Alvin sosok pria dingin tak tersentuh telah jatuh cinta pada keponakannya yang sering dipanggilnya By itu.
Sikapnya yang arogan dan possesive membuat Araya sangat terkekang. Apalagi dengan tali pernikahan yang telah mengikat keduanya.
"Hanya aku yang berhak untukmu Baby. Semua atas kendaliku. Kau hanya milikku seorang. Kau tidak bisa lepas dariku sejauh manapun kau pergi. Ini bukan obsesi atau sekedar rasa ingin memiliki. Ini adalah cinta yang didasari dari hati. Jangan salahkan aku menyakiti, hanya untuk memenuhi rasa cinta yang berarti."
-Alvin-
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ist, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dia Milikmu Namun Hatinya Bersamaku
Sosok wanita tengah menatap ketiga anaknya dengan intens. Manik matanya berubah sendu seketika melihat gadis yang tengah tertawa bersama kedua adik lelakinya itu.
"Kakak kenapa?"
"Aya akan di bawa Mamanya. Tidakkah kau tau itu Vin." jawabnya tanpa menoleh.
"Tidak bisa. By akan tetap bersama kita. Kan ada surat perjanjiannya dulu."
"Tapi dia Mama kandungnya. Kakak ga sanggup harus pisah sama Aya."
"Tidak akan terjadi kak. Kakak tenang saja."
"Anak anak waktunya makan." Teriak Nenek pada cucu cucunya.
"Nanti." jawab mereka serempak.
"Kamu kenapa?" tanya Nenek pada menantunya.
" Aku ga bisa aja pisah sama Aya Bu...."
"Pisah bagaimana maksud kamu?"
"Mamanya bilang mau ambil Aya."
"gak akan. Setelah belasan tahun mereka mengabaikan anaknya. Kini mereka mau ambil lagi. Tidak akan Ibu biarkan. kamu tenang saja."
"Terimakasih Bu." Jawab Mommy sambil memegang tangan mertua yang ada di bahunya.
"Mom aku sudah kenyang." Keluh Aya saat Omnya selalu menambahkan porsi makannya.
"Vin kamu apaan sih. Aya udah kenyang." kata Mommy membela putrinya.
"Biar kak, tadi siang dia makan juga ga habis."
"Aku udah kenyang Om."
"Iya..iya. ini Susunya di minum dulu."
Aya meneguk susu itu sampai tandas agar Omnya tidak terus mengomel.
"Sudah."
"pinter." Alvin mencubit gemas hidung Aya.
"Kakak nanti tidur bareng ya."
"iya sama aku juga." ajak kedua adiknya.
"Ok. Di kamar kakak aja."
Pagi hari suasana menjadi riuh. Kedua anak laki laki itu tergopoh gopoh memberi tahu bahwa Aya sedang demam.
Semuanya menuju ke kamar gadis itu dan segera menghubungi dokter. Alvin sedari tadi tak beranjak dari samping Aya. Ia terus menggenggam tangan Aya meskipun dokter sedang memeriksa.
"Bagaimana dok?"
"Hanya panas biasa. Obatnya di minum dan Istirahat yang cukup nanti akan segera sembuh."
"terimakasih dok."
"Sama sama."
"Bagaimana keadaanmu sayang?"
"Pusing Dad."
"mau sesuatu?"
"Minum." Katanya lemah.
Mommy mengambilkan minum dan Alvin membantu Aya untuk duduk.
"Makan dulu sayang. Obatnya harus di minum."
"nanti aja Nek."
"Makan dulu By. Biar perut kamu ga kosong."
"Mulut aku ga enak Om. Ga nafsu makan."
"Mommy ambilin buah ya."
"Iya deh Mom daripada Aya ga makan apa apa." jawab Daddy.
"Dingin." kata Aya.
"Kakek matiin AC nya."
Alvin segera membenarkan selimut dan memeluk Aya agar merasa hangat.
Mommy kembali dengan sepiring potongan buah yang Ia bawa.
"Ini sayang, buahnya dimakan."
"Baru tidur kak." Kata Alvin mendengar nafas teratur Aya.
"Nanti kalo bangun biar aku suapin. Kalian keluar aja. Biarin By istirahat."
"Nanti kalo butuh sesuatu?"
"Biar aku yang jagain."
"Yaudah. nanti kalo ada apa apa panggil kakak ya. Kakak mau bikinin bubur dulu."
"Iya."
"Cepat sembuh sayang." kata semua orang sambil meninggalkan kecupan.
Alvin mengeratkan pelukannya berharap By merasa lebih hangat.
Ditatapnya wajah pucat itu Dengan lekat.
Alvin menyibakkan rambut Aya dan menyelipkannya di belakang telinga. Ia mencium bibir mungil itu beberapa kali. Membelai lembut pipi mulusnya dengan ibu jari. "Cepat sembuh By." lirih Alvin mengecup pelan kening gadisnya.
Mama, Papa, Adam dan Zahwa kini tengah berada di kamar Aya. Mereka hanya diam memperhatikan Aya yang tengah tertidur setelah meminum obatnya. Satu kecupan dari masing masing orang mendarat mulus di kening Aya. Gadis itu tetap tertidur dengan tenang. "Badannya masih panas." Kata Mama.
"Kenapa kalian tidak memberi tahu kalau anakku sakit?" lanjutnya lagi masih menggenggam tangan Aya.
"Darimana kakak tau By sakit?" tanya Alvin tak mau kalah.
"Itu bukan masalah Vin. Masalahnya sekarang, Kenapa tidak ada yang memberi tahu kalau anakku sakit?"
"tadinya kita ingin memberitahu. Tapi kakak sudah sampai di sini."
"Benarkah?" tanyanya curiga.
"sudah jangan ribut di sini. Kata dokter Aya butuh banyak istirahat. Semuanya keluar Jangan mengganggu tidurnya." tegur Kakek.
Disinilah mereka sekarang. Duduk melingkar di ruang keluarga. Suasana tampak tegang. Sedari tadi belum ada yang angkat bicara. Ketara jika masing masing orang sedang berperang dengan batinnya. "Aku akan membawa anakku pulang." Kata Mama Aya penuh keyakinan.
Mommy meremas ujung dressnya hingga membuat kusut membentuk genggaman.
"Tidak bisa." Tegas Alvin.
"Dia anakku. Anak kandungku. Aku berhak atas dirinya."
"Kami yang merawatnya sejak bayi. Kakak ingat saat dia berumur beberapa hari dan kau menitipkannya pada kami karena urusan bisnismu yang tidak bisa di tinggal. Kakak ingat akan surat perjanjian yang kakak buat sendiri. Surat yang menyatakan By adalah anak Kak Aslan dan kakak tidak akan mengambil By dari kita. Seingatku kau melakukannya tanpa beban dulu."
"Dia anakku. Aku ingin bersama anakku." katanya sambil meneteskan air mata.
"Maaf kak aku tau perasaanmu. Aku juga seorang Ibu dan aku tidak mau berpisah dengan putriku. Benar aku tidak melahirkannya melainkan kau. Dan aku sangat berterimakasih karena itu. Aku yang merawatnya, menyusuinya sejak bayi. Memeluk, Menggenggam dan Menemaninya tanpa sedetikpun terlewatkan. Hidupku untuk anak anak dan keluargaku. Aku egois untuk kali ini. Dia milikmu namun hatinya bersamaku." Tegas Mommy menguatkan hati dan berlalu pergi setelah semua isi hatinya Ia sampaikan.