Karena takut dikeluarkan dari sekolah dan dicabut beasiswanya, Dara terpaksa menyembunyikan kehamilan dan melahirkan bayinya di sekolah.
Dara tidak sendirian tapi dibantu oleh ayah sang bayi dan anggota geng motornya. Bisakah mereka menyembunyikan dan membesarkan bayi itu sampai mereka semua lulus sekolah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DHEVIS JUWITA, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Start Hidden Baby
Dara melihat pantulan dirinya di depan cermin dan melihat beberapa tanda cinta dari Galang. Dia langsung berlari ke kamar mandi dan menggosok seluruh tubuhnya karena merasa kotor.
Seharusnya dia bisa tegas menolak tapi kenapa Dara begitu lemah.
Gadis itu menangis sejadi-jadinya sampai keesokan harinya jatuh sakit dan tidak sekolah.
"Aku tidak melihat Dara," komentar Morgan. Biasanya ketika jam istirahat Galang pasti menjemput gadis itu di kelasnya dan mengajak ke kantin.
"Apa dia tidak masuk sekolah?" tambah Satria.
Keduanya berbicara dengan nada cukup keras supaya Galang yang duduk bersama mereka memberi respon.
Namun, pemuda itu hanya diam seraya melihat ponselnya. Galang tengah menunggu pesan atau panggilan dari Dara.
Galang dihantui rasa bersalah dan tidak tahu bagaimana harus menghadapi Dara apalagi gadis itu tidak menghubunginya sama sekali.
"Jadi, kau langsung putus dengannya, Gal?" tanya Satria.
"Karena misi sudah selesai, kau pasti mencampakkan dirinya, bukan?" timpal Morgan.
Memang ya, kedua orang itu bisa-bisanya berkata seperti itu. Galang bukanlah laki-laki yang akan lari dari tanggung jawab seperti pengecut.
"Kenapa aku harus putus dengan Dara?" tanggap Galang seraya menatap kedua temannya bergantian. "Aku harap kalian tutup mulut!"
Awalnya Galang mendekati Dara hanya karena tantangan kedua temannya itu. Tapi, setelah dekat dengan gadis itu, semuanya berubah.
Galang nekat bolos sekolah untuk menemui Dara yang tidak masuk sekolah, dia takut karena efek semalam.
"Dara..." panggil Galang seraya mengetuk jendela kamar gadis itu.
Sayup-sayup Dara mendengar suara Galang dan dia langsung membuka jendela kamarnya. Pasti kalau terlalu lama Galang akan jatuh.
"Gal..." Dara yang lemah tidak bisa berteriak.
Galang segera masuk dan mendapati Dara dengan wajah pucat, rasa bersalahnya semakin menjadi-jadi.
"Maafkan aku," ucap Galang seraya memeluk Dara dengan erat.
Tidak bisa membalas, Dara hanya bisa menangis. Setidaknya Galang akan selalu bersamanya.
"Kau demam, apa sudah minum obat?" tanya Galang perhatian.
"Obatnya adalah kau," jawab Dara.
Hari itu, Galang memeluk Dara hampir seharian sampai mereka tertidur.
Perlahan Galang memeriksa suhu tubuh Dara yang sudah membaik.
"Aku akan membeli makan dan menitipkannya pada security," gumamnya. Dia harus segera pergi supaya tidak ketahuan.
Galang memeriksa dompetnya, uangnya semakin menipis, dia harus meminta jatah bulanan lebih mulai sekarang. Pemuda itu membeli bubur dan beberapa makanan lainnya lalu dia titipkan pada security.
Jadi, ketika Dara sudah bangun, dia terkejut karena banyaknya makanan dari kekasihnya.
"Aku tidak perlu takut lagi," gumam Dara. Dia percaya Galang tidak akan meninggalkan dirinya begitu saja.
.
.
Hubungan Dara dan Galang kembali normal seperti sebelumnya, bedanya sekarang Galang lebih berani untuk mencium, kadang meminta hal itu lagi.
"Aku akan memakai pengaman," bujuk Galang.
"Tapi..." Dara ingin menolak.
"Kali ini tidak akan sakit," Galang mengeluarkan jurus buaya daratnya.
Dara yang polos dan takut ditinggalkan dengan pasrah menuruti permintaan kekasihnya itu.
Memang kalau sudah jatuh cinta serasa dunia hanya milik berdua saja.
Sampai sebulan berlalu, Dara cemas karena tidak kunjung datang bulan. Apalagi gadis itu sering mengalami mual dan muntah di pagi hari.
"Tidak mungkin," gumam Dara menyangkal. Dia sudah berpikiran negatif.
