"Mulai sekarang gue yang jadi tutor lo sampai ujian kenaikan kelas."
Awalnya Jiwangga hanya butuh Keisha sebagai tutornya, itupun dia tidak sudi berdekatan dengan anak ambis seperti Keisha.
Sayang seribu sayang, bukannya menjauh, Jiwangga malah dijodohkan dengan Keisha.
Lantas bagaimana kelanjutan kisah mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mashimeow, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perjanjian
Suasana ruang makan kembali hening saat satu persatu anggota keluarga pergi meninggalkan area tersebut. Di meja panjang itu hanya ada Keisha dan Jiwangga saja. Keduanya masih bungkam dan tak mengumbar banyak kata seperti sebelumnya.
Jiwangga menarik diri lebih dulu saat ia bangkit dari duduknya. Saat ingin melangkah lebih jauh menuju dapur, Jiwangga menoleh saat tangannya ditarik oleh seseorang dari belakang. Siapa lagi yang bisa melakukan hal itu selain Keisha. Gadis berambut hitam panjang itu masih memegang lengan Jiwangga.
Mereka terdiam untuk sementara. Jiwangga melirik pada jemari mungil si puan pada pakaian di tubuhnya. Ia menatap lurus ke arah sepasang obsidian milik Keisha dengan sorot mata setajam serigala miliknya. Sepasang alis pemuda itu terangkat naik seolah bertanya apa maksud dari tindakan yang si puan lakukan.
“Ikut gue sekarang,” ucap Keisha.
“Ke mana?” tanya Jiwangga.
“Ada yang perlu kita bahas. Penting,” balas Keisha.
“Oh ya udah bahas aja di sini,” kata Jiwangga santai.
“Jangan kalau di sini.” Keisha tetap pada pendiriannya untuk membawa Jiwangga pergi dari area meja makan. “Tinggal nurut aja tuh apa susahnya sih,” gerutu Keisha.
“Terserah,” sahut Jiwangga malas.
Jiwangga sempatkan untuk menaruh piring kotor di wastafel sebelum mengikuti ke mana perginya Keisha. Sebagai tamu setidaknya pemuda itu harus punya kesadaran diri atas barang-barangnya. Ikut membantu dalam berberes walaupun hanya membawa piring kotor ke belakang.
Pemuda itu melangkah naik menuju lantai dua yang mengarahkan mereka pada sebuah ruang santai. Ada balkon kecil di dalamnya. Ruang terbuka itu menyuguhkan pemandangan langsung mengarah pada taman belakang dan ayunan di dekat kolam renang. Jiwangga bersandar pada tembok pembatas sambil menyedekapkan kedua tangan di dada.
Atensi si tampan sepenuhnya tertuju pada perempuan di hadapannya. Keduanya berdiri sejajar walaupun dengan perbedaan tinggi yang signifikan, Keisha terlihat lebih mungil dari tubuh bongsor Jiwangga. Masih ada sekat yang membuat mereka berjarak. Jiwangga menunggu Keisha untuk membuka pembicaraan lebih dahulu.
“Kita harus bikin perjanjian. Selama lo numpang di rumah gue, ada aturan yang harus lo tepati,” ucap Keisha.
“Gue juga punya beberapa syarat yang lo sendiri juga jangan langgar,” kata Jiwangga menganggukkan kepala setuju. “Pertama, gue nggak mau sampai ada yang tahu kalau kita satu rumah. Kalau berita ini sampai bocor ke orang lain apalagi anak-anak Chaos Brotherhood, gue nggak bakal bersikap lunak lagi sama lo. Cukup kita aja yang tahu tentang rahasia ini,” ucap Jiwangga.
“Harusnya yang lebih hati-hati sama masalah ini lo buat nggak ember ke mereka. Manusia paling ember di Chaos Brotherhood yang harus diwaspadai kan River sama Joshua. Gue nggak akan bocor ke Luna kalau lo sendiri juga bisa jaga,” sahut Keisha tidak mau kalah. Perempuan berambut hitam panjang itu lantas menatap lurus ke arah pemuda di hadapannya nyalang. “Kedua, jangan libatin perasaan apa pun di antara kita. Gue nggak mau punya cerita in a romantic way sama lo. Lagian lo bukan tipe gue,” balas sinis Keisha.
Jiwangga terkekeh lalu sudut bibirnya terangkat membuahkan sebuah senyuman menyeringai. Ia menunduk agar tinggi keduanya sejajar dan mendekatkan wajahnya ke arah Keisha. “Siapa juga yang mau jatuh cinta sama perempuan kayak lo, Kei? Masih banyak perempuan di luar sana yang jauh lebih oke dari pada lo,” sarkas Jiwangga.
“Di dunia ini cowok nggak berpusat di lo doang ya. Kalau gue mau juga tinggal tunjuk aja tuh pasti banyak yang antri buat jadi pacar gue,” ucap congkak Keisha sambil mengibaskan rambutnya ke belakang.
“Ketiga, urus aja privasi masing-masing dan salah satu dari kita nggak perlu tahu terlalu jauh. Gue di sini cuma numpang tidur doang. Nggak lebih. Jadi jangan melewati batas,” kata Jiwangga memberi peringatan sebelumnya.
“Kalau sampai ada yang langgar 3 syarat tadi, nggak bakal tenang lo di rumah ini,” ancam Keisha.
“Lihat aja ke depannya kayak gimana,” kata Jiwangga.
Jiwangga melirik pada jarum jam di pergelangan tangan kiri yang menunjukkan pukul 20.00 malam. Ia meninggalkan forum tempat mereka berdiskusi itu lebih dahulu dan berlalu menuju kamar. Ada acara yang harus dihadiri malam ini. Bukan sesuatu yang formal, tetapi Jiwangga tidak ingin mengecewakan si pemilik acara.