NovelToon NovelToon
Rainy Couple SEASON TWO

Rainy Couple SEASON TWO

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / Selingkuh / Cinta pada Pandangan Pertama / Enemy to Lovers
Popularitas:574
Nilai: 5
Nama Author: IG @nuellubis

"Ivy nggak sengaja ketemu sama kamu dan Nabilah. Kamu--sabtu kemarin itu--ketemuan kan sama Nabilah di Rainbow Caffee?!"

Sempet ada jeda sebentar, yang akhirnya Matias berbicara juga. "I-iya, t-tapi a-aku ng-nggak ka-kayak yang kamu pikirin. Aku sama Nabilah pun nggak ada hubungan apa-apa. Murni ketemuan sebagai temen. Aku cuman cinta sama kamu, Ke."

Ternyata Kezia masih mau memaafkan Matias. Berlanjutlah kisah cinta mereka. Hanya saja, jalan di hadapan mereka berdua semakin terjal.

Berikutnya, tidak hanya tentang Matias dan Kezia. Ada juga kisah Martin Winter dan Vanessa Rondonuwu. Pun, kisah-kisah lainnya. Kisah yang sama manisnya.

Terima kasih banyak yang sudah menyimak season one RAINY COUPLE di tahun 2020 silam. Kali pertama aku menulis novel di platform.

NOVEL INI PERNAH MELEDAK DI NOVELTOON DI TAHUN 2020 SILAM!

Season 1 Rainy Couple
(https://noveltoon.mobi/id/share/102447)

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IG @nuellubis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kadang Cinta Tak Harus Dimiliki

Rio sudah mendengus sejak Martin menyebut nama Matias. Ia buru-buru menyelesaikan pesanan Martin sambil melirik-lirik ke arah dua pria yang berdiri kikuk itu. Suasana yang sebelumnya ramai oleh suara piring dan obrolan pengunjung, mendadak agak hening. Seolah semua bisa menangkap ketegangan yang merambat pelan-pelan di antara mereka.

“Martin,” suara Matias terdengar lebih tenang dibanding sorot matanya yang menusuk. “Kita udah ngobrol waktu itu. Aku pikir semuanya udah jelas.”

Martin menelan ludah. Ia mengangguk pelan. “Iya, iya. Aku ingat. Jo aku sudah minta maaf. Kupikir kita sudah baik-baik aja.”

Matias mengangguk kecil, tapi tetap menatap Martin seperti sedang menimbang ulang sesuatu. “Aku ke sini bukan buat ribut, tenang saja. Aku diutus Kezia, eh... maksudku, Celine, buat jemput pesanan dia juga.”

Martin memaksakan tawa kecil. “Wah, kok kita jadi seperti kurir makanan keluarga dia?”

Matias tidak tertawa. Sebaliknya, ia malah berkata, “Mungkin karena dia tahu, dua laki-laki ini masih punya urusan yang belum selesai.”

Rio mendecak pelan sambil menurunkan ayam woku ke dalam boks makanan. “Jo jaga mulut ngana, Matias. Ini restoran, bukan ring tinju.”

Namun Matias malah menatap Rio. “Santai, Bang. Aku cuma mau ngobrol.”

Martin menarik napas. “Kalo mau ngobrol, kita keluar aja. Di sini terlalu ramai.”

Mereka berjalan keluar restoran. Langit tampak kelabu seperti biasa. Musim hujan masih belum juga usai, dan gerimis tampak mulai turun perlahan.

*****

Mereka berhenti di teras depan restoran. Di bawah atap seng yang agak berkarat, mereka berdiri berjajar tanpa saling memandang.

“Jujur, Martin,” ucap Matias, “kenapa kamu masih terus datang ke tempat ini? Kamu tahu kan Kezia nggak akan suka balik sama kamu? Kalian sepupuan,"

Martin menunduk. “Tak perlu kamu beritahukan seperti itu, Matias. Tapi ini bukan hanya soal Kezia. Restoran ini punya kenangan juga buat aku secara pribadi. Ceritanya panjang. Nanti juga kamu paham sendiri.”

Matias tampak termenung sejenak. Angin tipis membawa aroma bumbu rica-rica dari dapur restoran.

“Kamu tahu, Martin,” lanjut Matias, “waktu kamu bilang kamu pernah punya perasaan ke Kezia, aku nggak langsung marah. Justru aku merasa kasihan."

