Jelita Parasnya, wanita cantik yang berpura-pura tampil jelek agar suaminya tidak mencintainya.
Sakura Lerose, pria tampan yang tak pernah tahu bahwa istri jeleknya sedang menjebaknya untuk berkencan dengan wanita cantik.
Siapakah yang akan terjebak dalam jebakan cinta ini?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siska, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
035 - Jangan Jadikan Aku Yang Kedua
Saka mengulas senyum senang saat mendapat balasan pesan dari Pretty.
Kita bertemu malam ini jam tujuh.
P.s. Aku tidak mau mengganggu kencanmu siang ini.
Aha! Pretty cemburu!
Saka bersorak girang dalam hati saat membaca pesan dari Pretty.
Rasanya ia ingin berlari dan menari-nari di taman bunga bak bintang film bollywood, namun ia tidak bisa melakukannya karena saat ini ada Jelita yang sedang bersamanya dalam perjalanan pulang ke rumah.
Ya ampun, ternyata wanita ini bisa lebih berguna dari yang kukira, batin Saka.
Jelita melemparkan tatapan sinisnya ke arah Saka yang tersenyum-senyum ke arahnya.
"Hmm, Saka, aku mau ke rumah orang tuaku, apakah aku boleh sekalian menginap di sana?" tanya Jelita.
"Hmm, menginap? Ya, baiklah," jawab Saka.
"Apa kau mau ikut menginap?" tanya Jelita.
"Haha! Lancang sekali kau menawari begitu. Memangnya kau pikir kita begitu dekat?" Saka tertawa.
"Hm, ya kau benar," sahut Jelita.
Aku hanya berbasa-basi, batin Jelita.
"Sampaikan saja salamku pada keluargamu," kata Saka.
...***...
"Pretty!"
Saka langsung menyambut kedatangan wanita cantik itu, menarik kursi agar wanita cantik itu bisa duduk dengan nyaman.
"Terima kasih.”
Senyum manis dari wajah cantik Pretty membuat siapa pun yang melihatnya pasti terpesona.
"Pretty, begitu lama kita tak bertemu, dan kau tetap menawan seperti biasanya," kata Saka.
"Terima kasih atas pujianmu. Kau sendiri sudah terlihat lebih baik," kata Pretty.
"Ya, kau benar, Pretty. Aku berusaha untuk pulih lebih cepat, agar kita bisa segera bertemu," sahut Saka.
Pelayan segera datang mengantarkan makan malam untuk mereka berdua.
"Saka, aku hanya ingin tahu, siapa wanita yang menjadi teman kencanmu tadi siang?" tanya Pretty.
Saka mengurai senyum, ia sungguh paham Pretty pasti tidak bisa menahan rasa ingin tahunya.
"Apa menurutmu, aku terlihat seperti berkencan dengannya?" tanya Saka.
Saka menatap lurus ke arah wanita cantik yang masih mempertahankan senyum menawannya itu.
"Kalau dia bukan teman kencanmu, lantas siapa dia?" tanya Pretty.
"Ehem, Pretty, apa kau sungguh merasa cemburu?" tanya Saka.
Wanita cantik itu meneguk air mineral dalam gelasnya.
"Sejujurnya, aku tidak boleh merasa cemburu, kau mau pergi berkencan dengan siapa, mengencani wanita mana pun yang kau inginkan, itu adalah hakmu, Saka," jawab Pretty diplomatis.
"Oh, jadi maksudmu, kau benar-benar cemburu?" tanya Saka lagi.
"Apakah wanita seperti itu pantas untuk membuatmu cemburu, Pretty?" Saka lanjut bertanya.
Pretty memiringkan kepalanya, menyibak rambut panjangnya yang sehalus sutera, hingga membuat leher jenjangnya terbuka.
"Saka, bukan hanya sekali aku melihatmu bersama wanita itu. Hubungan kalian jelas bukan sekadar hubungan rekan bisnis semata.”
"Apakah wajar, seorang rekan bisnis menyuapi makanan di tempat umum seperti itu?" tanya Pretty.
"Haha," Saka tertawa senang bahkan sampai bertepuk tangan.
"Pretty, jika kau memang melihat semuanya, mengapa kau tidak menghampiri kami?" tanya Saka.
"Kau ingin aku memperkenalkan diriku sebagai apa di depan wanita itu? Sebagai teman kencanmu?" tanya Pretty.
"Haha," Saka tertawa lagi.
Ia sungguh senang melihat Pretty cemburu seperti itu.
"Jadi, siapa wanita itu?" tanya Pretty.
Saka tidak segera menjawab, ia membiarkan keingintahuan menyiksa wanita itu.
"Saka, apakah kau sungguh tidak mau memberitahu siapa wanita itu?" tanya Pretty.
"Memangnya, apa yang akan kau lakukan jika aku memberitahumu?" tanya Saka lagi.
"Tentu saja aku harus mempertimbangkan apakah hubungan kita bisa terus berlanjut atau harus selesai di kencan kita yang terakhir," jawab Pretty.
"Apa? Pretty, apa maksudmu Sayang?" tanya Saka.
"Saka, aku tidak ingin berhubungan dengan pria yang memiliki hubungan lain," jawab Pretty dengan tegas.
Senyum di wajah Saka mendadak sirna karena ekspresi Pretty yang begitu serius.
"Pretty... Tidak, bukan seperti itu maksudku, Sayang. Wanita yang kucintai dan kuinginkan hanya kau seorang," kata Saka.
"Saka," potong Pretty.
