Menyukai seseorang adalah hal yang pribadi. Zea yang berumur 18 jatuh cinta pada Saga, seorang tentara yang tampan.
Terlepas dari perbedaan usia di antara keduanya, Zea adalah gadis yang paling berani dalam mengejar cinta, dia berharap usahanya dibalas.
Namun urusan cinta bukanlah bisa diputuskan personal. Saat Zea menyadari dia tidak dapat meluluhkan hati Saga, dia sudah bersiap untuk mengakhiri perasaan yang tak terbalaskan ini, namun Saga baru menyadari dirinya sudah lama jatuh cinta pada Zea.
Apakah sekarang terlambat untuk mengatakan "iya" ?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sinta amalia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MANUVER CINTA~PART 5
Asrama markas besar menjadi tujuannya untuk pulang, setelah drama tante Eyi yang memaksanya membawa segala jenis makanan dalam kotak makan bertumpuk, dengan dalih takut keponakannya itu kelaparan. Akhirnya, mau tidak mau Saga membawa serta makanan-makanan itu ke mess.
Deru mesin motor bersatu dengan suara binatang malam dan nyanyian prajurit di kala merindukan keluarga, terlebih prajurit muda sepertinya.
Jika di blok depan ia akan menemukan keheningan berteman serangga malam yang mengelilingi lampu teras, maka di barisan asrama prajurit muda sepertinya ia akan menemukan keramaian yang merakyat.
Letda Luki adalah teman satu letting dengannya di akademi dulu, mereka lulus bersama-sama meskipun rentang usia yang berbeda 3 tahun, ia duduk melantai bersama Izan di teras mess sepetak miliknya. Kebetulan sekali mereka dipertemukan di berbagai kesempatan untuk menjadi satu kesatuan, jomblo-jomblo ngenes!
Apakah kesatuan prajurit negri ini adalah semacam perkumpulan jomblo-jomblo ngenes?!
Melihat Saga yang membawa paper bag, Izan tau jika Saga adalah malaikat penolong, pemadam kelaparan bagi kedua temannya di kala habis bulan menjelang.
"Tuhan Maha tau ya, Ga?! Kalo prajurit muda bangsa ini belum nemu makan dari sore!" seru Izan menaruh kue biskuit keras yang lumayan berserat hasil jarahannya di kompi markas, ia menyelundupkan 3 bungkus biskuit untuk teman kopi.
Luki tertawa mendorong punggung tegap rekannya, "nih! Nih orang, Ga. Atasan tau lo kena!"
"Halah ilang 3 mah ngga akan kena, anggap aja nyempil terus remuk di kargo!" jawabnya enteng.
"Wah, bau-baunya bawa makanan Ga?!" alis Izan naik turun demi merayu Saga.
Sagara mengulas senyuman tipis seraya mengusap kepalanya kasar dari depan ke belakang, mengabsen setiap helai rambut cepaknya kali aja kurang selembar.
Ia duduk di teras bersama Izan dan Luki lalu membongkar isian paper bag yang dibawanya di depan kedua temannya itu, bak lalat mencium bau nektar, Luki dan Izan langsung mengerubungi.
Saga menyisihkan terlebih dahulu bagiannya yang memang mau ia simpan di dalam lemari pendingin lalu membiarkan kedua rekannya itu mengambil sisanya.
"Gue masuk dulu lah, ngantuk!" ujar Saga.
"Ga, tumben amat?! Beneran ngga mau ngaso bareng dulu disini?!" tanya Izan yang mulutnya dipenuhi makanan.
Saga mengangkat tangannya bukan tanda menyerah namun ia menyilahkan keduanya untuk menghabiskan makanan itu.
"Thanks, abang ganteng! Abang boh hate adek, bang!" tawa Luki. Saga hanya tertawa kecil menanggapi kedua rekan gilanya itu.
"Entar bobo bareng, ya bang?!"
"Najis," balas Sagara membuat mereka tertawa.
Cukup rapi, sebagai seorang prajurit hidupnya disiplin, ditambah memang sejak brojol Sagara sudah tinggal bersama orang-orang yang begitu mengenal kata rapi, ia terdidik dan terlatih rapi sejak kecil.
Ia segera menyambar handuk dan melesat ke kamar mandi setelah menaruh kotak makan ke dalam kulkas terlebih dahulu.
Menyiram tubuhnya yang cukup lengket dan pikiran yang lelah, meluruhkannya bersama air mengalir.
Saat matanya terpejam, semua potongan kejadian hari ini ia simpan baik-baik dalam memori otaknya, termasuk seorang gadis SMA pemilik senyuman termanis sepaket wajah cantik dan lesung pipinya.
