARD LEONARDO SMIRNOV dengan alasan untuk membangun kembali perusahaannya yang hampir colaps. Bagaimana nasib Brianna ditangan Allard? Akankah cinta tumbuh diantara keduanya? Sedangkan Brianna sudah mengikrarkan bahwa dirinya tidak akan pernah menikah.
Simak terus ceritanya❤
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arashka, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 5
Brianna, Bethany, Allard dan Axel tiba di kediaman orang tua Brianna. Di sana sudah ramai dengan kerabat dan sahabat dari Philip dan Emilia. Hana dan Mia pun sudah menunggu kedatangan Brianna. Brianna berjalan dengan dipapah oleh Allard. Tangan Allard memegang kedua bahu Brianna dengan kuat agar Brianna tidak terjatuh. Axel dan Bethany pun berjalan di belakang Brianna sekaligus menjaganya.
“Dad..” Lirih Brianna memanggil sang ayah yang sudah terbujur kaku di dalam peti.
Semua orang yang berada di sana melihat ke arah pintu mansion. Jeffrey mendekat lalu memeluk Brianna dengan sangat erat. Tubuh Brianna sangat lemas hingga Jeffrey harus menopang dengan tangan dan tubuhnya.
Emilia kembali menangis saat melihat anak perempuan satu-satunya kehilangan cinta pertamanya. Brianna berjalan mendekat ke arah peti dibantu oleh Jeffrey. Allard beserta sahabat Brianna yang lain hanya memperhatikannya.
“Dad, kenapa secepat ini?” Ucap Brianna dengan bergetar karena tangisnya belum juga reda.
Brianna menyentuh wajah sang ayah yang sebagian penuh dengan luka.
Dingin..
Itu yang Brianna rasakan saat kulitya bersentuhan dengan kulit Philip.
“Kau dingin sekali, Dad. Perlu ku ambilkan selimut? Akan aku ambilkan, okey?” Ucap Brianna lalu berbalik hendak menuju kamar Philip.
“Anna, kau mau kemana?” Tanya Jeffrey sambil menahan tubuh Brianna.
“Aku akan mengambilkan selimut untuk Daddy kak.” Jawab Brianna dengan air mata yang masih mengalir namun tatapannya kosong.
Semua sahabat Brianna yang mendengar ucapannya pun menangis tersedu-sedu. Axel memeluk Bethany yang juga menangis melihat keadaann Brianna.
“Brianna stop it. Biarkan Daddy tenang.” Ucap Jeffrey menarik Brianna ke dalam pelukannya.
“Daddy kedinginan kak. Aku harus membawakannya selimut.”
“Brianna sadarlah!” Jeffrey sedikit menaikkan nada bicaranya sambil mengguncang bahu Brianna.
“KAKAK YANG SEHARUSNYA SADAR! DADDY KEDINGINAN DAN KAKAK MALAH MEMBIARKANNYA?!” Teriak Brianna tepat di depan wajah Jeffrey.
“Anna tenanglah sayang.” Emilia mendekat lalu memeluk Brianna.
“Mom, ini hanya mimpikan? Iyakan? Ayo yakinkan aku!” Brianna melepaskan pelukan Emilia dan menatap mata sang ibu.
Emilia hanya bisa diam terpaku dan menangis lalu kembali memeluk Brianna. Brianna menangis meraung-raung dan meracau meminta agar tuhan mengembalikan Philip kepadanya. Jeffrey hanya bisa memeluknya dan membiarkan Brianna melepaskan kesedihannya dengan cara menangis.
Tak lama setelah itu pemakaman pun telah di lakukan. Lokasinya tak jauh dari mansion, hanya sekitar lima belas menit jika mengendarai mobil.
Brianna berkali-kali pingsan karena kematian Philip benar-benar membuat dirinya tak berdaya. Sejak kecil Brianna sangat dekat dengan Philip. Philip selalu memanjakannya dengan semua kasih sayang dan perhatiannya. Philip benar-benar menjadi cinta pertama anak perempuannya.
