Akibat ditikung saudara kembarnya, Darren memilih keluar dari rumah mewah orang tuanya, melepas semua fasilitas termasuk nama keluarganya.
Suatu hari salah seorang pelanggan bengkelnya datang, bermaksud menjodohkan Darren dengan salah satu putrinya, dan tanpa pikir panjang, Darren menerimanya.
Sayangnya Darren harus menelan kecewa karena sang istri kabur meninggalkannya.
Bagaimana nasib pernikahan Darren selanjutnya?
Apakah dia akan membatalkan pernikahannya dan mencari pengantin penganti?
Temukan jawabannya hanya di sini
"Dikira Montir Ternyata Sultan" di karya Moms TZ, bukan yang lain.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Moms TZ, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
28.
Sebelum orang itu melihatnya, Ajeng segera membalik badan dan berlari menuju motornya. Dengan cepat dia memakai helm dan kabur dari tempat tersebut. Dalam perjalanan, Ajeng berharap orang itu tidak menyadari kehadirannya dan tidak mengikutinya.
Sementara itu, orang yang dihindari oleh Ajeng, seorang kerabat dekat dari keluarga ayahnya, mengerutkan keningnya saat melihat siluet yang tampak familiar pergi dengan mengendarai sepeda motor. "Kok, kayak Ajeng?" pikirnya.
Karena merasa penasaran, dia langsung keluar dari minimarket dan mengejar. Namun, Ajeng sudah melaju jauh dan menghilang di tikungan jalan. "Tapi masa dia ada di sini, sih? Tinggal di tempat siapa dia?" gumamnya sambil menggelengkan kepala pelan.
Lalu, dia kembali masuk ke dalam minimarket untuk membayar barang belanjaannya, masih dengan pikiran yang berputar tentang kemungkinan Ajeng berada di sekitar sana.
Ajeng kembali pulang ke rumah yang ditinggalinya, masih merasa gugup dan kesal. "Sial, hampir saja aku ketahuan," gumamnya dalam hati.
Setelah masuk ke dalam rumah, dia melemparkan helm ke sofa dan menghela napas frustrasi.
"Aaahh... Mas Panji ke mana sih? Kenapa dia tidak datang ke sini?" ucapnya dengan nada kesal, sambil berjalan mondar-mandir di ruang tamu.
Ajeng merasa sedih dan frustrasi karena tidak bisa menghubungi Panji, dan sekarang dia harus berhadapan dengan risiko ditemukan oleh kerabatnya.
"Mana dia nggak balas pesan-pesanku lagi? Ke mana sebenarnya dia?" tambahnya, merasa semakin putus asa.
Kemudian Ajeng merebahkan dirinya di sofa, hingga tak sadar ia tertidur.
*
Sementara itu, kerabat Ajeng langsung pulang setelah membayar barang belanjaannya. Dalam perjalanan, dia berpikir tentang apa yang baru saja dilihatnya. "Apakah itu tadi benar Ajeng? Tapi kenapa dia terkesan menghindariku?" pikirnya.
Dia mempertimbangkan untuk memberitahu Pak Haris dan Bu Hasna tentang pertemuan tersebut, tetapi dia juga tidak ingin menimbulkan harapan palsu jika ternyata memang bukan Ajeng.
"Mungkin aku harus memastikan dulu sebelum memberitahu mereka," pikirnya, mencoba mempertimbangkan langkah selanjutnya dengan hati-hati.
Namun, ternyata hati dan pikirannya tidak singkron. Begitu sampai di rumah dan melihat Niken tengah menjemur pakaian di halaman rumah, ia pun lantas menghampirinya.
"Eh, Nik. Tahu nggak tadi aku melihat siapa?" tanyanya sambil tersenyum.
Niken tampak bingung sambil menatap kerabatnya tersebut. "Ya nggak tahu lah, Mbak. Kan, Mbak Titik belum ngasih tahu, habis bertemu sama siapa," sahut Niken.
"Iiih, kamu mah, nggak asyik, Nik. Nggak bisa diajak tebak-tebakan," ucapnya sambil manyun.
Niken hanya tersenyum, sembari melanjutkan pekerjaannya. Kerabat mereka yang bernama Titik itu lantas memperhatikan sekelilingnya, memastikan tidak ada orang lain yang akan mendengarkan, lalu membisikkan sesuatu pada Niken. "Tadi, aku kalau nggak salah melihat Ajeng di depan minimarket yang ada di kampung sebelah."
