Pernikahan yang didasari sebuah syarat, keterpaksaan dan tanpa cinta, membuat Azzura Zahra menjadi pelampiasan kekejaman sang suami yang tak berperasaan. Bahkan dengan teganya sering membawa sang kekasih ke rumah mereka hanya untuk menyakiti perasaannya.
Bukan cuma sakit fisik tapi juga psikis hingga Azzura berada di titik yang membuatnya benar-benar lelah dan menyerah lalu memilih menjauh dari kehidupan Close. Di saat Azzura sudah menjauh dan tidak berada di sisi Close, barulah Close menyadari betapa berartinya dan pentingnya Azzura dalam kehidupannya.
Karena merasakan penyesalan yang begitu mendalam, akhirnya Close mencari keberadaan Azzura dan ingin menebus semua kesalahannya pada Azzura.
"Apa kamu pernah melihat retaknya sebuah kaca lalu pecah? Kaca itu memang masih bisa di satukan lagi. Tapi tetap saja sudah tidak sempurna bahkan masih terlihat goresan retaknya. Seperti itu lah diriku sekarang. Aku sudah memaafkan, tapi tetap saja goresan luka itu tetap membekas." Azzura.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arrafa Aris, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
5. RSK
Setibanya di rumah sakit Kota J, Azzura berterima kasih pada Yoga lalu menyuruhnya langsung pulang.
Setelah memastikan Yoga benar-benar menghilang dari pandangan, ia pun mempercepat langkah kakinya menuju kamar rawat sang ibu.
Begitu berada di ambang pintu, ia membuka benda itu dengan pelan.
"Zu," ucap Nanda dengan lirih.
"Maaf, saat kamu menelfon, aku masih di ballroom hotel. Nanda, pulanglah sejak tadi kamu sudah menjaga ibu. Kamu pasti lelah, aku akan berbicara pada momy supaya mengizinkan kamu libur."
"Tapi Zu ...."
"Nggak apa-apa, Nanda. Kita gantian jagain ibu," sela Azzura cepat.
"Baiklah, oh ya, Zu, ini ada sedikit uang sumbangan dari teman-teman kerja kita di cafe. Walaupun nggak banyak semoga bisa membantu," kata Nanda seraya menyerahkan amplop.
"Terima kasih, Nanda." Azzura langsung memeluk sahabatnya itu.
"Sama-sama Zu. Aku sekalian pamit." Nanda melepas pelukannya.
Azzura mengangguk pelan. Sepeninggal Nanda, ia menghampiri ibu.
Menarik kursi yang ada di dekat bed lalu mendudukinya. Azzura menatap lekat wajah pucat ibu.
"Ibu, maafkan aku. Jika ibu tahu aku menikah karena sebuah syarat, ibu pasti akan sangat kecewa padaku. Maaf, semuanya aku lakukan demi kesembuhan ibu."
Air mata tiba-tiba saja mengalir. Azzura menggenggam jemari ibu sembari meletakkan kepala di kasur bed. Mungkin karena kelelahan, ia malah tertidur.
Tak terasa hari mulai gelap, Azzura merasa kepalanya seperti di usap dengan lembut. Perlahan ia mengerjap membuka mata.
"Ibu," ucapnya lirih. "Maaf, aku ketiduran."
"Nggak apa-apa, Nak," sahut ibu dengan seulas senyum.
"Sayang, pulang dan istirahatlah Nak. Ibu tahu kamu pasti kelelahan," cetus Ibu.
"Nggak, nanti saja Bu. Aku masih ingin di sini menemani Ibu," timpal Azzura lalu meraih nampan berisi makanan di atas lemari nakas.
"Ayo, makan dulu Bu," cetus Azzura. Menyuapi ibu bahkan sesekali menjahili wanita kesayangannya itu. Ulahnya tentu saja membuat sang ibu tertawa.
"Sayang, kamu ini masih saja suka usilin ibu. Suamimu pasti nggak akan kesepian jika tahu kamu itu suka usil," kata ibu.
'Itu mustahil terjadi padaku dan suamiku, Bu. Dia sangat membenciku.'
Setelah selesai menyuapi ibu, Azzura dengan telaten mengusap wajah sang ibu dengan handuk basah.
Beberapa jam kemudian ...
Setelah selesai shalat isya, tak lama berselang dua orang perawat juga seorang dokter spesialis menyapa dengan ramah.
"Selamat malam Nona Azzura, Bu Isma."
"Malam juga Dok, Sus," sahut Azzura.
"Maaf, saya periksa sebentar ya, Bu," izin Bu dokter.
"Silakan, Dok."
Sang dokter mulai memeriksa Bu Isma di bantu dengan dua perawat. Setelah memastikan Bu Isma dalam kondisi baik-baik saja, ia melirik Azzura.
