Andai .... kata yang sering kali diucapkan di saat semua sudah berlalu. Di saat hal yang kita ingin gapai tersandung kenyataan dan takdir yang tidak bisa terelakan. Kadang aku berpikir andai saja waktu itu ibuku tidak meninggal, apakah aku masih bisa bersamanya? ataukah justru jika ibuku hidup kala itu aku bahkan tidak akan pernah dekat dengannya.
Ahhh ... mau bagaimana lagi, aku hanyalah sebuah wayang dari sang dalang maha kuasa. Mengikuti alur cerita tanpa tau akhirnya akan seperti apa.
Kini, aku hanya harus menikmati apa yang tertinggal dari masa-masa yang indah itu. Bukan berarti hari ini tidak indah, hanya saja hari akan terasa lebih cerah jika awan mendung itu sedikit saja pergi dari langitku yang tidak luas ini. Tapi setidaknya awan itu kadang melindungiku dari teriknya matahari yang mungkin saja membuatku terbakar. Hahaha lucu sekali. Aku bahkan kadang mencaci tapi selalu bersyukur atas apa yang aku caci dan aku sesali.
Hai, aku Ara. Mau tau kisahku seperti apa?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mamah Mput, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sepertinya bukan kebetulan
Pagi saat itu tidak secerah biasanya. Angin berhembus tidak terlalu kencang, namun dinginnya terasa menusuk tubuh.
Bersama pak Rudi, aku pergi diam-diam untuk mencari nenek. Mungkin saja papa sudah tahu karena rasanya tidak mungkin jika pak Rudi mengkhianati papa hanya demi aku.
Tujuan utamaku adalah kampung halaman.
Perjalanan yang berliku-liku dan naik turun membuat kepalaku terasa pusing. Aku bahkan nyaris muntah karenanya. Tidak seperti biasanya, mungkin karena efek perut kosong.
Suasana kampung tidak jauh berbeda dengan apa yang dulu aku lihat terakhir kali. Masih asri dan masih segar. pembangunan nya pun belum semewah di kota atau desa yang lainnya.
Mobil kami sampai di depan rumah nenek. Namun, dilihat dari jauh pun rumah itu nampak sepi dan sunyi. Aku rasa tidak ada orang yang tinggal di sana. Meski demikian, aku tetap pergi untuk memastikan keadaan.
Aku mencoba mengintip dari kaca dan selah jendela. Berusaha membuka pintu yang berdebu. Sepertinya tidak pernah tersentuh sedikitpun.
"Neng, nyari siapa?" tanya seseorang padaku.
"Maaf, Bu. Rumah ini kok sepi ya, apa orang nya gak tinggal di sini?"
"Oh, Bi Ijah? Udah lama merantau Neng gak pernah balik lagi."
Entah ide datang dari mana, aku mendekati ibu itu dan menanyakan beberapa hal.
"Kenapa gak pernah pulang ya, Bu?"
"Kurang tau, Neng. Memangnya neng siapa?"
"Saya anak majikan bi Ijah di kota. Bi Ijah udah gak kerja sama kamu lagi, makanya saya ke sini buat nyari bi Ijah."
"Oh, begitu."
"Kalau anaknya bi Ijah waktu itu, ke mana ya Bu? Katanya lahiran dan anaknya seumuran saya."
"Udah lama meninggal neng. Dia meninggal pas melahirkan, kasian sebenernya. Dia melahirkan tanpa suami."
"Maaf, suaminya ke mana memang Bu?"
"Katanya sih laki-laki itu gak direstui sama orang tuanya, jadi pergi ninggalin anak bi Ijah pas lagi hamil."
"Oh, iya. Terimakasih ya, Bu. Maaf jadi mengganggu waktunya."
"Sama-sama, Neng."
Setidaknya cerita nenek tidak jauh berbeda dengan apa yang ibu tadi katakan. Hanya saja ayah punya alasan kenapa dia meninggalkan ibu. Meski tetap saja aku tidak bisa memaafkan nya begitu saja.
"Gimana, Non?"
"Gak ada, Pak. Duh, nenek pergi ke mana ya, Pak? Kok tega banget dia ninggalin Ara." Air mataku mulai kembali menetes.
"Neng, mau ke makam ibu gak? Kan gak jauh dari sini."
Aku mengangguk sambil menyeka air mata.
"Cucunya bi Ijah, ya?" tanya seseorang yang berhasil menghentikan langkah kakiku yang hendak masuk kedalam mobil. Aku berbalik badan.
"Kamu cucu nya bi Ijah yang diadopsi majikannya bukan?"
"Emm, maaf. Kenapa ya?"
"Nggak, cuma nanya aja. Syukurlah kamu hidup lebih baik di kota. untung saja majikan Ijah waktu itu mau nerima kamu. Kalau enggak, kamu pasti akan hidup Luntang Lantung."
"Maksudnya gimana, Bu?"
"Andai saja waktu itu bi Ijah gak dipanggil majikannya, kami semua warga di sini akan mengusir kalian berdua. Desa kami akan kena azab karena ada anak haram tinggal di sini."
"Hati-hati kalau bicara, Bu. Jangan sampai azab itu menimpa anak ibu karena kejahatan mulut ibu sendiri. Ayo, Pak, kita pergi. Saya juga enggan lama-lama tinggal di tempat 'kotor' ini."
