NovelToon NovelToon
Jodoh Masa Kecil

Jodoh Masa Kecil

Status: tamat
Genre:Tamat / Cintapertama / Dosen / Perjodohan / Patahhati / Konflik Rumah Tangga- Terpaksa Nikah
Popularitas:299.4k
Nilai: 5
Nama Author: N. Mudhayati

Gendhis... Gadis manis yang tinggal di perkampungan puncak Sumbing itu terjerat cinta karena tradisi perjodohan dini. Perjodohan itu disepakati oleh keluarga mereka saat usianya delapan bulan dalam kandungan ibunya.
Gadis yang terlahir dari keluarga sederhana itu, dijodohkan dengan Lintang, anak dari keluarga kaya yang tersohor karena kedermawanannya
Saat usia mereka menginjak dewasa, muncullah benih cinta di antara keduanya. Namun sayang, ketika benih itu sudah mulai mekar ternyata Lintang yang sejak kecil bermimpi dan berhasil menjadi seorang TNI itu menghianati cintanya. Gendhis harus merelakan Lintang menikahi wanita lain yang ternyata sudah mengandung buah cintanya dengan Lintang
Seperti apakah perjuangan cinta Gendhis dalam menemukan cinta sejatinya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon N. Mudhayati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Antara Gendhis dan Dewi Shinta

Seusai sholat subuh berjamaah di masjid, satu per satu warga nampak berdatangan ke rumah Pak Argo dan Pak Ratno. Alunan musik qosidah dari sound system yang dilantunkan pesholawat Ai Khadijah cukup ramah masuk di telinga pendengar. Anak-anak kecil bermain berlarian kesana kemari seolah turut merasakan kebahagiaan dua keluarga.

Semakin siang, suasana di halaman rumah semakin sempurna. Meja, kursi dan hidangan tertata rapi. Di depan pintu masuk menuju halaman, tampak beberapa rangkaian bunga dekorasi kecil juga beberapa kursi yang digunakan untuk menyambut tamu undangan. Foto Lintang dan Gendhis yang sedang tersenyum manis pun terpampang di samping pintu masuk dan samping dekorasi pelaminan.

Suasana semakin ramai, tamu undangan berdatangan. Mulai dari warga Kampung Merangi dan kampung-kampung lain di sekitar puncak Sumbing. Tokoh masyarakat, tokoh agama, rekan-rekan Pak Argo dari pasar sayur dan tak ketinggalan pula beberapa teman sekolah Lintang juga Gendhis pun nampak satu persatu berdatangan.

"Sudah siap, Mbak Dewi?" Tanya Bu Parti pada juru rias yang ia datangi beberapa hari lalu.

"Sebentar, Bu Parti. Sedikit lagi selesai makeup, terus ganti gaun." Jawab Mbak Dewi sembari menyelesaikan riasan di wajah Gendhis.

"Baiklah, saya tinggal dulu. Nanti kalau sudah siap bilang Pak Ratno saja ya, karena tamunya sudah pada datang." Kata Bu Parti yang hanya berdiri di pintu masuk kamar Gendhis, tanpa sempat melihat calon menantunya yang sedang duduk di depan cermin.

"Oh, ya. Bu... siappp..." Jawab Mbak Dewi.

Di kursi tamu, Lintang berbincang dengan teman-temannya. Dia sedikit gugup dan sepertinya sudah tidak sabar menanti kekasihnya datang. Alunan grup musik qosidah Nasidaria dari Kota Semarangpun turut membuat acara semakin meriah.

Beberapa saat kemudian, naiklah ke panggung hiburan seorang laki-laki muda yang ternyata adalah pemandu acara tunangan. Masih satu paket dengan WO "Dewi Mayang" pilihan Lintang. Dengan Bahasa yang lincah, santun juga tertata rapi, MC itu membuka acara. Tamu undangan pun nampak hikmad.

Lintang semakin gugup ketika nama kekasihnya di sebut.

"Mbak Dewi CS dari Dewi Mayang Wedding Organizer, dipersilahkan mengantarkan Roro Ayu "Gendhis Manis Ayunindya" ke atas pelaminan." Kata sang pemandu acara.

Roro Ayu setara dengan sebutan "mbak" tapi biasa digunakan untuk keluarga kraton Jogjakarta.

