(INI KISAH ZAMAN DULU DIPADUKAN DENGAN ZAMAN SEKARANG YA)
"Emak sama Bapak sudah memutuskan jika kamu akan menikah satu bulan lagi dengan laki-laki pilihan Bapak kamu, Niah," Aku lantas kaget mendengar ucapan Emak yang tidak biasa ini.
"Menikah Mak?" Emak lantas menganggukkan kepalanya.
"Tapi umurku masih kecil Mak, mana mungkin aku menikah di umur segini. Dimana teman-temanku masih bermain dengan yang lainnya sedangkan aku harus menikah?" Ku tatap mata Emak dengan sendu. Jujur saja belum ada di dalam pikiranku untuk menikah apalagi d umur yang masih dikatakan baru remaja ini.
"Kamu itu sudah besar Niah, bahkan kamu saja sudah datang bulan. Makanya Bapak dan Emak memutuskan agar kamu menikah saja. Lagian kamu juga tidak sekolah, jadi tidak ada masalahnya jika kamu menikah sekarang. Menikah nanti pun tidak akan ada bedanya dengan sekarang karena, sama-sama menikah saja akhirnya."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Indah Yuliana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 14
ISTRI 13 TAHUN
14
"Ayah ini sudah malam, bukankah tidak baik jika bertamu lebih lama dari ini? Bisa jadi bahan gunjingan satu kampung nanti." ucapan Pajajar membuat kedua orangtuanya menjadi merasa tidak enak.
"Tidak apa-apa Nak, kalian menginap saja disini." tawar Maimun dan di setujui oleh suaminya.
"Iya menginap saja, maaf karena rumah kami seperti ini." tambah Rijali.
"Maaf Pak, besok saya ada rapat di sekolah jadi tidak bisa menginap." tolak Pajajar langsung, sedangkan Hendro hanya bisa mengangguk pasrah. Setidaknya acara lamaran ini berjalan dengan lancar.
"Baiklah kalau begitu Nak Jaja."
"Maaf sebelumnya, saya boleh numpang ke toilet Pak, Bu?" Jaka menyela, dia sejak tadi merasa sangat tidak nyaman dan ingin sekali buang air kecil. Tapi karena menunggu waktu yang tepat jadilah terpaksa sekarang dia mengatakannya.
"Nanti saja Mas di jalan." Sanggah Pajajar, dia tau pasti dirumah ini tidak ada toilet. Apa Mas Jaka tidak bisa memprediksikan hal tersebut? Umur saja yang tua, pengalamannya kurang.
Rijali dan Maimun hanya bisa mengangguk dan tidak bisa memaksa, apalagi kenyataannya memang mereka tidak memiliki toilet. Menyuruh anak mereka untuk mengantarkan ke sungai sama saja tidak.
"Baiklah Rijali, saya sangat bersyukur karena lamaran anak saya di terima dengan baik. Tadi tanggal dan bulan pernikahannya sudah kita bicarakan dan kita sepakati." Hendro bangun dan bersalaman dengan temannya itu.
Sedangkan Pajajar yang dibuat kaget lagi hanya bisa diam dan menerima. Pasti tadi saat Pajajar dan Suniah sedang kebelakang mereka membahas hal tersebut.
"Kalau begitu saya dan keluarga pamit pulang dulu." Hendro lalu memeluk Rijali sebagai tanda bahagia. Sedangkan Rosiati mendekati Suniah yang terlihat gugup menundukkan kepala.
Memegang tangan gadis itu, Rosiati juga mengelus rambutnya mencoba menunjukkan bahwa dia menerima Suniah dengan baik. Suniah melihat kagum pada Rosiati, rasanya calon ibu mertuanya ini lebih cantik dibandingkan dirinya. Menyadari tatapan kagum yang terpancar di mata gadis ini, Rosiati lalu memeluknya.
"Suniah, jaga diri baik-baik ya. Sampai berjumpa lagi nanti. Ibu senang akan memiliki menantu seperti kamu." ucapan Rosiati mampu membuat hati Suniah sedikit menghangat.
Maimun yang melihat anaknya di peluk merasa senang, lantaran Suniah akan mendapatkan ibu mertua yang baik seperti Rosiati.
Sedangkan Kasiah, dia sedang saling melempar tatapan sinis pada Jaka dan Mulyo. Entah mengapa rasanya Kasiah kesal sekali dengan mereka berdua, walaupun mereka hanya diam saja. Kasiah akui mereka semua tampan, tapi sayangnya yang kasiah rasakan lelaki kota sangat arogan.
"Sutt ..., Kasiah sini salam dulu dengan Bu Ros dan Pak Hendro!" Emak menyenggol lengan Kasiah yang berdiri disampingnya. Mendapat teguran seperti itu, Kasiah langsung melaksanakan teguran Emaknya.
"Lihatlah Mas, gadis itu memelototi kita dari tadi." Mulyo dan Jaka sudah keluar dari rumah kecil itu dan berdiri di halamannya sambil melihat ke dalam karena orangtua mereka dan juga Pajajar masih berpamitan.
"Iya, matanya belo, terus melotot, dia pikir kita takut mungkin," Jaka merangkul pundak adiknya.
"Mas Jaja kenapa lama sekali?"
"Tuh dia sedang di kasih wejangan sama bapak mertuanya mungkin."
Di dalam Pajajar memang sedang di peluk oleh Rijali, "Nak Bapak harap kamu bisa menerima Suniah dengan tulus tanpa rasa keterpaksaan."
Pajajar mengangguk singkat. "Iya Pak, InsyaAllah,"
TBC