Istriku Canduku 2

“Ayah, jadi pulang besok?” Tanya Sari pada Teguh, saat mereka duduk di ruang keluarga.

Semua tamu sudah pulang, kini tinggal keluarga Sari, David, dan Nur yang sedang membereskan sisa-sisa acara tadi.

David yang sedang meminum air mineral, sesekali melihat ke arah ayah mertuanya. Teguh pun menangkap tatapan itu.

“Jangan pulang dulu, Yah! besok jalan-jalan dulu sebentar, lusa baru kita pulang.” Rengek Ardi yang sudah tidak sabar ingin berfoto di patung singa yang menjadi maskot negara ini.

“Halah, bilang aja kamu mau pamer ke teman-teman sekolahmu nanti.” Ratih mentoyor kepala putranya.

Ardi nyengir. “Ya, sekali-kali, Bu.”

“Jika ingin berjalan-jalan, saya akan antarkan besok.” Sahut David.

“Tuh, kan. Mas David mau antar kita jalan-jalan, Yah. Besok saja pulangnya ya, Yah?” Lagi-lagi Ardi merengek.

Sari tersenyum sambil menoleh ke arah David. Sedangkan David tak melihatnya, ia tengah tersenyum melihat ekspresi Ardi yang begitu senang.

Malam semakin larut, hari ini sangat melelahkan. Mulut Ardi sudah menguap berkali-kali, begitu pun Ratih. Sementara Teguh masih tetap duduk dengan tenang. Tidak ada satu pun yang berani pergi ke kamar mereka, sebelum Teguh yang lebih dulu beranjak.

“Yah, ngantuk nih. Ayo tidur! Badan ibu pada pegel semua.” Ratih memecahkan keheningan.

Teguh bukan menjawab istrinya, malah menoleh ke arah David dan Sari bergantian. Sejak ia berbincang banyak dengan Syekh Ahmad, cara pandangnya sedikit berubah.

“Ayo, Bu!” Teguh berdiri dan mengajak istrinya untuk istirahat di kamar.

“Loh, kata ayah, Sari tidur sama ibu?” Tanya Sari memastikan perkataan ayahnya sebelumnya.

“Kamu tidur bersama suamimu.” Jawab Teguh. Lalu, kedua orang tua Sari berlalu.

David langsung menyungging senyum lebar di bibirnya.

Sari menoleh ke arah David, sambil mengeryitkan dahinya. sungguh ia belum siap untuk satu kamar bersama pria ini. Sementara David, menaik turunkan alisnya, ketika tatapan mereka bertemu dan Sari langsung membalas dengan memonyongkan bibirnya, membuat David semakin tertawa.

“Mba, Ardi juga ke kamar duluan ya, supaya besok punya energi banyak buat jalan-jalan.”

“Dasar, pikirannya jalan-jalan terus.” Sari memukul bokong sang adik yang hendak meninggalkannya.

Kini, tinggal Sari dan David yang berada di ruangan itu.

“Honey, Ayo kita ke kamar juga!” David sudah berdiri dan mengulurkan tangannya untuk Sari.

“Namaku Sari, bukan hani.”

David tertawa. “Iya, Sayang.”

Lalu, Sari bangun dari duduknya dan pergi lebih dulu dari David, mengabaikan uluran tangan David yang sudah menanti sejak tadi. David menghelakan nafasnya dan menarik kembali tangan yang tak di sambut Sari.

Sebelum Sari berkumpul bersama keluarganya di ruangan tadi. Ia sudah lebih dulu membersihkan make up dan mengganti pakaian kebaya itu dengan pakaian tidur biasa yang sering ia pakai. Sari menggunakan piyama dengan atasan lengan pendek dan bawahan celana panjang. Tidak ada kesan sexy di malam pertama itu.

“Oooo.. kasur. Aku merindukanmu.” Ucap Sari yang sudah lebih dulu masuk ke kamar David, dan menjatuhkan dirinya di tempat tidur besar dan empuk itu.

David masih tersenyum melihat tingkah konyol wanita yang sekarang sudah resmi menjadi istrinya. Ia pun yang memang sudah membersihkan diri sebelumnya, langsung duduk di samping Sari yang sudah terlentang di tempat tidur itu.

