Di dunia di mana Spirit Master harus membunuh Spirit Beast untuk mendapatkan Spirit Ring, Yin Lian lahir dengan kekuatan yang berbeda: Kontrak Dewa. Ia tidak perlu membunuh, melainkan menjalin ikatan dengan Spirit Beast, memungkinkan mereka berkembang bersamanya. Namun, sistem ini dianggap tabu, dan banyak pihak yang ingin melenyapkannya sebelum ia menjadi ancaman.
Saat bergabung dengan Infernal Fiends Academy, akademi kecil yang selalu diremehkan, Yin Lian bertemu rekan-rekan yang sama keras kepala dan berbakatnya. Bersama mereka, ia menantang batas dunia Spirit Master, menghadapi persaingan sengit, konspirasi dari akademi besar, serta ancaman dari kekuatan yang mengendalikan dunia di balik bayangan.
Di tengah semua itu, sebuah rahasia besar terungkap - Netherworld Spirit Realm, dimensi tersembunyi yang menyimpan kekuatan tak terbayangkan. Kunci menuju puncak bukan hanya soal kekuatan, tetapi juga keberanian untuk menghadapi kegelapan yang mengintai.
⚠️pict : pinterest ⚠️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon `AzizahNur`, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 16
Pria yang berdiri menambahkan dengan nada skeptis, "Kami juga tidak tahu keahlian khusus apa yang dia miliki, selain menghabiskan waktunya mengkaji teori-teori sejarah yang sudah lama usang."
Yin Lian merasakan rasa tidak nyaman dalam pernyataan mereka. Ia menganggap Xu Feiyan sebagai orang yang memiliki wawasan luas, tetapi dua guru ini seolah meremehkannya.
Salah satu dari mereka melambaikan tangan, mengakhiri pembicaraan. "Sudahlah, tidak ada gunanya membahas ini lebih jauh. Pergilah ke asramamu dan beristirahat sebelum makan malam."
Yin Lian menatap mereka sejenak, lalu mengangguk. "Baik."
Ia membalikkan badan dan berjalan keluar. Saat ia hendak menutup pintu, suara percakapan samar-samar terdengar dari dalam.
"Kau tahu? Xu Feiyan dan anak itu mirip," suara salah satu guru terdengar sedikit mengejek.
"Maksudmu?"
"Keduanya sama-sama memiliki martial soul yang tidak sempurna, namun bertingkah seolah tahu segalanya. Sungguh kombinasi guru dan murid yang menarik," ucapnya dengan nada meremehkan.
Yin Lian berhenti. Tangannya yang masih memegang gagang pintu mengepal erat.
Pria yang berdiri menambahkan dengan nada skeptis, "Kami juga tidak tahu keahlian khusus apa yang dia miliki, selain menghabiskan waktunya mengkaji teori-teori sejarah yang sudah lama usang."
Yin Lian merasakan rasa tidak nyaman dalam pernyataan mereka. Ia menganggap Xu Feiyan sebagai orang yang memiliki wawasan luas, tetapi dua guru ini seolah meremehkannya.
Salah satu dari mereka melambaikan tangan, mengakhiri pembicaraan. "Sudahlah, tidak ada gunanya membahas ini lebih jauh. Pergilah ke asramamu dan beristirahat sebelum makan malam."
Yin Lian menatap mereka sejenak, lalu mengangguk. "Baik."
Ia membalikkan badan dan berjalan keluar. Saat ia hendak menutup pintu, suara percakapan samar-samar terdengar dari dalam.
"Kau tahu? Xu Feiyan dan anak itu mirip," suara salah satu guru terdengar sedikit mengejek.
"Maksudmu?"
"Keduanya sama-sama memiliki martial soul yang tidak sempurna, namun bertingkah seolah tahu segalanya. Sungguh kombinasi guru dan murid yang menarik," ucapnya dengan nada meremehkan.
Yin Lian berhenti. Tangannya yang masih memegang gagang pintu mengepal erat.
Yin Lian melangkah menuju bagian asrama Akademi Tianlong. Pintu kayu besar berdiri kokoh di hadapannya, memancarkan aura keanggunan sekaligus ketegasan. Ia menghela napas sebelum mendorongnya perlahan, suara engsel berderit lirih di tengah keheningan sore.
Namun, sebelum ia sempat melangkah masuk, bayangan cepat melesat ke arahnya.
"HAAAH!"
Seorang anak laki-laki melompat dari balik pintu, tangannya terkepal rapat, mengarah tepat ke wajah Yin Lian.
Refleks, Yin Lian memiringkan tubuhnya dan melangkah ke samping, menghindari serangan itu hanya dengan selisih beberapa inci. Pukulan si anak laki-laki meleset dan hampir membuatnya kehilangan keseimbangan.
Namun, sebelum Yin Lian bisa bertanya apa yang terjadi, tiga anak lainnya ikut menerjangnya dari berbagai arah.