Jeffrey menggendong tubuh Brianna yang kini kembali tak sadarkan diri saat mereka akan pulang menuju mansion. Perlahan Jeffrey memasukkan tubuh Brianna ke dalam mobil di bagian belakang kemudi ditemani sang ibu- Emilia.
Emilia nampak begitu tegar walau sebenarnya ia juga sangat terpuruk dan kehilangan suami tercintanya. Tapi melihat Brianna yang begitu hancur, ia harus menjadi kuat agar Brianna bisa berpegangan padanya.
*
*
Satu minggu kemudian setelah kematian Philip. Brianna masih dengan perasaan sedihnya. Ia pun selalu mengurung diri di dalam kamarnya. Ia bahkan tidak masuk kerja dan ia menyerahkan semua pekerjaannya kepada Dona, asisten terbaiknya.
Brianna sedang duduk melamun di atas window seat dengan pemandangan yang langsung mengarah ke kolam renang. Ia tersenyum dengan raut wajah yang sendu. Mengingat kolam itu adalah tempat favoritnya bersama Philip saat ia masih kecil. Satu tetes kristal bening pun jatuh membasahi pipinya, dengan segera ia mengelapnya menggunakan punggung tangannya.
“Aku tidak boleh seperti ini. Daddy pasti tak akan suka.” Ucap Brianna bermonolog berusaha untuk menguatkan dirinya.
Akhirnya Brianna memutuskan untuk turun ke bawah menemani Emilia.
Terdengar Emilia sedang berbicara dengan seseorang melalui sebuah panggilan di ponselnya.
“Ya, baik terimakasih.” Ucap Emilia setelah ia selesai berbicara.
“Mom telpon dari siapa?” Tanya Brianna yang baru saja selesai mandi dan kini duduk di samping Emilia.
“Mommy menelpon pihak asuransi sayang. Mommy akan mengklaim asuransi Daddy, karena Daddy mu ingin menyumbangkan sebagian uang asuransinya untuk di acara pesta amal nanti.” Jawab Emilia.
“Daddy, hingga akhir hayatnya pun ia masih memikirkan orang lain.” Sahut Brianna dengan sendu.
“Itulah daddy mu sayang.” Jawab Emilia lalu menarik Brianna ke dalam pelukannya dan mengelus punggungnya.
“Apa kau setuju dengan keinginan Daddy?” Tanya Emilia.
“Ya, tentu saja Mom. Itu adalah keinginan yang sangat mulia. Bagaimana mungkin aku tidak setuju.” Jawab Brianna yang masih berada di dalam pelukan sang ibu.
“Kalian sedang membicaraka apa?” Tiba-tiba Jeffrey datang lalu duduk di sofa yang berhadapan dengan Emilia dan Brianna.
"Uang asuransi daddy mu. Ia ingin sebagian disumbangkan di acara pesta amal nanti.” Jawab Emilia.
“Kakak setujukan?” Tanya Brianna.
“Hmm ya.” Jawab Jeffrey singkat.
*
*
Allard baru saja tiba di Moskow untuk mengunjungi kakaknya, Daniel. Ia ingin membahas bisnis legal milik Daniel yang sedang bekerja sama dengan perusahaan milik Allard.
Kini Allard sedang dalam perjalanan menuju mansion Daniel yang berada di pinggiran kota Moskow. Daniel mengirimkan jemputan beserta pengawalan ketat ke bandara khusus untuk membawa adiknya.
Allard tidak terganggu akan hal itu karena ia sadar, bahaya akan selalu mengancam dirinya mengingat sang ayah adalah mantan mafia dan kini dilanjutkan oleh kakaknya. Tentu saja musuh akan selalu mengintai kapanpun dan dimanapun.
Sekitar lima mobil melaju dengan kecepatan yang cukup kencang membelah jalanan kota Moskow. Beruntung tak ada hambatan dari musuh, dan tiga puluh menit kemudian Allard sampai. Tapi ada yang aneh, di bagian depan gerbang mansion tak ada penjagaan sama sekali bahkan gerbang mansion dibiarkan terbuka begitu saja.
“Shit! Lebih cepat lagi paman.” Pinta Allard kepada supirnya. Ia sangat yakin ada sesuatu yang terjadi di mansion.
