NovelToon NovelToon
Secret Admirer

Secret Admirer

Status: tamat
Genre:Tamat / cintapertama / Teen School/College / Diam-Diam Cinta / Persahabatan
Popularitas:3.7k
Nilai: 5
Nama Author: Pena Macet

Ketika Laura mendapatkan surat cinta, dia dengan tekad bulat akan menyusuri jejak sang pengagum!

....

Laura ingin rasanya memiliki seorang pacar, seperti remaja di sekitarnya. Sayangnya, orang-orang selalu menghindar, ketika bersitatap dengannya. Jadi, surat cinta itu membawanya pada ambisi yang kuat! Mampukah Laura menemukan si pengagum dan mendapatkan akhir bahagia yang ia impikan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pena Macet, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

5. Drama Murahan Kerja Kelompok

Drama Murahan Kerja Kelompok

"Baik anak-anak, pelajaran kita sampai di sini saja. Jangan lupa kerja kelompoknya, hasilnya dikumpulkan di pertemuan selanjutnya."

Setelah guru keluar dari kelas, aku langsung berjalan ke arah Yuna. Dapat kulihat satu murid cewek dan dua murid laki-laki di belakang Yuna, keduanya berada satu kelompok denganku.

"Yuna kita sekarang kerja kelompok bahasa Indonesia, kan? Soalnya aku sedang sibuk untuk hari ke depan. Mereka juga demikian," kata Mutia sembari menunjuk dua anak laki-laki itu.

Aku hanya menyimak saja, mendengarkan percakapan mereka mengenai jadi-tidaknya kerja kelompok. Tetapi pada akhirnya, kerja kelompon tetap akan dilakukan, di rumah...

"Kita kerja kelompok di rumah Laura saja." kata Yuna. "Di rumahku sedang ada arisan ibu-ibu, sudah pasti tidak nyaman."

Belum sempat aku melontarkan penolakan, suara Mutia sudah memekik tidak setuju, "Aku tidak mau ke sana! Nanti tertularar virus mematikan. Kalian tahu sendiri Laura itu bagaimana-"

Yuna membekap mulut Mutia dengan ekspresi datar, tampaknya dia kesal untuk sesuatu hal. Sebenarnya aku juga kesal dengan perkataan Mutia, tetapi aku tidak boleh terbawa emosi.

Kulihat tatapan Yuna yang berubah sendu. "Aku hanya ingin kalian berteman baik dengan Laura, dia tidak seperti yang kalian pikirkan." kata yang pelan, aku bisa mendengarnya, tetapi Mutia dan kedua anak laki-laki sepertinya tidak karena mereka tidak bereaksi apa-apa.

Aku tersenyum, menggenggam erat tangan Yuna. Jikapun aku tidak memiliki teman lain, setidaknya ada kamu yang akan mengisi hari-hariku. "Terimakasih." kataku berbisik lirih.

Setelah beberapa saat hening, Mutia berdecak kesal, kemudian berkata, "Bagaimana kalau ke rumah Revan dan Aldi?" katanya, kedua anak laki-laki itu lekas menggeleng. Atensi kini teralih pada dua anak laki-laki.

"Tidak bisa, rumahku sedang direnovasi," kata Aldi. "Bahkan sekarang kami tinggal di apartemen sempit."

"Aku juga tidak bisa, sedang ada kumpul keluarga di rumah." kata Revan.

Mutia menghunuskan tatapan tajam pada kedua anak laki-laki, walaupun tidak ditanggapi. "Pokoknya aku tidak mau kerja kelompok jika di rumahnya! Bagaimana kalau di kafe saja?" kata Mutia mengusulkan. Semua orang terdiam, detik berikutnya Yuna menepuk pundakku dan tersenyum.

"Lebih enak di rumah Laura, di sana banyak camilan. Orangtuanya juga ramah." ujar Yuna meyakinkan.

"Tetapi-"

"Kalau memang tidak mau, yasudah, jangan ikut. Kenapa tidak sekalian kaukatakan, kita kerja kelompok di rumahmu saja." kataku dengan amarah. Aku melangkah meninggalkan kelas untuk pulang.

***

Kutatap wajah Mutia yang tampak gengsi kala melangkah memasuki rumahku. Aku juga tidak tahu bagaimana Mutia setuju untuk kerja kelompok di sini, setelah beberapa kulangkahkan kakiku, suara Yuna sudah berteriak memanggil.

Yuna duduk di sofa begitu juga dengan yang kain. Aku melangkah menuju lemari kecil di depan, membukanya dan mengeluarkan camilan yang sekiranya bisa dimakan. Mereka juga sudah meletakkan keperluan kerja kelompok di meja.

"Sudah kukatakan di rumah Laura, banyak camilan, kalian tidak akan menyesal," kata Yuna. Mulutnya sibuk mengunyah keripik.

Mutia tidak menjawab, kupikir dia tidak ingin mengakui. Terlihat dari betapa sibuknya dia menggambar beberapa tabel di kertas folio. Bahkan Revan dan Aldi dengan tidak tahu diri rebahan di sofa sembari bermain gawai.