Sepulang sekolah, Dara nekat untuk pergi ke apotik dan membeli alat tes kehamilan. Selama berpacaran dengan Galang, Dara sering diberi uang untuk simpanan. Dan uang itu Dara simpan sebaik mungkin untuk keperluan tidak terduga.
Ketika sampai di depan apotik, Dara bingung bagaimana cara membeli alat tes kehamilan itu. Dia akhirnya memakai masker supaya wajahnya tidak terlihat.
"Sa... saya ingin membeli testpeck," ucap Dara dengan gugup.
Petugas apotik mengambil beberapa alat tes kehamilan dan meminta Dara untuk memilihnya. Tapi, gadis itu membeli semuanya karena ingin hasil yang akurat.
Setelah keluar dari apotik, Galang terus menghubungi karena tidak menemukan Dara sepulang sekolah.
"Kau ada di mana?" tanya Galang gusar.
"Aku..." Dara ragu untuk memberitahu kekasihnya itu.
"Dara, kau tidak apa-apa, 'kan?" tanya Galang. Dia jadi cemas.
"Kita bertemu di taman dekat asrama," Dara akhirnya memutuskan untuk memberitahu Galang.
Gadis itu kembali ke asrama dan menunggu Galang di taman dengan hati yang gelisah.
Tak lama pemuda itu datang dan langsung duduk di samping Dara.
"Kau kemana saja? Akhir-akhir ini kita sulit bertemu," ucap Galang seraya merangkul Dara. "Besok hari minggu, bagaimana kalau kita jalan?"
"Aku akan memperkenalkanmu pada anggota geng motorku! Kami sekarang sudah mempunyai basecamp!"
Galang berbicara dengan begitu antusias tapi Dara tidak bersemangat menanggapi hal itu.
"Dara..." panggil Galang. Dia jadi kesal karena diabaikan.
Namun, sedetik kemudian gadis itu menangis yang membuat Galang bingung.
"Ada apa?" Galang langsung memeluk Dara supaya tenang.
"Gal..." Dara tidak sanggup mengatakannya. "Aku telat datang bulan!"
"A... apa?" tanya Galang terbata. "Bukankah kita selalu menggunakan pengaman?"
"Tapi saat pertama kali tidak, aku sangat takut," ungkap Dara semakin terisak.
"Tenang dulu," Galang melepas pelukan dan berusaha menghapus air mata Dara. "Mungkin kau telat datang bulan karena setres, maka dari itu aku ingin mengajakmu keluar!"
"Sebenarnya aku baru membeli beberapa testpeck untuk memastikan tapi aku takut," balas Dara.
Untuk membuktikan, akhirnya Galang meminta Dara untuk mengecek supaya semuanya jelas.
Galang seperti biasa menyelinap ke kamar Dara dan menunggu hasil dari alat tes kehamilan itu.
Cukup lama Dara berada di kamar mandi yang membuat Galang jadi tidak sabar, pemuda itu menggedor pintu kamar mandi beberapa kali sampai Dara keluar dengan isak tangis.
Dara sudah mencoba semua alat tes kehamilan yang dia beli dan semua hasilnya sama.
"Bagaimana hasilnya?" tanya Galang seraya merebut beberapa alat tes kehamilan di tangan Dara.
Pupil mata Galang membesar karena melihat dua garis merah pada semua alat tes kehamilan itu. Dia tidak bodoh, alat itu menunjukkan kalau Dara tengah hamil dan sudah dipastikan itu adalah anaknya.
Pemuda itu mengumpat beberapa kali seraya memukul dinding dengan kedua tangannya sampai buku-buku jarinya terluka.
"Masa depanku sudah hancur," ucap Dara. Gadis itu berjongkok dengan memeluk lututnya sendiri.
Apapun alasannya Dara tidak mungkin menggugurkan bayinya tapi kalau sampai pihak sekolah tahu, beasiswanya akan terancam.
Tak kalah frustasi, Galang tidak tahu bagaimana respon keluarganya jika mengetahui hal ini.
Keduanya kalut dengan pikiran masing-masing.
Cukup lama Dara dan Galang terdiam sampai Galang mencoba menenangkan kekasihnya karena gadis itu harus tetap sehat.
"Untuk saat ini tidak ada yang bisa aku janjikan tapi aku akan selalu berada di sampingmu," ucap Galang seraya mengusap air mata Dara.
"Tapi, bagaimana dengan bayinya?" tanya Dara. Dia ingin kepastian.
Galang mendengus kasar, dia tidak akan membunuh darah dagingnya sendiri. "Kita akan menyembunyikan bayi kita sampai lulus sekolah!"