Pesona Si Wanita Malam

Selama satu minggu di rawat di rumah sakit, Sky tidak mengizinkan siapa pun untuk menjenguknya selain dari keluarga dekatnya seperti Tante Nia dan Om Abizar yang sudah ia anggap seperti orang tua sendiri. Juga Melvin yang selalu menyempatkan diri untuk menemuinya sekaligus untuk mengejeknya.

Helena meminta Sky untuk pulang ke rumah keluarga Hendrawan sementara mereka masih ada di sini.

"Al, kau mau ke mana ?" tanya Helena saat melihat Sky berjalan ke meja makan dengan pakaian yang rapi.

"Aku mau pergi ke rumah sakit, ma." Sky duduk di kursinya untuk memulai sarapan.

"Tapi kau kan belum sepenuhnya sembuh, Al. Istirahat saja di rumah sampai benar-benar sehat." Helena mencemaskan putra semata wayangnya.

Alensky merupakan seorang work holic. Duduk diam selama satu minggu tanpa berbuat apa-apa sudah sangat membosankan baginya. Selain bekerja di rumah sakit, Sky juga memiliki bisnis alat-alat kesehatan dengan brand namanya sendiri. Bahkan ia sudah mendirikan sebuah perusahaan alat kesehatan miliknya.

"Aku hanya duduk memeriksa laporan saja, ma. Tidak memeriksa pasien." jawab Sky seadanya karena tidak ingin berdebat dengan sang ibu.

"Tapi, Al .."

"Sudahlah, ma. Al itu seorang dokter. Dia tahu batas kemampuan dirinya." Marcelino memotong perkataan sang istri. Bagi sang ayah, Sky sudah cukup dewasa untuk bisa menjaga diri sendiri. Helena saja yang begitu berlebihan.

Pukul delapan kurang tiga puluh, Sky sudah duduk di kursi kebesarannya di ruangan direktur. Untuk dua minggu ke depan ia tidak akan turun tangan memeriksa pasien seperti biasanya. Jadi, Sky benar-benar hanya akan duduk di ruangan direktur.

"Bagaimana dengan wanita itu ?" tanya Sky saat Tom menyerahkan surat perjanjian antara dia dengan Ana.

"Sesuai perintah Tuan. Saya sudah menebusnya dengan identitas samaran." Tom mengatakan sama seperti laporan yang ia kirimkan kepada Sky sebelumnya.

"Mereka benar-benar melakukan pemerasan." gumam Sky sambil menandatangani berkas di atas mejanya ketika ingat mami Niki meminta uang dua ratus juta untuk menebus Ana.

"Orang tua ku mungkin akan tinggal di sini untuk sementara waktu. Tolong kau urus Alula. Buat dia sesibuk mungkin sehingga tidak ada waktu untuk menemui ku." perintah Sky lagi sebelum Tom keluar dari ruangan itu.

Sementara itu, kedua orang tua Sky saat ini sedang pergi ke suatu tempat.

"Pa, benar ini alamatnya ?" tanya Helena memastikan lagi jika mereka tidak salah tujuan.

"Benar, ma. Dulu papa sering datang ke sini." Marcelino menggandeng tangan sang istri untuk masuk ke halaman sebuah rumah.

Seorang wanita yang seumuran dengan Helena membukakan pintu setelah beberapa kali mendengar suara bel.

"Maaf, anda siapa ya ?" tanya wanita itu yang sepertinya tidak mengenal kedua tamu yang datang ke rumahnya.

"Nama saya, Marcell dan ini istri saya. Apa benar ini alamatnya Hendro Sanjaya ?"

Wanita itu memindai Marcelino dan Helena secara bergantian sebelum akhirnya tersenyum dan mengizinkan keduanya untuk masuk.

"Benar. Ayo, silahkan masuk." wanita itu lalu membukakan pintu lebar-lebar untuk tamunya setelah melihat penampilan keduanya seperti dari kalangan atas. Sikapnya juga berubah menjadi ramah setelah sebelumnya terkesan dingin dan tak bersahabat.

"Maaf, Tuan. Suami saya sudah meninggal satu tahun yang lalu." wanita yang bernama Anita itu terisak ketika Marcelino menanyakan tentang suaminya, Hendro.

Hendro adalah sahabat Marcelino sejak masih muda dulu dan saat Marcelino tinggal di luar negeri, Hendro juga sering mengunjunginya ketika melakukan perjalanan bisnis.

Ketiga orang itu kemudian terlibat pembicaraan yang mengalir begitu saja. Marcelino merasa bersimpati mendengar cerita Anita tentang penderitaan mereka setelah kematian Hendro. Perusahaan dan harta mereka di rebut oleh orang-orang yang mengaku memberikan hutang kepada Hendro. Sehingga hanya tinggal rumah inilah satu-satunya harta yang mereka punya.

Ditengah suasana yang penuh kesedihan itu tiba-tiba terdengar suara seseorang dari arah pintu masuk.

"Mama ! Mama !"

Suara seorang wanita berteriak dengan keras dan kasar disertai dengan langkah kaki yang terburu buru. Anita segera berdiri dan berjalan tergesa-gesa menuju wanita itu sambil memberikan sebuah isyarat. Wanita muda itu berhenti berteriak dan menghentikan langkahnya ketika melihat ada orang lain di ruang tamu rumah mereka. Ia pun tersenyum manis kepada kedua tamu ibunya itu.

"Siang om, Tante." sapanya dengan lembut dan sopan.

"Tuan, Nyonya ini putri ku, Cindy." Anita memperkenalkan anaknya kepada Marcelino dan Helena.

Anita dan Cindy mengantarkan kedua tamu itu sampai di teras rumah. Mobil mewah yang dikendarai oleh Marcelino tak luput dari sorotan.

"Siapa mereka, ma ?" Cindy menatap penuh selidik kepada sang ibu.

"Itu temannya, papa. Mereka baru pulang dari luar negeri."

"Untuk apa mereka datang kesini ?" tanya Cindy lagi dan Anita hanya mengangkat kedua bahunya sambil melenggang masuk ke dalam.