Dalam diamnya luka, Alina memilih pergi.
Saat menikah satu tahun lalu, ia dicintai atau ia pikir begitu. Namun cinta Rama berubah dingin saat sebuah dua garis merah muncul di test pack-nya. Alih-alih bahagia, pria yang dulu mengucap janji setia malah memintanya menggugurkan bayi itu.
"Gugurkan! Aku belum siap jadi Ayah." Tatapan Rama dipenuhi kebencian saat melihat dua garis merah di test pack.
Hancur, Alina pun pergi membawa benih yang dibenci suaminya. Tanpa jejak, tanpa pamit. Ia melahirkan seorang anak lelaki di kota asing, membesarkannya dengan air mata dan harapan agar suatu hari anak itu tahu jika ia lahir dari cinta, bukan dari kebencian.
Namun takdir tak pernah benar-benar membiarkan masa lalu terkubur. Lima tahun kemudian, mereka kembali dipertemukan.
Saat mata Rama bertemu dengan mata kecil yang begitu mirip dengan nya, akhirnya Rama meyakini jika anak itu adalah anaknya. Rahasia masa lalu pun mulai terungkap...
Tapi, akankah Alina mampu memaafkan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rere ernie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter - 35.
Nyonya Ayunda segera menangkap hawa panas yang terpancar dari sorot mata putrinya. Ia tahu benar, Viola sedang berada di ambang ledakan emosi dan targetnya jelas adalah Ratna.
Tanpa membuang waktu ia berdiri, meraih pergelangan tangan Viola menahannya dengan tatapan tegas.
“Jangan buat keributan, Vio. Ini momen penting untuk Rama, jangan ada kegaduhan. Masalah Ratna... kita selesaikan setelah acara ini usai." Ucap Nyonya Ayunda rendah namun penuh tekanan.
Viola mengangguk, meski dadanya bergejolak. Ia paham, Ratna dan Bu Ningrum pasti sudah mencari celah untuk kabur sebab takut menjadi sasaran amarahnya. Tatapannya menyapu penjaga di sekitar, dingin seperti bilah pisau.
“Pastikan tidak ada yang keluar dari sini, terutama mereka berdua. Aku belum selesai berurusan dengan mereka! Salahku membiarkan perempuan lakor itu bebas tanpa balasan, hingga kini ia mencuri kebahagiaan orang lain lagi.” Perintah pada penjaga.
Ratna memang sudah menimbang untuk menyelinap pergi, namun naas barisan penjaga telah siaga penuh. Sebab Kirana yang belum ditemukan sampai saat ini, penjagaan masih diperketat demi melindungi Alina yang tengah mengandung.
Sementara itu, Rama menatap Galang dan berkata dengan nada penuh perhitungan. “Lang, sebenarnya aku adik satu ayah dengan Mbak Viola.”
Galang terdiam sejenak, wajahnya memerah campuran malu dan terkejut. Kini ia mengerti, Rama ternyata memiliki hubungan darah dengan mantan iparnya. Sebuah ironi pahit, mantan istrinya kini dilamar oleh adik dari mantan kakak iparnya.
Benar kata pepatah, dunia ini terlalu sempit untuk menghindari dosa masa lalu.
Acara lamaran pun dibuka, suasana tegang bercampur haru. Setelah pihak Rama menyampaikan maksud, tibalah giliran pihak Gendis menjawab.
“Saya... menerima lamaran Mas Rama.” Ucap Gendis lirih, matanya berkaca-kaca.
Cincin melingkar di jari manisnya, disambut doa dan ucapan syukur dari semua pihak. Bahkan Galang, meski dadanya terasa nyeri, ikut menunduk mendoakan. Kesetiaan adalah barang mewah, dan ia tahu... ia telah kehilangannya karena tak mampu melawan godaan.
Selesai acara, Viola tidak menoleh sedikit pun pada Ratna. Langkahnya justru terarah mantap menuju Galang. Ia ingin mendengar langsung dari bibir mantan adik iparnya itu alasan di balik perselingkuhan.
“Kenapa kau berselingkuh?” tanyanya singkat, namun nadanya menusuk.
Galang tidak berusaha membela diri. Suaranya berat ketika ia menceritakan segalanya, tanpa menyisakan ruang untuk kebohongan. Ia pun mengaku, pernikahan dengan Ratna hanyalah akibat ancaman. Ratna menyimpan bukti perselingkuhan mereka dan mengancam akan menghancurkan karier militernya jika ia menolak menghalalkan hubungan terlarang itu.
Viola mengepal jemarinya, menahan amarah yang kian menggelegak. Bagaimanapun, Galang pernah menjadi adik iparnya. Meskipun mengaku terjebak oleh Ratna, ia pun tidak membenarkan perselingkuhan Galang karena dilakukan dengan kesadaran penuh. Tapi, dia harus membantu Galang terlepas dari wanita seburuk Ratna.