Semua mata tertuju pada jalan di mana Gendhis keluar dari kamar rias. Tak butuh waktu lama, muncullah sesosok gadis tinggi semampai dibalut gaun warna army muda kombinasi dengan brokat berwarna silver. Ditambah hijab dan riasan makeup yang anggun, lengkap dengan asesorisnya, membuat Gendhis bak putri raja yang baru keluar dari istana. Lintang terpana hingga tak sadar sang MC pun memintanya untuk duduk di pelaminan bersama dengan kedua orang tuanya. Dilihatnya kekasihnya yang sedang berjalan itu dengan rasa bangga. Berjalan menuju pelaminan bersama dengan Pak Ratno dan Bu Sari di sampingnya.

Semua hadirin takjub melihat Gendhis. Gadis manis yang lebih senang berpenampilan natural itu jarang sekali berhias. Dan saat Mbak Dewi menyulapnya menjadi seorang putri, seolah kecantikan yang selama ini tersembunyi, muncul dengan sangat istimewa.

Belum selesai kekaguman mereka, tak berselang waktu lama, datanglah muda mudi berpakaian adat jawa membawa seserahan yang dipilihkan untuk Gendhis beberapa hari lalu. Seperti halnya tamu undangan, Gendhis pun tak kalah terkejutnya dengan banyaknya seserahan tersebut.

Gendhis berbisik pada Lintang yang duduk di sampingnya berdekatan dengan Pak Argo.

"MasyaAllah... Mas Lintang, apa lagi ini?"

"Gendhis... ini kan seserahan yang kita beli di toko waktu itu." Jawab Lintang juga ikut berbisik.

"Subhanallah... Mas..." Gendhis kehabisan kata-kata untuk mengungkapkan semua tentang acara pertunangan ini.

"Gimana, Dis? Kamu suka kan? Ini semua aku rancang buat kamu. Dan apa kamu tahu... pesta pernikahan kita akan seribu kali lebih mewah dari hari ini." Jawab Lintang yakin. Dia tahu, apa yang ia minta pada orang tuanya tidak akan pernah ditolak, apalagi urusan Gendhis. Pasti jadi prioritas utama.

Gendhis hanya terdiam. Entah apa yang ia rasakan pagi itu bercampur aduk, antara bahagia... namun juga khawatir. Sehingga senyumnya pun terlihat sedikit kurang lepas dari biasanya.

Gendhis masih terus memandang kotak-kotak berisi seserahan itu. Sangat berbeda dengan apa yang ia beli beberapa waktu lalu. Nampaknya Lintang sudah menyulapnya menjadi begitu memukau. Mulai dari seperangkat alat sholat yang dibentuk menyerupai kubah, baju yang dibentuk seperti karangan bunga, make up, tas sepatu, semuanya hampir terlihat bukan seperti aslinya. Ada kotak yang menyerupai dua angsa, ada pula yang berbentuk kelinci lucu. Kotak perhiasan, kotak uang mahar, buah, dan... hingga Gendhis tak dapat lagi menerka apa isi di dalamnya. Semua itu dibuat dengan sangat indah juga rapi lengkap dengan semua asesorisnya dan warna yang senada, warna kesukaan Lintang.

Acara pertunangan pun dimulai. Semua tampak hikmad mengikuti acara tersebut. Hingga sampai pada saat Lintang dipersilahkan untuk bertanya kepada Gendhis.

"Gendhis... maukah kamu menikah dengan ku? Menghabiskan sisa hidupmu bersamaku?" Ucap Lintang sedikit gugup sambil membuka kotak oerhiasan yang berisikan sepasang cincin tunangan.

Hadirin pun terperanjat.

"Oh... so suwiiiiit..." Beberapa tamu tampak saling bicara. Terutama para jomblowan dan jomblowati. Seolah mereka bertanya, kapankah ada sang putri atau pangeran datang dalam kehidupan mereka?

Gendhis masih terdiam, membuat Lintang mau nggak mau harus mengulangi perkataannya.

"Gendhis... maukah kamu menikah dengan ku?" Ucap Lintang.

Suara tamu undangan pun menjadi ramai, hingga beberapa di antara mereka berteriak.

"Mau... mau... mau... mau..." Suara itupun semakin ramai.

Operator sound system memberikan satu buah mic wireless kepada Gendhis. Gendhis pun ahirnya angkat bicara.