"Jika kau sungguh ingin bersamaku, maka jadikanlah aku sebagai satu-satunya wanitamu," kata Pretty.
"Pretty, sungguh, hanya kau satu-satunya wanita yang membuatku ingin bersamamu," kata Saka.
"Tapi nyatanya, aku bukanlah satu-satunya yang berada di sisimu," ucap Pretty.
Saka menghela napas berat kemudian meneguk air mineral dalam gelasnya.
"Pretty, aku tidak bermaksud untuk menduakanmu. Lagipula apa salahnya menjadi yang kedua? Bagiku kau tetap akan menjadi prioritas utamaku," kata Saka.
Saka mengambil tangan Pretty dan menggenggamnya erat.
"Aku bisa memberimu apa pun yang kau butuhkan dan kau inginkan! Katakan saja padaku, apa pun yang kau inginkan, aku pasti akan memberikannya untukmu," ucap Saka.
"Begitukah? Kalau aku memintamu untuk meninggalkan wanita itu sekarang, apa kau bisa?" tanya Pretty.
"Ya, aku bisa saja meninggalkan wanita itu, tapi tidak sekarang," jawab Saka.
Pretty kembali mengulas senyumnya.
"Hmm, jadi begitu ya. Baiklah, aku tentu tidak bisa memaksamu untuk melakukan hal yang kuinginkan karena aku sangat paham dengan posisiku, Saka.”
"Hanya saja, aku tetap pada prinsipku. Aku tidak ingin menjadi yang kedua atau pun diduakan. Jadi, jika kau benar-benar ingin bersamaku, kau harusnya bisa menghormati prinsipku," lanjut Pretty.
"Jangan jadikan aku yang kedua," ucap wanita itu dengan tegas.
Pretty melepas genggaman tangan Saka, wanita itu segera menyeka mulutnya dengan serbet.
"Kalau begitu, sampai bertemu lagi di kencan kita berikutnya. Dan aku harap di kencan terakhir kita nanti, kau tidak akan mengecewakanku, Saka," kata Pretty.
"Pretty, tunggu, kau sudah mau pergi?" tanya Saka.
"Tentu saja, kencan kita kali ini sudah selesai," jawab Pretty.
"Pretty, kenapa kau terburu-buru sekali? Malam masih panjang untuk kita habiskan bersama," kata Saka.
"Aku akan menghabiskan malam-malamku bersamamu, asalkan aku menjadi satu-satunya wanita yang berada di sisimu," jawab Pretty.
"Pretty, tolong jangan kejam begitu," rengek Saka.
Pretty beranjak dari tempat duduknya, Saka berusaha menahan tangan Pretty.
"Pretty, kumohon," kata Saka.
"Saka, aku tidak kejam. Aku hanya memegang teguh prinsipku. Aku tidak ingin menjadi yang kedua atau pun diduakan dalam menjalin sebuah hubungan. Ya, itu pun kalau kau memang ingin menjalin hubungan yang lebih serius denganku," tukas Pretty sambil melepas tangan Saka dari tangannya.
Pretty mengulas senyumnya sebelum pergi meninggalkan Saka yang terdiam.
"Arghh! Sial! Ini semua gara-gara wanita sialan itu! Sial!" geram Saka.
"Aku sungguh harus membuat perhitungan dengannya!"
...***...
Jelita mengendarai mobilnya dengan perasaan senang. Ia bahkan memutar musik yang cukup keras untuk merayakan dirinya yang sebentar lagi akan terbebas dari pernikahannya dan juga Saka.
Jelita yakin, pria itu pasti akan meninggalkannya karena lebih memilih Pretty.
Pria itu sudah begitu tergila-gila pada Pretty, sehingga tak mungkin akan menolak apa yang diinginkan Pretty.
Pria itu bahkan sampai mengalami kecelakaan hanya gara-gara pesan iseng dari Pretty.
Jelita sudah mulai menghirup aroma-aroma kebebasan yang sebentar lagi akan didapatkannya.
Rasanya ia tidak perlu menyesali keputusannya untuk menumbalkan tubuhnya agar dinikmati oleh Saka, toh, ketika Saka sudah tergila-gila pada tubuhnya, pria itu akan melakukan apa saja.
Harus ke mana aku pergi untuk merayakan hal ini? batin Jelita senang.
Jelita terlalu lama berputar-putar mengendarai mobilnya karena ia bingung memutuskan akan pergi ke mana.
Apakah ia pergi ke klub malam?
Klub malam mana yang paling hits saat ini?
Jelita tidak pernah pergi ke klub malam karena ayahnya begitu ketat dalam mengawasi kehidupan Jelita.
Layar di dashboard mobil Jelita menunjukkan pemberitahuan telepon masuk dari Rupa.
"Ya, halo, Rupa," jawab Jelita.
"Kakak di mana?" tanya Rupa.
"Masih di jalan,” jawab Jelita.
"Kak, lekas pulang ke rumah, suami Kakak datang menjemput Kakak," kata Rupa.
"Apa?!" seru Jelita.
"Segera datang ya, karena sepertinya Kakak Ipar terlihat sedang marah," ujar Rupa.
"Apa? Marah kenapa?”
"Katanya Kak Jelita izin menginap di rumah, tapi Kakak malah keluyuran," jawab Rupa.
Astaga! Pria gila itu! batin Jelita kesal.
"Cepat ya, Kak!" ucap Rupa.
"Ya, ya, baiklah," sahut Jelita.
Jelita terpaksa menepikan mobilnya, ia harus berhenti untuk memakai kembali riasan nyentriknya.
...----------------...