Dunia Elea jungkir-balik di saat dirinya tahu, ia adalah anak yang diculik. Menemukan keluarga aslinya yang bukan orang sembarangan, tidak mudah untuk Elea beradaptasi. Meskipun ia adalah darah keturunan dari Baskara, Elea harus membuktikan diri jika ia pantas menjadi bagian dari Baskara. Lantas bagaimana jika Elea merasa tempat itu terlalu tinggi untuk ia raih, terlalu terjal untuk ia daki.
"Lo cuma punya darah Baskara doang tapi, gue yang layak jadi bagian dari Baskara," ujar Rania lantang.
Senyum sinis terbit di bibir Elea. "Ya, udah ambil aja. Tapi, jangan nangis jika gue bakalan rebut cowo yang lo suka."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dhanvi Hrieya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 35| Eksekusi Rencana
Yuda mendelik kesal mendengar penuturan ayahnya, Zeno mengetuk permukaan meja membuat Yuda mendengus. Ia benci pria di depannya ini, pria yang begitu egois hanya mementingkan dirinya sendiri.
"Nggak," jawab Yuda tegas, "nggak bakalan, Papa pikir ini tempat kayak apa, hah? Ini nggak ada bedanya bak penjara remaja. Papa pikir aku bodoh hingga nggak tau jika dikirimkan ke sana maka nggak akan bisa keluar."
Zeno berdecak, "Siapa suruh kamu memprovokasi Elea, huh? Mau atau nggak, itu bukan keputusanmu. Kamu dan Rania akan tetap dikirimkan ke asrama ini."
Kedua sisi geraham Yuda bergemeretak, matanya begitu tajam melirik ke arah ayahnya. "Kali ini apa yang ditawarkan sama dia, hingga Papa yang nggak ada fungsinya ini mendadak punya kebijakan," tuding Yuda marah.
"Papa akan kirim duit ke asrama, buat hidupmu di sana senang. Cukup sekolah dan bersenang-senang. Kamu nggak perlu tanya apa-apa, apa yang Papa bilang itu yang harus kamu lakuin," tukas Zeno, tanpa ingin mengutarakan apa yang telah disepakati dengan Elea.
Zeno berdiri dari posisi duduknya, suara gelas dilempar ke dinding hingga suara pecahannya terdengar nyaring menghentikan langkah kaki Zeno. Pria paruh baya itu melongok ke belakang, kedua sisi bahu Yuda naik-turun, menandakan empunya tubuh tengah dilanda emosi.
"Peduli setan dengan apapun keputusan Papa, sedari awal Papa nggak ada gunanya. Cuma suami mokondo, pria yang merayu wanita polos. Bikin keluarga ini jadi ancur, Mama jadi depresi karena perselingkuhan Papa. Bahkan Papa ngarang ngomong ke orang-orang kalo Mama udah meninggal. Padahal Papa masukin Mama ke RSJ, sekarang Papa mau bikin aku juga jadi gila, hah!" seru Yuda, wajahnya memerah bahkan urat-urat wajahnya mencuat.
"Hati-hati kamu kalo ngomong, ya. Jangan sampek orang salah paham, Yuda. Aku bukan ayah dan suami yang kayak gitu," bantah Zeno, matanya memerah menatap putranya.
Paham apa Yuda dengan cara hidup Zeno, pria paruh baya ini telah banyak makan asam, garam, dan getirnya kehidupan. Tubuh dengan kepintaran, wajah tampan, dan bakat. Sayang sekali ia lahir dari keluarga miskin, ia kalah dengan yang berduit. Menikahi wanita yang dia anggap akan membantunya, siapa sangka ayah istrinya malah terlibat korupsi di perusahaan.
Zeno pada akhirnya harus menanggung hutang piutang besar atas namanya, hanya karena mertuanya meminjam nanya untuk jadi jaminan hutang agar bisa kabur dari tanah air. Mertuanya itu tidak tahu rimbanya namun, hutang sudah jelas Zeno harus membayarnya. Hingga ia bertemu dengan Diana, wanita cantik yang polos. Haus akan cinta dari lelaki, pikiran jahat membuat Zeno menjerat Diana.
Awalnya ia pikir Diana akan bisa ia dinikahi, sayangnya Diana malah akan dinikahi pria lain. Lagi-lagi Zeno marah pada keadaan, cinta buta Diana membuat hubungan gelap mereka terus berlanjut. Sampai melahirkan Zion, mereka terus terhubung. Zeno terus mendapatkan banyak uang dan namanya terus melejit sebagai seorang guru les para nona dan tuan muda kaya.
"Ah, masa? Orang-orang yang mengenal Papa tau gimana kelakuan Papa. Sekarang Papa mau numbalin aku kayak gitu, aja. Jangan pikir aku putra yang lemah kayak dulu, ya, Pa. Sekarang aku bisa ngebalas semua perbuatan Papa. Jangan pikir aku bakalan pernah ke sana," sahut Yuda menunjuk-nunjuk ke arah Zeno.