"Bismillahirrahmanirrahim..." Ucap Gendhis lirih, semakin membuat geregetan tamu undangan yang sudah tak sabar menunggu jawaban keluar dari mulutnya.

"Mas, Lintang... aku mau menikah hanya dengan dua syarat..." Ucap Gendhis seketika membuat tamu undangan tersentak lalu terdiam.

Mereka tak habis fikir, dengan semua yang Lintang juga keluarganya berikan hingga pesta mewah ini, dia masih juga meminta syarat? Apalagi yang masih kurang dalam diri Lintang? Apalagi yang belum Lintang berikan padanya? Sederet pertanyaan itu seolah menari-nari dalam pikiran semua tamu undangan. Tanpa terkecuali, termasuk orang tua Gendhis, hingga membuat Bu Sari kaget dan seketika berbicara pada putrinya itu dengan suara pelan.

"Kamu bicara apa, Nak? Kenapa kamu nggak ngomong ini sebelumnya kalau kamu mau mengajukan syarat?" Bu Sari nampak kecewa.

"Sudah, Bu Sari. Biarkan Gendhis bicara..." Ucap Lintang optimistis, yakin kalau dirinya pasti bisa mengabulkan semua syarat yang Gendhis ajukan.

Gendhis masih memegang pengeras suara melanjutkan perkataannya dengan wajah yang tenang dan tegas.

Tamu undangan pun masih menunggu dengan khikmad apa yang hendak Gendhis ucapkan.

"Aku mau menikah dengan Mas Lintang asalkan... Mas Lintang mau menjaga kepercayaan yang telah kami berikan, dan Mas Lintang mau berjanji bahwa... pesta pernikahan kita akan diadakan se sederhana mungkin, bukan pesta pernikahan yang mewah. Aku mau menikah, asal Mas Lintang mau memenuhi dua syarat yang aku ajukan." Lagi-lagi ucapan Gendhis berhasil menghipnotis semua yang hadir di pesta itu. Ternyata apa yang mereka fikir tentang Gendhis beberapa menit yang lalu adalah salah.

"Gendhis..." Bu Sari sedikit berteriak, nampak tak mengerti dengan apa yang baru saja putrinya ucapkan. Dia seolah ingin melontarkan kalimat untuk membuat Gendhis menarik semua perkataannya. Namun keinginan itu dicegah ole Bu Parti dengan memegang lengan kanan Bu Sari dan mencoba menenangkannya.

"Sudah... sudah... Bu Sari, percayalah. Biarkan Gendhis bicara..." Ucap Bu Parti tenang.

Setelah beberapa saat berfikir, Lintang pun akhirnya angkat bicara. Menjauh dari kemewahan apalagi saat pernikahan nanti adalah hal terberat yang Gendhis minta saat itu. Tapi demi pujaan hatinya, apapun akan ia lakukan.

"Baiklah... semua syarat yang kamu ajukan akan aku penuhi." Jawab Lintang tegas.

Pesta pertunangan yang meriah pun seketika berubah menjadi haru.

Bu Sari yang tertegun dan kecewa ahirnya sedikit lega. Hanya Pak Ratno yang terlihat tetap tenang. Selain Pak Argo dan Bu Parti yang juga bangga melihat Gendhis. Mereka yakin dan percaya bahwa calon menantu keluarga mereka itu adalah seorang gadis yang pintar, dewasa dalam berfikir, tidak suka menyusahkan orang lain, dan dia juga adalah gadis yang peduli terhadap orang lain. Semua yang datang di pesta siang itu pun berfikiran sama seperti yang keluarga Pak Argo fikir tenang Gendhis.

Dan akhirnya mewakili Lintang, Bu Parti menyematkan cincin ke jari manis calon menantunya. Suasana pesta pun kembali ke posisi semula, di mana para tamu dipersilahkan menikmati hidangan juga hiburan yang telah disediakan. Semua terlihat bahagia dan menikmati pesta itu, kecuali Bu Sari yang masih sedikit kecewa dengan sikap Gendhis di pelaminan tadi.

Setelah acara pertunangan selesai, beberapa orang sedang merapikan tempat tersebut. Tak butuh waktu lama, dalam hitungan jam, tempat hiburan sudah disulap menjadi panggung pertunjukan seni wayang kulit. Seperti rencana awal, bahwa malam hari setelah pertunangan, akan ada pertunjukan Wayang Kulit Gagrak Ngayogyakarta. Wayang kulit yang secara morfologi memiliki ciri bentuk, pola tatahan, dan sunggingan (pewarnaan) yang khas. Judul lakon yang akan di bawakan adalah Kisah Ramayana oleh seorang dalang ternama dari Yogyakarta.