Martin mendongak. "Macam kamu pikir kamu sudah sepenuhnya lepas dari masa lalu. Pintar kau bicara. Pantas Kezia atau Celine itu naksir berat kau."

Matias menoleh cepat. “Maksudnya?”

Martin tersenyum samar. “Ah, yang jelas, sampai hari ini, dia masih mencintaimu, Matias. Hargai, sebelum benar-benar pergi.”

Matias mengepal tangan, tapi tak berkata apa-apa.

“Aku yang mundur saja. Apalagi aku hanya sepupu jauh. Dan, aku juga tidak akan mengganggu dia lagi, Matias,” lanjut Martin. “Jangan pernah salah paham tentang kehadiran aku, Matias. Aku ke sini, karena aku mau menyelesaikan banyak hal. Tak ada kaitannya ke dirimu atau sepupu aku itu.”

*****

Hujan mulai turun lebih deras. Rio muncul sambil membawa bungkusan makanan Martin, lengkap dengan plastik besar.

“Ngana dua jo kayak drama Korea,” gumamnya sambil menyerahkan pesanan. “Jo ambil ini, Martin. Thalia pasti su senang.”

Martin tertawa kecil. “Makasih, Rio. Nanti aku bayar lewat QR, yah.”

“Bae jo,” jawab Rio, sebelum masuk lagi ke dalam.

Matias memperhatikan Martin yang bersiap membawa bungkusan itu ke mobilnya yang diparkir agak jauh.

“Eh, Martin,” panggil Matias sebelum pria itu pergi.

“Hm?”

“Aku doakan kamu segera ketemu jodoh.”

Martin mengangguk. “Dan kamu juga. Jaga Kezia atau Celine baik-baik. Dia perempuan yang terlalu indah untuk disia-siakan.”

*****

Sebuah melaju pelan meninggalkan restoran Menado tersebut. Di dalam mobil, Martin termenung sejenak. Suara hujan yang menimpa kaca mobil terdengar seperti ketukan-ketukan kecil dari masa lalu yang belum benar-benar pergi.

Ia memandangi kaca spion, melihat restoran Manado itu perlahan menghilang dari pandangan. Di dalam hatinya, ada ruang yang mulai kosong tapi terasa ringan. Ia tahu, perasaannya pada Kezia tak sepenuhnya hilang, tapi setidaknya hari ini, ia sudah melangkah keluar dari bayangannya sendiri.

Saat mobilnya berhenti di lampu merah, Martin mengambil ponsel dan mengetik sesuatu.

“Kak Thalia, pesanan sudah dibeli. Aku bantu bawakan sampai rumah. Oh, sisa uang pribadinya terpakai buat beli babi rica. Mana aku tahan, Kak. Maaf.”

Martin tersenyum. Di luar, hujan tetap turun. Di dalam mobil, dalam hatinya, perlahan ada ruang yang mulai kering. Mungkin benar, tak semua hujan harus dihindari. Kadang, dari hujan, seseorang bisa belajar tentang menerima.

*****

Di tempat lain, Kezia duduk di sofa apartemennya, memandangi jendela yang basah oleh hujan. Ia baru saja membuka pesan dari Matias yang berbunyi:

“Martin ke restoran tadi. Kami udah ngobrol. Dia nggak akan ganggu kamu lagi. Dia cuma lagi berdamai sama kenangan.”

Kezia menarik napas panjang. Tangannya meraih mug kopi, masih hangat.

“Martin,” gumamnya. “Kamu tetap sama. Selalu tahu cara membuat hati orang lain tenang, bahkan kalau kamu sendiri nggak tenang.”

Ia menatap hujan, mengenang ulang saat pertama kali Martin mengajaknya makan di restoran Manado tersebut. Hari ketika ia sadar, pria itu tak sempurna, tapi tulus.

Kini, semuanya sudah berlalu. Namun, seperti kata Martin sendiri dulu saat hujan mengguyur mereka berdua: “Kadang, cinta itu nggak harus dimiliki. Cukup diingat dalam hujan.”

Hujan belum juga berhenti. Lagi pula, siapa peduli? Bukankah kita semua, pada akhirnya, adalah sepasang manusia yang pernah jatuh cinta di musim hujan?

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!