Dan benar saja. Saat Allard turun dari mobil ia melihat beberapa pengawal sudah terkapar di teras mansion dengan beberapa luka tembak. Allard segera berlari ke dalam mansion. Tak lupa ia mengeluarkan sebuah pistol yang disembunyikan di balik jas hitamnya.
Allard berjalan mengendap dan membaca situasi. Sesekali Allard bersembunyi dibalik tembok atau di tempat lainnya yang bisa menyembunyikan tubuh tinggi besarnya.
DORRRR
Terdengar sebuah tembakan dari arah dapur. Dengan sigap Allard menghampiri sumber suara tersebut dan ia melihat seorang pelayan mansion sudah terkapar bersimbah darah.
“SIAPA KAU?!” Allard mengarahkan pistolnya ke depan musuh hingga seseorang itu membalikkan tubuhnya untuk melihat siapa yang memanggilnya.
“Oh hai adik tercinta Daniel. Aku hanya sedang bermain-main di sini.” Jawab pria tersebut.
“Kau terlalu banyak basa-basi.” Sahut Allard.
DORRR
DORRR
Allard menembak kedua pria yang ada di hadapannya. Keduanya pun terkapar seketika dan tak bergerak lagi. Darah mulai mengalir dari arah dadanya. Lalu beberapa anak buah Daniel yang tadi ikut menjemput Allard pun bergegas membereskannya tanpa sisa.
Allard berjalan menelusuri mansion untuk mencari Daniel. Ia berjalan ke arah rooftop mansion lalu melihat Daniel beserta tiga orang anak buahnya sedang berdiri mengerubungi satu musuhnya yang sudah tertangkap.
Ia melihat seorang pria yang duduk bersimpuh dan kedua tangannya diikat ke belakang. Wajahnya babak belur dan dipenuhi dengan darah yang mengucur dari kepalanya.
JLEEBBBB
Daniel menembak pria tersebut tepat di kepalanya menggunakan pistol tanpa suara.
“Halo bro. Kau baru saja sampai?” Tanya Daniel dengan santai meskipun wajah dan tangannya dipenuhi dengan percikan darah.
“Ya aku baru sampai dan sudah disuguhi dengan permainan ini. Ada apa sebenarnya?" Tanya Allard yang kini berjalan mendekat ke arah Daniel.
“Vinson mencari masalah lagi. Ia benar-benar tak patah arang untuk membalaskan dendamnya.” Jawab Daniel sambil membersihkan pistolnya lalu memberikannya kepada Jovan, tangan kanannya. “Dan sekarang aku sudah membunuh orang kepercayaan Vinson. Sudah pasti akan terjadi peperangan lagi nanti.” Lanjut Daniel.
Allard hanya mengangguk dan nampak tidak tertarik dengan dunia gelap kakaknya. Fokusnya hanya membicarakan bisnis yang akan dilakukan dengan sang kakak.
Malam harinya mansion sudah kembali rapi dan bersih dari ceceran darah. Semua pengawal Daniel sudah membereskan semuanya dan kini Daniel serta Allard sedang menikmati makan malamnya.
“Niel apa benar kau akan bercerai?” Tanya Allard disela-sela makan malamnya bersama sang kakak, Daniel.
“Kau datang ke Moskow hanya untuk menanyakan itu?” Sahut Daniel.
“Oh come on. Gara-gara kau mommy terus memintaku untuk menikah.” Ucap Allard.
“Ya dia begitu menginginkan seorang cucu.” Jawab daniel.
“Lalu kenapa kau tak memberikannya?” Tanya Allard.
“Aku bercerai karena dia tidak tahan hidup denganku yang penuh dengan ancaman.” Jawab Daniel dengan wajah datarnya.
“Maka carilah yang baru.”
“Tidak semudah itu, Al. Sudahlah, kau kemari ingin membicarakan bisnis kita bukan? Besok pagi kita akan meeting di perusahaanku. Kau jangan terlambat." Ucap Daniel sembari mengelap mulutnya menggunakan tisu setelah ia menyelesaikan makan malamnya.
Tbc..