Ah, otaknya mulai koslet memikirkan wanita! Sejak kapan minatnya berubah haluan dari wanita menjadi bocah tengil, rupanya ocehan serta gombalan khas Zea meninggalkan bekas di ingatan Sagara, selama ini ia belum pernah menemukan gadis seberani Zea, yang dengan terang-terangan berani menggombalinya tanpa takut ditembak.
Letda Sonia, Sertu Livia, bahkan lettu Sarah sekalipun, tak sampai membuatnya begitu. Karena mungkin mereka adalah wanita-wanita dewasa yang memikirkan rasa malu dan dapat mengendalikan sikap, lain halnya dengan gejolak remaja Zea, entah memang sifat gadis itu saja yang nekat.
Dan si alnya, gadis berani nan nekat seperti itu mampu membuat Saga memikirkannya. Jikalau harus menyukai, Saga tak akan mungkin memilih menjatuhkan hatinya pada Zea, NO! Tidak logis, bocah! Senyumnya miring.
Saga terbiasa bangun subuh, lalu mengawali harinya layaknya anak kost'an yang jauh dari rumah.
Jika Luki keluar dengan mata sepet dan masih sarungan, maka Saga sudah dengan stelan jaket kesatuan dan celana trening bersiap memanaskan badan agar otot tidak letoy.
"Ga, tungguin lah! Bareng!" pinta Luki.
"Buru, gue sambil pake sepatu!" jawab Saga.
Keduanya berlari pagi bersama sebelum berangkat ngantor, nugas.
Bagi para bujang begini, kadang terlalu malas untuk sekedar masak sendiri. Maka kalau tidak jajan gorengan ya beli lauk di warteg.
"Lu ngga beli lauk nasi, Ga?" tanya Luki ketika mereka berlari pagi keluar kesatuan, melewati warteg langganan dan memilih lauk yang diinginkan untuk teman nasi, kasian kalo di rumah nasi jomblo tak memiliki teman.
"Masih ada lauk dari tante Eyi," jawabnya meneguk air mineral, ia duduk di bangku panjang yang disediakan pihak warteg, menatap jalanan sekitar yang sudah mulai sibuk oleh aktivitas manusia seraya menunggu Luki membeli lauk makan.
"Hari ini kapten Yuan bilang ada latihan bersama, gue yakin nanti nama elu keluar di list nugas ke luar, Ga." ucapnya sesekali melirik Sagara sambil mengeluarkan beberapa lembar uang dari lipatan dalam saku celana.
Saga hanya mendengar tanpa mau tersenyum atau menjawab.
"Kayanya nama lu bakalan ada di kenaikan pangkat berikutnya ini mah," imbuhnya lagi.
"Kita liat aja nanti." Balasnya singkat beranjak dari duduknya ketika melihat gelagat Luki yang telah menyelesaikan pembayaran.
Kembali mereka berlari menuju kesatuan tempat tinggal, menggantungkan kehidupan dan bernaung.
Aktifitasnya tak ada yang istimewa selain agenda seorang Letda. Namun sepertinya memang anak si mata garuda ini memang istimewa di mata senior, atasan dan kesatuan, bakat, kemampuannya mengantarkan nama Sagara ke dalam list letnan dua yang selalu disertakan dalam tugas luar.
"Lapor ndan, letda Sagara siap bertugas!" ia menghormat tegap tak tergoyahkan diantara seragam lorengnya.
"Ya."
Surat perintah sudah di dapat, mungkin seminggu ia akan meninggalkan mess dan ibukota.
Sebelum pergi, ia akan pamit dan meminta do'a restu Rayyan dan Eyi yang sudah seperti orangtuanya sendiri seperti biasanya termasuk menelfon Fara dan Al Fath terlebih dahulu.
"Ma, Ze pulangnya mau kerja kelompok sekalian main ke rumah Cle, ya!" teriaknya pamit pagi tadi sesaat sebelum ia berangkat sekolah. Mama Rieke hanya bisa menghela nafas, meski tau kerkom itu hanyalah alasan saja untuk menutupi kata main, tapi ia tak mau melarang-larang Zea, yang terpenting anak gadisnya itu bisa jaga diri dan tetap menjaga konsistensi prestasinya.
"Jangan kesorean!"
"Oke, kalo gitu malem!" jawab Zea, ia langsung berlari sebelum mendengar semburan kemarahan mama Rieke atas selorohannya.
"Jangan pulang sekalian!!!" jawabnya tak kalah menjerit.