Tanpa peringatan, tinju lain meluncur ke arahnya dari sisi kanan. Yin Lian dengan gesit menunduk, merasakan angin serangan itu melewati rambutnya. Ia berbalik, tetapi seorang lagi sudah ada di belakangnya, mengayunkan kaki untuk menendang punggungnya.
"Ck!"
Yin Lian melompat ke depan, berguling di lantai kayu, lalu kembali berdiri dengan cepat.
“Kenapa kalian menyerangku?” tanyanya, matanya menyipit penuh kewaspadaan.
Namun, keempat anak laki-laki itu tidak menjawab. Mereka kembali memasang kuda-kuda, mengelilinginya seperti sekelompok pemburu yang telah mengunci target mereka.
Yin Lian masih memilih bertahan. Ia terus menghindari setiap serangan dengan gesit, memanfaatkan gerak kaki ringan untuk menghindari pukulan dan tendangan. Ia tidak ingin bertarung jika tidak perlu.
Namun, salah satu dari mereka—anak berambut pendek dengan senyum licik—tertawa kecil.
"Terus menghindar tidak akan membuat kami berhenti, tahu?"
Yin Lian mengerutkan kening.
"Jadi kalian memang berniat menyerangku terus?"
Anak itu menyeringai. "Tentu saja. Kami harus tahu seberapa kuat penghuni baru di asrama ini."
Mendengar itu, sesuatu dalam diri Yin Lian berdesir.
Perlawanan Yin Lian
"Baiklah," ucapnya, suaranya kini lebih dingin. "Kalau begitu, aku tidak akan tinggal diam."
Begitu kata-kata itu keluar, Yin Lian langsung bergerak.
Ia menerjang ke depan, mengejutkan anak-anak itu. Tangannya terangkat, menangkap pergelangan anak yang pertama menyerangnya, lalu memutar tubuhnya dengan cepat.
BRAK!
Tubuh anak itu terhempas ke lantai.
Dua lainnya segera maju, yang satu melayangkan pukulan lurus, sementara yang lain mengincar kakinya dengan sapuan rendah.
Yin Lian melompat ke udara, menghindari sapuan kaki, lalu menangkap tinju lawannya dengan satu tangan. Dengan gerakan cepat, ia menariknya dan memutar tubuh anak itu ke atas bahunya sebelum melemparkannya ke belakang.
DUK!
Anak itu jatuh dengan punggung terlebih dahulu, mengerang kesakitan.
Yang tersisa hanya dua anak.
Salah satu dari mereka, anak berambut panjang yang sejak tadi diam, akhirnya menyerang dengan gerakan lebih hati-hati. Ia menendang lurus ke arah dada Yin Lian.
Namun, Yin Lian sudah menduganya. Ia menangkis tendangan itu dengan lengannya, lalu menyapu kaki lawannya dengan kecepatan luar biasa. Anak itu kehilangan keseimbangan dan jatuh ke samping.
Sekarang, hanya tersisa satu.
Anak terakhir tampak ragu. Namun, ia tetap mencoba menerjang dengan pukulan cepat. Yin Lian menunduk, membiarkan pukulan itu melewati kepalanya, lalu menggunakan sikunya untuk menghantam perut lawannya.
"Ugh!"
Anak itu terhuyung ke belakang, lalu jatuh terduduk.
Yin Lian menatap keempat anak itu yang kini terbaring di lantai, terengah-engah.
"Jadi sekarang, bolehkah aku bertanya? Apa maksud kalian menyerangku seperti ini?" tanyanya dengan nada dingin.
Keempatnya hanya tertawa kecil sambil mencoba duduk kembali. Salah satu dari mereka mengusap lehernya yang terasa pegal.
Anak berambut pendek itu akhirnya berbicara, "Heh... Kau lebih kuat dari yang kami kira."
Yin Lian masih menatap mereka dengan tajam. Ia tidak suka kejutan seperti ini.
"Kami hanya ingin menguji seberapa tangguh kau sebelum masuk asrama ini," lanjut anak lainnya, sedikit tersenyum. "Tidak ada niat buruk, ini hanya tradisi kecil di antara penghuni asrama."
Mata Yin Lian menyipit.
"Tradisi, huh?" gumamnya.
Meskipun ia masih tidak menyukai cara mereka, setidaknya ia mengerti alasannya. Namun, itu tidak mengubah fakta bahwa mereka baru saja menyerangnya tanpa peringatan.
"Jangan coba-coba mengulanginya," katanya tajam sebelum berbalik menuju kamarnya.
Keempat anak itu saling berpandangan sebelum salah satu dari mereka terkekeh.
"Dia orang yang menarik."
Mereka semua setuju.
Sementara itu, Yin Lian menutup pintu kamarnya, menghela napas panjang.
Akademi Tianlong ternyata jauh lebih merepotkan dari yang ia kira.