Niken terkejut, matanya melebar. "A-apa! Yang benar, Mbak?" pekiknya tanpa sadar.
Titik langsung menempelkan jari ke bibirnya, memberi isyarat agar Niken jangan berisik. "Sssttt... Jangan keras-keras. Aku aja masih belum yakin, dia itu si Ajeng atau bukan. Tapi kalau lihat penampakannya sih, mirip banget sama Ajeng," ucap Titik dengan suara lirih.
Niken menelan ludah, berusaha menahan kegembiraan dan kekagetannya. "Mbak, yakin? Di mana tepatnya?" tanya Niken, berusaha berbicara pelan.
Titik mengangguk. "Di depan minimarket, tadi aku lihat dia naik motor dan kabur begitu saja, mungkin dia melihat aku. Aku jadi penasaran, apa benar itu Ajeng atau bukan?"
Niken terdiam, pikirannya mulai berputar tentang kemungkinan Ajeng berada di dekat sana.
Esok harinya, Niken memberanikan diri mencari Ajeng ke sekitar minimarket tempat Titik melihat Ajeng kemarin. Dengan harapan besar, ia menyusuri jalanan sekitar minimarket, mencari sosok yang mirip dengan kakaknya. Niken bertanya kepada beberapa orang yang dijumpainya, tetapi belum ada yang bisa memberikan informasi tentang keberadaan Ajeng.
Setelah beberapa jam belum juga mendapatkan hasil, Niken memutuskan untuk istirahat sejenak di sebuah warung makan dekat minimarket. Dia memesan minuman hangat dan memikirkan strategi selanjutnya untuk mencari Ajeng. Niken berharap bisa menemukan Ajeng hari itu juga, sehingga dia bisa menyampaikan pesan tentang keadaan keluarga yang sangat merindukannya.
Di sisi lain, Ajeng tampak sedang bersiap untuk pergi setelah kemarin gagal. Dia memakai jaket lalu mengambil dompet serta kunci motor. Sebelum keluar, dia mengecek ponselnya, berharap ada pesan dari Panji, tetapi tidak ada.
Dengan sedikit rasa sedih di hatinya, Ajeng menghela napas dan memutuskan untuk segera pergi ke minimarket. Ia berharap kali ini tidak bertemu orang-orang yang dikenalnya baik kerabat ataupun tetangganya.
Namun, baru saja ia menyalakan motornya dan akan berangkat, sebuah mobil masuk ke halaman rumah dan berhenti di dekatnya.
"Loh, Ajeng. Kamu mau ke mana, Sayang?" tanya Panji seraya turun dari mobil.
Ajeng menatap Panji dengan tatapan penuh kerinduan dan seketika senyuman mengembang di bibirnya. Ia segera turun dari motornya lalu menyambut pria yang dirindukannya tersebut.
"Mas Panji!" seru Ajeng, senyumnya makin lebar menghiasi wajahnya. Ia langsung menghampiri Panji dan memeluknya erat. "Kenapa baru sekarang kamu datang? Kamu ke mana aja sih, Mas? Aku kangen, tahu," kata Ajeng sedikit manja.
Panji membalas pelukan Ajeng, dan tersenyum lembut. "Maaf, Sayang. Aku ada urusan yang tidak bisa ditinggalkan. Tapi aku ada kejutan untukmu," jawabnya, sambil mengeluarkan sesuatu dari kantongnya dan memberikannya kepada Ajeng.
Ajeng merasa penasaran dan langsung membuka bungkusan tersebut.
.
Kira-kira apa yang diberikan Panji pada Ajeng?
Ajeng nya aja yang ke geer an.
Lagian pinjam uang koq maksa, mana marah2 lagi
Cerita dengan bahasa yang mudah dipahami. Konflik yang enggak terlalu berat, tapi tetep mampu membuat aku kesal karena ulet-ulet bulu yang ada🤭😉
Apa pun masalah yang ada, entah dari Nancy, Ajeng, Monic, atau siapa pun itu. Semoga tetap bisa dilewati bersama-sama oleh Darren dan Niken.
Semoga Darren akan tetap selalu memprioritaskan dan selalu menjaga komunikasi dengan Niken.
Dan suka sama Niken yang tenang, tapi kalau dia sudah berhadapan sama yang menganggu rumah tangganya, mulut dan tangannya nggak ada lawan🤭😁❤❤
Semangat Ibu. Semangat dan sukses selalu💪😍🥰😘❤❤