Ini tentang sebuah perselisihan dua puluh Tahun lalu antara Atmaja dan Biantara
Mereka berperang pertumpuhan darah pada saat itu. Atmaja kalah dengan Biantara, sehingga buat Atmaja tak terima dengan kekalahannya dan berjanji akan kembali membuat mereka hancur, sehancur-hancurnya
Hingga sampai pada waktunya, Atmaja berhasil meraih impiannya, berhasil membawa pergi cucu pertama Biantara yang mampu membuat mereka berantakan.
Lalu, bagaimana nasib bayi malang yang baru lahir dan tak bersalah itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon skyl, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 17 -Timezone
Sangat kebetulan sekali mereka bertemu di mall dengan membawa istri masing-masing.
Kaivan menarik pinggang Aruna. Tidak ada pembicaraan, mereka hanya saling memandang.
Aliza menatap Aruna, merasa tidak asing dengan gadis yang bersama dengan rekan kerja sang suami. Seperti pernah melihat tetapi entah di mana.
"Kebetulan sekali kita bertemu pak Kaivan." Calvin membuka suara terlebih dahulu.
Kaivan hanya mengangguk me-iyakan ucapan Calvin.
"Saya permisi terlebih dahulu pak Calvin." Kaivan tersenyum sekilas sebelum pergi.
"Pak Kaivan," panggil Calvin membuat Kaivan menghentikan langkahnya.
Lelaki itu menoleh ke belakang. "Kenapa pak?"
"Saya ingin berbicara boleh? Tentang urusan pekerjaan."
"Maaf pak Calvin, tapi saya sedang menemani wanita saya. Mungkin di lain waktu, lagian kita tidak mempunyai janji," tolak Kaivan secara halus kepada rekan kerjanya.
Calvin menghela napas panjang, entahlah untuk saat ini dia merasa ingin berlama-lama berbincang dengan Kaivan.
"Hanya sebentar, pak. Para wanita bisa berbelanja kita berbicara."
Kaivan menatap istrinya yang masih setia menggandeng tangannya.
"Ayo," ajak Aliza saat mengatahui suaminya butuh bantuan.
Aruna mendongak, memandang ke arah Kaivan. Seakan meminta pendapat suaminya.
"Di-a terkena sindrom peter pan, dia tidak bisa jauh dari saya."
Aliza terdiam sesaat, pantas saja gadis di depannya ini hanya diam sedari tadi dan memandang polos mereka.
"Monster kapan kita sampai ke tempat mainnya, Una enggak sabar," rengek Aruna.
"Bagaimana jika kita sama-sama ke timezone, kita berbicara di sana sambil mengawasi ib-."
"Aruna!"
"Iya mengawasi ibu Aruna."
"Kita ke sana." Kaivan jalan lebih dulu bersama dengan Aruna, diikuti oleh Calvin dan istrinya di belakang.
Sesampainya di timezone, Aliza menemani Aruna bermain sedangkan para lelaki berbincang seputar bisnis.
Aliza sangat senang dengan Aruna, gadis ini benar-benar mood booster.
"Lempar lagi bolanya."
"Yey..." Aruna bersorak gembira saat semua bola masuk ke dalam ring.
Aliza tersenyum melihat betapa riangnya gadis ini. Entah mengapa dia sangat menyukai mata Aruna dari pertama kali bertemu tadi, indah! mata itu seperti mata putrinya.
"Mau main apalagi kita?" tanya Aliza.
"Monster mana ya..." Aruna mencari keberadaan suaminya.
"Monster?" tanya Aliza bingung.
"Monster mana?" Aruna agak panik tidak mendapati Kaivan, tetapi saat menemukan sosok gagah itu berdiri tak jauh dari tempatnya membuatnya kembali tenang.
"Oh." Aliza mengangguk saat mengatahui Monster itu adalah pak Kaivan, mungkin nama spesial..
"Mau main itu enggak?" tawar Aliza pada capit boneka.
"Wah boneka." Aruna lari lebih dulu ke depan mesin capit boneka. "Una mau, Una mau," seru Aruna.
"Bibi bisa ambilin buat Una?" tanya Aruna pada Aliza.
"Bisa dong sayang." Aliza memasukan koin yang sudah mereka beli tadi.
Kalau soal mencapit boneka, tidak usah diragukan. Saat di masa muda ketika datang ke timezone, dia bisa mendapatkan tiga atau empat boneka dari dalam sana.
"Una mau yang itu," tunjuk Aruna ke boneka kelinci.
"Oke." Aliza mulai menggerakkan mesin capit tersebut ke arah boneka kelinci.
"Wah..." Sesuai dugaan, Aliza bisa mendapatkan boneka tersebut dengan sekali capit.
Aliza memberikan boneka kelinci kepada Aruna, Aruna pun mengambilnya dengan senang hati.
"Makasih bibi."
"Sama-sama sayang." Aliza ikut senang melihatnya senang. "Apa Heera sudah sebesar ini ya sekarang?" gumam Aliza memandang Aruna.
Seperti pikiran Calvin tempo hari saat pertama kali bertemu dengan Aruna, putri mereka pasti akan secantik kekasih pak Calvin ini. Aliza juga berpikir demikian. Mungkin putri mereka sangat cantik seperti Aruna.
"Kok bibi nangis?" tanya Aruna. "Bibi juga mau boneka ini?"
"Tidak, itu boneka buat kamu. Bibi hanya kelilipan."
"Oh." Aruna beroh saja.
"Kita ke sana yok."
"Ayo." Dengan senang hati Aruna menerima ajakkan Aliza.
Mereka bermain begitu banyak permainan, berbelanja juga dengan diikuti oleh suami masing-masing dari belakang.
Para suami sibuk berdiskusi tapi perhatian mereka sekali-sekali tertuju pada sang istri. Benar-benar seperti lagi double date.
"Sepatunya cantik, Aruna mau?" tanya Aliza.
"Mau, tapi Una tanya monster dulu ya..."
Aliza mengangguk, Aruna mendekati Kaivan dengan membawa sepatu tersebut.
"Monster Una mau ini," ucap Aruna memperlihat sepatu tersebut ke arah Kaivan.
"Ambil apapun yang kamu mau," bisik Kaivan membuat Aruna tersenyum.
"Bibi, Una boleh, Una mau juga ini," seru Aruna pada Aliza.
Mereka diperhatikan beberapa pengunjung, Kaivan pun mendekati istrinya memintanya untuk tidak terlalu ribut.
"Oke Una enggak ribut," ucap Aruna. "Bibi Ayo."
"Ayo sayang."
Para wanita berbelanja, khusus yang membayar tugas para pria.
Aruna, Aliza berbelanja, tapi jika sudah di kasir Kaivan dan Calvin yang mengeluarkan kartu hitam mereka.
"Una udah capek, Una mau pulang," ucap Aruna, tenaganya sudah habis.
Kaivan mendekati istrinya, merangkul pinggang kecilnya.
"Bertemu di lain waktu pak Kaivan."
Kaivan mengangguk. "Makasih telah menemani istri saya," ucap Kaivan pada Aliza.
"Tidak masalah pak Kaivan."
Mereka pun berpisah di lobby mall.
"Ternyata dia istri pak Kaivan, aku kira masih kekasih."
"Hmm, mas juga berpikir begitu."
"Mas, aku merasa saat berdekatan dengan Aruna tadi merasa berada di dekat Heera."