Pertunjukan wayang inilah yang paling ditunggu warga Kampung Merangi. Kondisi geografis ditambah lingkungan yang jauh dari hiruk pikuk kehidupan di kota membuat kampung ini masih sangat menjunjung tinggi warisan leluhur mereka, termasuk budaya perjodohan dini.

Mobil truk dengan bak warna hijau tua berhenti di simpang jalan dekat dengan lokasi pesta. Semua mata tertuju pada mobil yang terlihat membawa barang dan penumpang cukup penuh itu. Dari pintu belakang truk, keluar beberapa orang laki-laki. Ada yang sudah sepuh, namun kebanyakan masih cukup muda. Mereka berjalan mendekati pintu masuk lokasi pesta. Penerima tamu pun bergegas mempersilahkan mereka.

"Monggo-monggo... mari silakan masuk." Sapa Pak Argo ramah seraya mengulurkan tangan untuk bersalaman.

"Oh... Ya, Pak Argo. Terimakasih." Jawab laki-laki yang sudah tidak lagi muda itu.

Pak Argo pun mempersilahkan semua penumpang truk untuk duduk di kursi yang sudah disediakan.

"Bagaimana, Ki. Perjalanan dari Jogja?" Tanya Pak Argo basa basi.

"Alhamdulillah, lancar Pak Argo. Sedikit macet karena sedang ada perbaikan jalan, tapi cuma sebentar." Jawab lelaki tua itu.

"Syukulah... monggo ndak usah sungkan, bisa sambil istirahat dulu, menikmati hidangan seadanya." Pak Argo mempersilahkan tamunya.

"Oh, ya... Pak." Lelaki tua bersama gerombolannya itupun satu persatu mulai mencicipi suguhan dari Pak Argo.

Lelaki tua itu adalah Ki Seno. Dalang yang akan melakonkan wayang kulit pada acara pertunangan Lintang dan Gendhis. Ki Seno adalah dalang ternama dari Bantul Yogyakarta. Dia dalang langganan Kampung Merangi. Setiap satu tahun sekali, yaitu pada bulan Shafar, warga Merangi selalu mengadakan acara rutin tahunan yaitu pertunjukan wayang kulit. Ini sudah berlangsung puluhan bahkan ratusan tahun lamanya dan merupakan tradisi turun temurun dari leluhur mereka. Karena jika satu kali saja mereka lalai tidak menjalankan tradisi tersebut, akan terjadi musibah atau bahaya yang akan menimpa warga kampung merangi. Dan kali ini, mereka diundang secara khusus dalam acara pertunangan Lintang dan Gendhis.

"Ki, mau di tata sekarang?" Kata Wanto, salah satu rekan Ki Seno dalam pertunjukan.

"Boleh... Kalau sudah selesai makannya, kita akan segera bersiap, biar ndak kesorean." Jawab ki Seno pada anak buahnya.

Seusai makan dan beristirahat, anak buah Ki Seno mulai menurunkan barang-barang dari mobil truk. Ada yang membawa gendang, ada yang membawa gong, ada yang membawa gambang, saron dan alat-alat musik modern lainnya seperti keyboard juga drum. Ada yang membawa beberapa tas besar berisi baju kebesaran mereka saat pertunjukan. Terlihat pula dua orang mengangkat kotak kayu yang terlihat kuno namun masih kokoh dan bagus. Rupanya itu adalah tempat menyimpan tokoh-tokoh wayang kulit yang akan dimainkan.

"Wanto, bilang sama teman-teman mu untuk merapikan semua perlengkapan di atas panggung. Kalau sudah siap kita mulai saja." Kata Ki Seno sambil terus mengamati anak buahnya yang tengah lalu lalang merapikan alat musik di atas panggung.

"Baik, Ki..." Jawab Wanto.

"Sindennya gimana? Apa sudah siap?" Ki Seno bertanya pada anak buahnya.

"Sebentar lagi, Ki. Masih berdandan. Sudah mau selesai." Kata Wanto.

Ki Seno menganggukkan kepalanya.