“Eh, kamu tidur di sini?” Tanya Sari, yang kembali menegakkan tubuhnya.

“Ini kamarku.” Jawab David santai.

Sari langsung bangun dari tempat tidur itu. “Kalau begitu aku pindah ke kamarku.”

Namun, dengan cepat David mencekal tangan Sari. “Ini juga kamarmu. Kita sudah resmi menjadi suami istri kan?”

Sari terdiam. Lalu duduk di samping David.

“Bisa kita berdamai.” David menunjukkan jari kelingkingnya.

Sari menatap lekat wajah David yang tampan. Sebenarnya jiwa Sari pun ikut meronta melihat ketampanan itu, tapi semua hilang kala ia mengingat apa yang pernah David lakukan padanya.

“Aku janji tidak akan menyentuhmu, jika bukan kamu yang menginginkannya.” Kata David lagi.

“Mulai saat ini, aku tidak akan memaksamu untuk apapun. Sudah mau menjadi istriku dan menjaga anakku dengan baik saja, aku sudah sangat senang. Terima kasih.” David tersenyum.

Sari merasa bersalah dengan keadaan ini. Ia melihat ketulusan di mata bule gila ini. Lalu, Sari ikut menempelkan jari kelingking dengan menampilkan senyum manisnya.

“Janji ya!”

David mengangguk. “Janji.”

“Kalau kamu lupa dan memperlakukanku seperti sebelumnya, bagaimana?” Tanya Sari berhati-hati. Ia tak mau lagi di perkosa David, walau saat ini mereka sudah menikah dan halal baginya untuk melakukan apapun, tapi Sari tetap khawatir pria ini akan memintanya dengan paksa.

“Kamu boleh meninggalkanku.” Jawab David dengan cepat. Ia yakin tidak akan pernah menyakiti istrinya, karena saat ini dan seterusnya, wanita ini akan menjadi wanita yang akan menemaninya selamanya.

“Deal.” Sari mengeratkan jari kelingkingnya.

David pun tersenyum.

“Boleh aku memelukmu?” Tanya David, membuat Sari kembali terdiam.

Lalu, tak lama kemudian Sari mengangguk. Ia memang harus membuka hati untuk David, di mulai dari malam ini.

David memeluk tubuh Sari, sebenarnya ia ingin sekali melakukan yang lebih dari ini, karena tubuh Sari begitu harum, dan wangi rambutnya yang membuat David betah untuk berlama-lama berada di dekatnya.

Sari pun membiarkan David memeluknya lama, hingga David sendiri yang melepasnya.

“Tidurlah!”

David menuntun Sari untuk berbaring dan menyelimutinya. Lalu, ia pun ikut berbaring di samping Sari.

Sari terharu dengan perlakuan kecil David. Ia mengira pria itu akan memaksanya untuk melakukan hubungan suami istri, mengingat ini merupakan malam pertama mereka setelah sah menjadi suami istri. Apalagi Sari juga menyadari bahwa David adalah tipe pria yang bernafsu besar.

Ia ingat dulu, ketika masih remaja, terbesit ketidak inginannya untuk menikah dengan pria bule. Lalu, saat bekerja, ia dan teman-temannya sering berbincang mengenai pria bule, terutama suami dari bos nya yang berdarah Inggris-Indonesia.

“*I*h, sebel banget sama Pak Rio, kalau ciuman ngga liat tempat. Amit-amit deh dapet cowok bule, mesumnya ngga ketulungan.” Sari menggerdikkan bahunya geli.

"*Iy*a, Pasti pak Rio minta jatah tiap hari. Apa Miss Inka ngga capek tuh? Gue aja yang ngga tiap hari aja males.” Kata salah satu temannya yang lain yang sudah menikah.

“Iya, Ih. Amit-amit, makanya aku sukanya yang lokal ajah.” Jawab Sari.

Sari mengingat perbincangan itu, saat ia kesal dengan perilaku seenaknya Mario, yang sering mencium dan mencumbu istrinya di kantor.

“Akhirnya, aku juga kena tulah, gara-gara sering ngeledekin Miss Inka nih.” Gumam Sari, saat ia melongok ke arah David yang sudah memejamkan matanya.