"Nona Azzura, perkenalkan saya dokter Aida. Saya yang akan menangani ibu Anda selama ia di rawat di sini."
"Terima kasih ya, Dok. Oh ya, jangan panggil aku Nona Azzura tapi Zu atau Zura saja."
Dokter Aida mengangguk sebagai jawaban. Setelah itu, ia dan perawat izin pamit meninggalkan kamar rawat itu.
Sepeninggal dokter Aida, Azzura menghampiri ibu yang sejak tadi memandanginya.
"Ada apa Bu?"
"Nggak apa-apa, Sayang. Ibu hanya merasa lega karena kamu sudah menikah. Semoga pernikahanmu langgeng dan bahagia. Setidaknya, jika terjadi sesuatu pada ibu, ibu nggak merasa khawatir. Karena ada suamimu yang akan menjagamu," jelas ibu seraya mengelus pipi Azzura dengan sayang.
Alih-alih merasa bahagia mendengar untaian kata penuh doa dari sang ibu, Azzura justru merasa miris juga sedih. Namun, wajahnya yang selalu terlihat tenang disertai senyuman bisa menutupi kesedihannya.
"Aamiin, terima kasih ya, Bu. Tidurlah," pintanya, menggenggam jemari ibu lalu tersenyum tipis.
Tak terasa waktu telah menunjukkan pukul 10.30 malam. Azzura memutuskan menginap di kamar rawat itu. Pikirnya untuk apa kembali ke hotel. Toh, Close juga tak bakalan mencarinya terlebih ia sudah meminta izin.
"Ck, pria menyebalkan!" Azzura membaringkan tubuh di atas sofa lalu memejamkan mata.
.
.
.
Sementara di kamar hotel, Close yang sejak tadi menunggu Azzura, merasa begitu jengkel pada gadis itu.
"Ke mana sih, si gadis barista itu pergi?! Jam segini malah belum pulang!!" gerutunya. "Cih, ngapain juga aku memikirkannya nggak penting!"
Close meninggalkan kamar. Sesaat setelah berada di loby hotel, ia segera menuju parkiran.
Karena ingin memastikan apakah Azzura benar-benar pulang ke rumah, Close memutuskan menyambangi rumah sang istri.
Tak butuh waktu yang lama untuk sampai di rumah minimalis berlantai dua itu. Setibanya di kediaman Azzura, ia mengernyit.
Rumah itu terlihat gelap bahkan motor Azzura tak terparkir di depan rumah. Seketika Close naik pitam merasa jengkel.
"Sial!!! Ke mana dia?!! Berani-beraninya dia membohongiku. Awas saja kamu nanti!"
Dengan perasaan mendongkol, ia kembali melajukan kendaraannya menuju apartement sang kekasih.
Kehadirannya tentu saja membuat Laura senang bukan kepalang. Gadis itu langsung memeluknya. Menautkan bibir saling berbalas ciuman.
Seperti biasa, keduanya lanjut melakukan hubungan terlarang, bergulat panas di atas ranjang saling berbagi kenikmatan. Tanpa memikirkan status Close yang kini sudah menjadi suami Azzura.
Bukannya making love on first night dengan Azzura, Close melampiaskan hasrat itu pada sang kekasih.
Dan, untuk yang kesekian kalinya mereka bercinta di kamar itu. Akan tetapi malam ini Laura merasakan ada yang sedikit berbeda.
Close melakukan sedikit kasar bahkan terkesan terburu-buru. Pria itu seperti melampiaskan semua kekesalan padanya.
Laura juga semakin di buat heran dengan sikap sang kekasih, biasanya jika mereka selesai bercinta, Close akan memberi kecupan lalu memeluknya.
Tapi malam ini, itu tak berlaku. Close malah langsung membaringkan tubuhnya dengan posisi tengkurap dengan mata terpejam.
"Sayang."
"Hmm." Close tetap dengan posisi tengkurap.
"Ada apa denganmu?" tanya Laura.
"Nggak apa-apa aku hanya lelah, tidurlah," balas Close. Akan tetapi pikirannya tetap saja melayang memikirkan sang istri.
"Sayang, peluk aku," pinta Laura namun Close tak merespon.
Lagi-lagi Laura mengerutkan kening dengan perasaan kecewa.
"Sial!! Apa ini ada hubungannya dengan gadis barista itu?! Awas saja kamu! Akan aku pastikan hidupmu nggak akan tenang karena sudah merebut Close dariku."
Ungkapan itu tentu saja hanya bisa ia ucapkan dalam hati dengan perasaan geram serta benci pada Azzura.
...🌿----------------🌿...