Aku tidak mempedulikan dia bicara apa, mobil yang papa belikan kedap suara. Pak Rudi kembali menjalankan mobil menuju makam ibu.
"Ara tidak bisa membayangkan bagaimana ibu bertahan hidup di kampung dengan orang-orang seperti tadi. Tapi bagaimanapun juga Ara berterimakasih sama ibu karena ibu mempertahankan Ara. Ara janji akan hidup secara terhormat dan baik di dunia ini. Ara akan menunjukkan bahwa yang mereka katakan sebagai anak haram itu bisa sukses."
Maaf, Bu. Untuk waktu yang lama Ara tidak akan datang berkunjung ke sini. Ara akan kembali setelah menjadi orang sukses yang tidak bisa direndahkan oleh orang lain.
Hari sudah mulai gelap, perjalan menuju rumah masih butuh setengah perjalanan lagi. Aku dan pak Rudi memutuskan untuk mengisi perut dulu agar memiliki energi.
"Sejak tadi, saya ngerasa kok ada yang merhatiin ya, Pak."
"Perasaan non aja kali."
"Mungkin, Pak. Tapi saya benar-benar ngerasa gak nyaman."
"Jangan suka berpikir yang aneh-aneh, Non. Lebih baik kita makan, lalu kita segera pulang. Ini ibu udah berkali-kali nelepon. Memangnya hp Non mati?"
"Mati? Masa sih?" aku merogoh ponsel dari tas selempang kecil. "Yah, bener. Hp saya mati. Pantesan dari tadi kok gak ada yang nelpon. Sunyi aja gitu ponsel saya."
"Hahaha. Memangnya ada yang Non tunggu?"
Ada, Pak. Selalu saya tunggu tapi tidak akan mungkin datang.
Setelah membayar makanan, kami kembali bergegas ke mobil lalu pergi.
Cuaca yang sejak pagi kurang bersahabat, kini hujan lebat. Untungnya kami sudah berada di tengah perkotaan. Jadi aku merasa tidak terlalu khawatir.
Tidak semua daerah mengalami hujan rupanya. Di sini hujan, di sana kering, kemudian kami bertemu lagi dengan hujan, lalu kering lagi. Hingga sampailah kami di perjalanan yang sangat sepi dan minim pencahayaan.
Tiba-tiba lampu dim mobil belakang menyala beberapa kali. Aku menoleh dan melihat ke arah mobil itu.
"Kenapa sih itu orang, Pak? Kan kalau mau lewat tinggi nyalip aja. Sepi loh sebelah kanan."
Pak Rudi tidak menjawab. Wajahnya terlihat sangat pucat dan cemas. Aku pun menjadi resah dibuatnya.
"Halo, Pak. Ini kami dalam perjalanan cuma kami diikuti orang."
"Bapak nelpon papa? Sini hp nya."
Pak Rudi memberikan ponsel jadul miliknya.
"Pah, Papa."
"Sayang ada apa?"
"Nggak tau, tapi ada mobil di belakang yang ngikutin terus. Dia nembakin lampu jauhnya ke arah mobil kita."
"Sayang, kamu tetap tenang, pastikan mobil dalam keadaan terkunci. pakai sabuk pengaman kamu. lepaskan semua perhiasan juga dan buang ke bawah jok."
"Kenapa, Pah?"
"Lakukan saja apa yang papa minta. Kemungkinan mereka itu begal."
"Begal? Ahhhh, papah. Ara takut."
"Papa akan segera menyusul kamu, katakan pada pak Rudi agar tidak tancap gas sembarangan, takutnya mobil kalian diganggu dan oleng. Yang ada malah celaka nanti."
"Iya, Pah."
"Jangan matikan ponselnya agar kita terus terhubung."
Jauh di sana aku mendengar mama menangis ketakutan. Ada Abang juga sepertinya.
Saat di pertigaan, ada satu mobil lagi yang mengikuti. Pak Rudi sudah gugup dan tidak konsentrasi menyetir. Sementara aku, aku semakin panik dibuatnya.
Mobil pertama yang mengikuti kamu mulai mempercepat laju kendaraannya, dia mendekat dan menyerempet mobilku hingga spion nya nyaris lepas.
Namun, mobil kedua segera mengejar mobil itu dan menabraknya beberapa kali.
"Pak, itu kenapa jadi mereka yang kejar-kejaran?"
"Gak tau, Non. Bapak juga gak ngerti."
Siapa mereka sebenarnya?
"Mungkin yang kedua itu sengaja mau bantu kita, Non. Kita nya aja yang curiga mengira dia komplotan mobil pertama."
"Untunglah kalau begitu, Pak."
Kedua mobil itu melaju sangat cepat, kami tidak bisa mengejarnya. Aku pikir mobil yang kedua bukan orang yang hanya kebetulan lewat dan menolong kami. Tapi siapa dia?
terimakasih othor, tulisanmu sudah menghibur dikala senggang. walau pembacamu. masih sikit, tetap semangat 🦾💪
seharusnya cinta itu saling menjaga , menahan diri untuk tidak berbuat diluar batas. tapi semua sudah terjadi..aku jadi nggak respek sama ara.
Jadi, siapakah pemenangnya? Candra atau Alan?
kutumggu apdet nya othor 😍😍
Semangat thor updetnya.
aku semangat ngintip udah updet belum ya 🥰🥰
Apa Candra suka sama Ara ya ?
Semangat Thor. ditunggu updetnya