Zeno menyugar kasar surainya ke belakang, mengerang frustrasi Yuda melangkah melewati Zeno begitu saja dengan wajah merah padam.
"Ugh..., kenapa punya anak nggak yang bisa balas budi. Yang satu kayak gini, dan yang satunya malah begitu." Zeno bergumam frustasi.
...***...
"Lepasin gue!" Elea menyentak kasar cekalan tangan Yuda pada pergelangan tangannya.
Yuda menarik-narik Elea saat gadis itu ke luar dari toilet wanita menuju ke arah gudang sekolah sebelum melepaskan tangannya dari pergelangan tangan Elea, menatap tajam ke arah Elea. Gadis keturunan Baskara ini pasti yang membuat Zeno—ayahnya memindahkan Yuda dan Rania ke sekolah asmara.
"Lo, apa yang lo lakuin, hah? Sampek Bokap gue mindahin sekolah gue ke asrama itu, hah!" hardik Yuda dengan intonasi nada keras.
Elea mengusap pergelangan tangannya yang memerah, menengadah menatap ke arah Yuda. Agaknya Yuda lupa jika dirinya yang lebih dahulu memprovokasi Elea, bermaksud untuk mencelakai dirinya. Elea tidak suka dengan menyakiti orang lain namun, berbeda jika orang itu lebih dahulu bermaksud menyakiti dirinya.
Baik itu Rania maupun Yuda, bahkan Zion—kakak lelaki seibunya sekali pun tidak akan pernah ia biarkan menyakiti dirinya lagi. Tampaknya mereka tidak peduli untuk memancing kemarahan Elea, anehnya saat dibalas mereka semua malah merasa menjadi korban.
"Hah..., orang-orang yang punya mental korban ini emang susah ya. Mulai duluan tapi, saat dibalas merasa paling tersakiti. Harusnya lo dan Rania itu tau diri, gue kasih kesempatan buat mundur. Malah maju," balas Elea datar, tatapannya tampak begitu dingin, "lo harus tau satu hal, Yuda. Gue nggak bakalan mengusik orang lain kalo nggak diusik duluan, and lo udah bikin gue ngerasa nggak nyaman. Rencana busuk lo itu, mending lo bawa jauh-jauh. Kalo nggak mau malah senjata makan tuan."
Kedua mata Yuda terbelalak di saat ia mendengar penuturan Elea, bagaimana gadis remaja ini tahu dengan apa yang sedang direncanakan olehnya. Yuda tertegun saat nama Zion terlintas di otaknya, mau bagaimana pun Elea tetap adiknya bukan. Sudah pasti si pecundang Zion yang sudah membocorkan informasi ini.
"Kenapa? Lo syok karena gue udah tau rencana lo, huh?" Elea melipat tangannya di bawah dada menatap pongah ke arah Yuda.
"Zion yang bocorin ke lo?" tebak Yuda, dengan tatapan mata tajam.
Zion, nama itu membuat Elea berdecak. Jika ia tidak kebetulan lewat di gudang, maka ia tidak akan tahu rencana busuk kakak-adik itu. Zion tidak pernah mengatakan padanya, bukankah Zion akan ikut serta dalam rencana Yuda dan Rania.
"Haruskah dia kasih tau gue?" tanya balik Elea, "dia pun sama-sama busuknya kek lo dan Rania. Ada banyak cara gue bisa tau, sayangnya rencana lo nggak bakalan berhasil."
Yuda membeku, Elea membalikan tubuhnya membelakangi Yuda. Kedua tangan yang dilipat di bawah dada diturunkan, Elea melirik Yuda dari ekor matanya.
"Gue kasih lo kesepakatan buat pergi dengan tenang, kalo nggak. Nyokap lo, yang katanya udah metong itu bakalan gue pindahin ke tempat paling menakutkan," sambung Elea tegas.
"Jangan berani-berani lo, sentuh Nyokap gue, sialan!" seru Yuda marah.
"Semuanya tergantung dengan lo, entahlah dari pandangan mata gue." Elea mengayunkan langkah kakinya setelah memperingatkan Yuda.
Kedua rahang Yuda mengeras, kedua kayanya memerah. Tangan kanan Yuda bergerak merogoh saku celana seragam sekolahnya, pisau di keluarkan. Kedua tungkai kakinya melangkah terburu-buru, Yuda menarik pundak Elea membuat gadis itu menghadap ke arahnya dan tangan kanannya diayunkan.
...JLEB!...
"Akh," erangan samar di saat tusukan merobek baju seragam sekolah.
Kedua pupil mata Elea terbelalak, suara tetesan air menyala lantai marmer begitu kontras dengan warna putih dari lantai.
Bersambung...