“Pah, bukankah Papa punya kenalan seorang petinggi di ketentaraan?”
“Ada, Mayor Jenderal Kresna. Kenapa?” jawab sang ayah, menatap anak perempuan tirinya dengan waspada.
“Ratna akan terus menjadi duri bagi Galang. Jika Galang ingin lepas, biarkan ia mengambil risikonya.“
Lantas atensi Viola beralih pada Galang. “Lang, berani kamu menerima hukuman dari atasanmu? Papa Yudistira akan membantumu, dengan berbicara pada kenalannya. Kau tak akan dipecat, tapi mungkin harus menanggung sanksi. Setidaknya… kau bisa terbebas dari parasit seperti Ratna yang akan terus mengancam mu. Apa kau mau Mbak membantumu?”
Belum sempat Galang menjawab, Ratna sudah bersuara dengan nada panik.
“Enggak bisa! Galang itu suamiku secara sah! Dia gak bisa menceraikan aku begitu saja!”
Galang menoleh, tatapannya tajam bagai bilah pedang. “Kau tahu alasanku menikahimu, Ratna! Bukan hanya karena anak, tapi karena ancamanmu. Jujur… aku memang pengecut, takut kehilangan karierku. Tapi sekarang, Mbak Viola memberiku jalan keluar. Dan aku… akan menerimanya. Aku akan segera menceraikan mu!“
Ratna pucat seketika, lututnya lemas. Hampir ia terjatuh bersama anak di gendongannya, jika saja Galang tidak sigap menahan. Ia mengambil alih sang anak, perempuan mungil yang usianya sebaya dengan anak Gendis.
Viola maju perlahan ke arah Ratna, matanya berkilat penuh ancaman. Ia bicara pada para penjaga dengan bibir menyeringai. “Bawa dia ke hotel! Aku ingin bicara berdua dengan wanita hama ini, dari hati... ke hati!“
Para penjaga sigap melaksanakan perintah, menahan kedua tangan Ratna.
Ratna memberontak, berteriak histeris.
“Jangan! Lepas aku!”
Namun genggaman para penjaga terlalu kuat. Sementara itu, Viola menoleh pada Bu Ningrum dengan sorot mata menusuk. “Dan Ibu… sekali lagi, Ibu memilih membela pelakor itu dan menyakiti menantu sebaik Gendis. Menurut Ibu, hukuman apa yang pantas untuk mertua tak bermoral seperti itu?”
Bu Ningrum sontak menoleh pada putranya.
“Lang, lihat! Dia kurang ajaar pada ibumu!”
Galang menatap ibunya lama, nafasnya berat. Namun yang keluar hanyalah satu kalimat dingin yang menusuk. “Ibu pantas mendapatkannya.”
Ucapan itu membuat Bu Ningrum tertegun. Tanpa banyak bicara, Viola memerintahkan penjaga membawa Bu Ningrum bersama Ratna.
“Mbak… jangan sampai Ratna mati. Aku tidak membelanya, tapi anakku ini masih butuh ibunya,” pinta Galang lirih.
Viola hanya mengangguk, tanpa janji apa pun di bibirnya.
Acara lamaran pun berakhir. Setelah santap bersama, keluarga Mahesa kembali ke hotel tempat mereka menginap karena daerah Gendis jauh dari kota tempat tinggal mereka. Sementara Rama tinggal sebentar untuk membicarakan pernikahan yang akhirnya disepakati dua minggu lagi. Gendis setuju pindah ke Jakarta, bahkan membawa salah satu adiknya untuk berkuliah di sana atas inisiatif Rama sendiri.
___
Dua minggu kemudian…
Hari itu, pernikahan berlangsung penuh kebahagiaan tanpa kendala apapun. Gendis kini telah resmi menjadi istri Rama, secara agama dan negara.
Lalu, bagaimana dengan Ratna dan Bu Ningrum?
Dua minggu sebelumnya, Ratna sudah merasakan sendiri amarah Viola. Caci maki serta pukulaan dari Viola, akan membekas seumur hidup di hati Ratna.
Dan kini, Ratna pun resmi diceraikan Galang dan sedang menghadapi proses pengadilan. Viola dengan dingin mengancam akan mencabut nyawa Ratna, jika berani menolak diceraikan oleh Galang.
Galang sendiri, meski aibnya sampai ke telinga atasan dia hanya menerima hukuman disiplin tanpa pemecatan berkat campur tangan Tuan Yudistira. Sementara Bu Ningrum yang dulu terbiasa jahat pada menantu, kini kerap jatuh sakit. Kabar terakhir, ia menderita stroke ringan.
Eh, tapi gatau deng ehehe
Mau serumit apapun kalau berjodoh ya akan bersanding