Ingin kuingatkan, takutnya nereka semakin membenciku. Aku duduk di single sofa, mengambil beberapa gambar yang sudah difotocopy di perjalanan ke sini.

Ting

Tong

Bunyi bel memecah konsentrasi, aku tersenyum canggung dan meninggalkan pekerjaanku--melangkah menuju pintu masuk. Ketika aku membuka pintu, di sana Wafi berdiri dengan senyuman.

"Eh? Wafi, kenapa ke sini?" tanyaku, kemudian mempersilahkan dia untuk masuk.

"Aku juga ingin ikut kerja kelompok." jawabnya.

"Perasaan kita bukan dalam satu kelompok yang sama..."

Kami melangkah menuju ruang tamu, temoat sofa berada. Kuperilahkan Wafi duduk di sebelah Yuna karena memang hanya tempat itu yang kosong. Aku tidak melihat adanya interaksi di antara keduanya.

Aku meraih gunting, belum sempat melakukan apa-apa, Mutia sudah berteriak. Aku menaikkan alis melihat penolakan Mutia pada Wafi yang datang berkunjung, "Kenapa kau ada di sini? Tidak cukup kau membuatku hampir depresi?"

Wafi diam. Tetapi ekspresinya kentara dengan bingung. "Mutia ada apa denganmu?" Tatapannya menajam dan setelahnya Mutia terdiam. Aku dapat melihatnya, sorot matanya melemah.

"Maaf, aku teringat seseorang yang begitu mirip denganmu. Dia dulu adalah orang paling berharga, yang ternyata begitu berengsek. Dan setelah hubungan kami berakhir, dia tanpa rasa bersalah mengakhirinya dengan ancaman." kata Mutia. Apakah ada arti lain dari perkataannya?

"Wah ada apa ini, ribut-ribut?!" Aku lantas menoleh mendengar suara familiar. Sial itu Zen, dia lagi-lagi masuk tanpa izin.

"Kau!" Aku memicing melihat kunci di tangan Zen. Dia berencana untuk menjadi maling dengan membuat salinan kunci rumahku? Atau itu pemberian Ibu. Biar kukatakan Ibuku jauh lebih perhatian pada Zen yang bermuka dua.

"Santai. Kalian sedang melakukan apa? Tugas, ya..." Dia menatap satu per satu orang di sana, saat tatapannya jatuh padaku, dia tersenyum sinis.

Yuna menunjuk wajah Zen berkali-kali, itu bentuk ketidak sopanan yang memang harus dilakukan pada manusia seperti Zen. "Kau datang ke rumah orang lain tanpa seizin pemiliknya? Sama saja dengan maling, bedanya kau datang dari pintu masuk dengan tidak tahu diri."  kata Yuna berdecih di akhir kata.

"Kau yang tidak tahu diri, rubah licik." Mulut Zen itu tidak dapat dikontrol, buktinya selama bertetangga dengannya. Tetapi jika Zen mengatakan Yuna yang baik adalah rubah licik, aku tidak dapat menerimanya.

"Kau yang rubah! Sekarang pergi dari rumahku!" kataku tajam. Dia tersenyum remeh. "Aku tidak bercanda Zen!"

"Ibumu menyuruhku untuk menemani di rumah, dia keluar sebentar berama Ibuku." Zen dengan seenaknya duduk di sebelahku, membuatku terimpit di batas sofa.

Aku keluar dari sofa, berkata, "Aku tidak butuh ditemani, sekarang kamu pulang. Kehadiranmu di sini membuatku sangat jengkel."

"Tidak peduli."

Aku lelah, sungguh. Mengusir Zen seperti memindahkan barang bermuatan ratusan kilogram dengan tangan kosong, sangat susah.

"Pengecut," kata Wafi tiba-tiba. "Hanya pengecut yang pekerjaannya mengganggu perempuan."

Zen pasti sudah tersulut emosi, lihat saja kini dia mendekat pada Wafi dan menarik kerah baju laki-laki itu. "Apa? Tidak terima? Jika kamu memang laki-laki gentle, seharusnya bersikaplah selayaknya, jangan menjadi laki-laki gadungan yang suka membuat onar."

Aku menyukai cara Wafi memancing emosi, tetapi aku juga takut... Zen memukul Wafi seperti saat ini. "Apa yang harus aku lakukan?" batinku gelisah.

"Tahu apa kau tentang laki-laki gentle, sedangkan kamu selalu mengekor pada dua perempuan itu!" kata Zen. Pastinya Wafi juga tersulut emosi. Dan berakhirlah wajah mereka babak belur.

Kulihat Yuna dengan susah payah menarik tangan Wafi, dengan terpaksa aku juga menarik tangan Zen. Kali ini atensi semua orang berada padaku, Mutia dengan ekspresi benci yang kentara. Ah, aku gagal mendapat teman baru.

"Drama!" Mutia kembali melanjutkan tugas.

1
tishabhista
lanjutttt...
Pena Macet: ceritanya udah tamat kak/Smile/
total 1 replies
Mona
lanjut kakkkk
Mona
Asekk dapat surat cinta 🔥
Khana Imoet
absen dl kk
Shinn Asuka
Tidak bisa menunggu untuk membaca karya baru dari author yang brilian ini.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!