Aisyah, seorang istri yang selalu hidup dalam tekanan dari mertuanya, kini menghadapi tuduhan lebih menyakitkan—ia disebut mandul dan dianggap tak bisa memiliki keturunan.
mampukah aisyah menghadapi ini semua..?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon prettyaze, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
hasil pemeriksaan
Aisyah dan Farhan duduk berdampingan di ruang tunggu rumah sakit, menanti hasil dari pemeriksaan mereka. Aisyah menggenggam tangan suaminya erat, sementara Farhan sesekali mengelus punggung tangannya untuk menenangkan istrinya.
"Apa pun hasilnya, kita hadapi bersama, ya?" ucap Farhan pelan.
Aisyah mengangguk. "Iya, mas. Aku hanya ingin kepastian, bukan mencari siapa yang salah."
Tak lama kemudian, seorang dokter keluar dari ruangannya dan tersenyum ke arah mereka. "Farhan dan Aisyah, silakan masuk."
Mereka masuk dengan jantung berdebar. Dokter duduk di belakang meja, menatap mereka dengan ekspresi tenang.
"Setelah melalui serangkaian pemeriksaan, saya punya kabar baik untuk kalian," ucapnya.
Aisyah dan Farhan saling bertatapan.
"Kondisi kalian berdua normal. Tidak ada masalah kesehatan yang menghambat kehamilan."
Aisyah menghela napas lega, sementara Farhan tersenyum dan menggenggam tangan istrinya lebih erat.
"Jadi… kenapa selama ini kami belum dikaruniai anak, Dok?" tanya Aisyah hati-hati.
Dokter tersenyum. "Bisa jadi karena faktor stres, tekanan mental, atau gaya hidup. Kehamilan bukan hanya soal fisik, tapi juga kondisi mental dan emosional. Saya sarankan kalian lebih rileks, kurangi tekanan, dan nikmati kebersamaan kalian tanpa terlalu terobsesi pada suatu kehamilan."
Farhan mengangguk. "baik.. Kami mengerti, Dok. Terima kasih banyak."
Setelah mendapatkan hasil tersebut, mereka pulang dengan perasaan lebih tenang. Namun, tantangan berikutnya masih menanti,bagaimana memberitahu ibu mertua tentang ini semua. aisyah pikir ini akan sulit meyakinkan mertuanya.
Mereka kembali pulang menuju Ibu Mertua terlebih dahulu.
Begitu tiba di rumah, ibu Farhan sudah menunggu di ruang tamu dengan ekspresi serius.
"Bagaimana hasilnya?" tanyanya langsung. menatap sinis aisyah yang menundukkan kepalanya gugup.
Farhan menatap ibunya tanpa ragu. "Kami berdua sehat, Bu. Tidak ada masalah medis yang menghambat kehamilan aisyah."
Sang ibu mertua terdiam sejenak, lalu mengernyit menatap mereka berdua. "Jadi… semua tidak ada yang salah?"
Aisyah menggeleng pelan. "Tidak, Bu. Dokter bilang mungkin kami hanya perlu lebih rileks dan tidak stres."
Mertua mereka mendengus kesal. "Hah! Jangan-jangan dokter itu salah. Aku masih sulit percaya. Kalau kalian sehat, kenapa belum juga ada anak sampai sekarang?"
Aisyah menggigit bibirnya, menahan emosinya.
Namun, kali ini Farhan tidak tinggal diam.
"Bu, tolong cukup! hentikan semua ini. Aisyah sudah cukup tertekan selama ini!. Kami akan tetap berusaha, tapi kami tidak ingin terus-terusan disudutkan seperti ini," ucapnya tegas.
Sang ibu melipat tangan di dada, ekspresinya kesal. "Aku hanya ingin yang terbaik untuk keluargamu, Farhan!"
"Dan yang terbaik bukan berarti menyalahkan Aisyah terus-menerus!" balas Farhan.
Aisyah menunduk, merasa haru karena akhirnya suaminya benar-benar membelanya di depan ibunya sendiri.
Ibu mertua terdiam, lalu mendengus pelan. "Baiklah. Aku akan berhenti bicara soal ini. Tapi jangan sampai kalian menyesal."
Dengan itu, ia bangkit dan meninggalkan mereka tanpa berkata apa-apa lagi.
Begitu pintu tertutup, Aisyah menghela napas panjang. "Terima kasih, mas. Aku benar-benar tidak menyangka kamu akan berkata seperti itu."
Farhan merangkul istrinya dan mencium keningnya. "Aku janji, mulai sekarang aku akan selalu ada buat kamu. Kita jalani ini bersama, tanpa tekanan siapa pun."
Aisyah tersenyum, lalu menyandarkan kepalanya di bahu suaminya. Walau masalah dengan mertuanya belum sepenuhnya selesai, setidaknya ia tahu satu hal,ia tidak sendirian dalam perjalanan ini.