Beberapa menit kemudian, panggung terisi penuh dengan semua perlengkapan pertunjukan juga pemainnya. Warga merangi seolah tak sabar lagi menyaksikan. Laki-laki, perempuan, tua, muda, anak kecil, semuanya duduk di kursi.

Sementara di atas panggung, Ki Seno duduk di depan layar putih dari kain yang dibentangkan memanjang. Tokoh pewayangan Ramayana pun sudah berdiri tegak ditancapkan pada batang daun pisang di depan layar. Mulai dari tokoh Sri Rama, Dewi Shinta, Laksmana, Hanoman, Rahwana dan tokoh-tokoh lainnya.

Alunan gamelan ditabuh oleh para pemain dengan lincahnya. Gending-gending jawi dindinyanyikan dengan merdu oleh lima orang sinden muda nan cantik jelita, lengkap dengan sanggul dan pakaian adat Jawa yang senada dengan pakaian Sang Penabuh gamelan.

Siang berganti senja. Kursi tamu penuh dengan banyaknya orang yang dengan khikmad menyaksikan pertunjukan wayang. Wayang kulit dengan lakon Ramayana pun dimulai dan akan berakhir saat esok nanti. Sebuah kisah yang melambangkan kesetiaan Dewi Shinta pada Sri Rama. Begitu pula Gendhis yang akan menjaga kesetiaannya untuk Lintang hingga tiba waktu mereka menikah nanti.

*****

1
Nur Mashitoh
Riko cocoknya jd sahabat
Hairun Nisa
Kalau Lintang n Arnold masih Taruna, berarti Gaby yg sudah jadi Dokter... usianya jauh lebih tua donk ya?
Gandis juga baru lulus SMA kok bisa langsung jadi guru?
Nur Mashitoh
Tah jodohmu yg nolongin Dhis
Nur Mashitoh
kasihan Gendhis..beruntunglah nanti yg dpt jodoh Gendhis
Nur Mashitoh
Gala jodohnya Gendhis nih..sama² hatinya suci
Nur Mashitoh
pantaslah klo Lintang ga berjodoh dgn Gendhis yg sholeha karna Lintang punya sisi liar yg terpendam
Hera
👍🏻👍🏻👍🏻
Ruzita Ismail
Luar biasa
⚘Senja
alur critanya mirip sinetron india "Anandi". ini menurutku ya kakak.
Afida Punya Hayat
bagus, ceritanya menarik
Sandisalbiah
penyesalan itu emang dari dulu selalu gak patuh dgn peraturan krn dia selalu datang terlambat dan sayangnya sampe sekarang gak ada yg bisa menegurnya buat sadar... hadehh.. lintang.. terima nasib aja deh...
Sandisalbiah
nah lo... sakit gak tuh... kamu yg menabur angin lintang, maka kamu yg akan menuai baday... tinggal nunggu karma buat si geby...
Sandisalbiah
karma mulai mereyap mendekat kehidupan lintang.. hemmm... selamat menikmati.... hubungan yg diawali dgn yg salah dan kebohongan juga hanya berlandaskan nafsu yaaa.. endingnya begini... rumah tangganya kacau...
Sandisalbiah
simalakama gini mah....
Sandisalbiah
nah.. makan yg kenyang hasil karya mu lintang... biar warga tau semua kebobrok kan mu... enak aja mau ngikat Ghendis, gak rela Ghendis diambil cowok aini... situ waras.... dasar kang selingkuh...
Sandisalbiah
thor.. enaknya si lintang ini kita ceburin ke kawah merapi yuk... udah egois, songong pula... pengen tak pites itu org...
N. Mudhayati: 😆😆😆 setuju bangeeet kakak.... 👍👍
total 1 replies
Sandisalbiah
pengecut berkedok pahlawan bertopeng kamu Lintang.. banci yg berkaris atas dukungan Lintang tp kamu bagai kacang lupa akan kulinya... jd gak sabar pengen lihat karma apa yg akan kamu terima karena tega menyakiti gadis yg tulus seperti Ghendis
Sandisalbiah
gak gampang buat nyembuhin luka hati pak dosen... se enggak nya perlu waktu dan kesabaran... semangat pak Gala... obatin dulu luka hati Ghendis baru rengkuh hatinya...
enokaxis_
bagus
Noer Anisa Noerma
lanjuuutttttt
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!