Vanesa, Gadis muda yang menerima pinangan kekasihnya setelah melewati kesedihan panjang akibat meninggalnya kedua orang tuanya, Berharap jika menikah sosok Arldan akan membawa kebahagiaan untuknya.
Namun siapa sangka semuanya berubah setelah pria itu mengucapkan janji suci pernikahan mereka.
Masih teringat dengan jelas ingatannya di malam itu.
"Arland, Bisa bantu aku menurunkan resleting gaunku?"
Sahut Vanesa yang sejak tadi merasa kesulitan menurunkan resleting gaun pengantin nya.
Tangan kokoh Arland bergerak menurunkan resleting di punggung istrinya dengan gerakan perlahan.
"Terima kasih"
Sahut Vanesa yang menatap Arland di pantulan cermin yang ada di hadapannya.
Arland menarik ujung bibirnya, Menciptakan senyum mengerikan yang membuat Vanesa melunturkan senyum miliknya.
"Vanesa, Selamat datang di neraka milikku"
Ucap Arldan pada saat itu yang kemudian meninggalkan Vanesa begitu saja
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon pio21, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Putriku masih hidup
"Vanesa"
Gadis itu lantas membalikkan badannya ke sumber suara, Dimana dia tampak terkejut melihat siapa yang kini ada di hadapannya.
"Harus terkejut seperti itu? Kamu seolah olah sedang melihat hantu saat ini"
Dokter Edo tampak terkekeh melihat raut wajah Vanesa yang tampak terkejut melihatnya.
Bola mata indah itu tampak membulat, Membuat netra biru itu terlihat begitu sempurna.
Tadi dia hendak mampir di sebuah toko, Namun siapa sangka jika dia melihat seorang gadis yang cukup familiar baginya. Dia cukup terkejut, Namun ingin memastikannya, Dan benar saja saat dia memanggil nama gadis itu, Gadis itu berbalik menatapnya.
"Ahh aku hanya terkejut melihat dokter ada di sini"
Jawab gadis itu yang mengulas senyum manis di bibirnya. Cukup tidak menyangka jika dia akan bertemu dengan dokter Edo di jepang.
"Keluarga besarku juga sebagian berada di Jepang, Dan saat ini sedang melangsungkan sebuah acara, Itu alasan ada di sini"
Jelas pria berkacamata tersebut.
Vanesa menganggukkan kepalanya mengerti.
"Mau bertukar nomor ponsel?"
Tawar pria itu membuat Vanesa terkejut ketika melihat ponsel yang di sodorkan dokter Edo ke arahnya.
"Ahh baik dokter"
sahutnya kemudian, Cukup merasa tidak enak jika dia harus menolak permintaan pria itu, Bagaimanapun pria itu sangat baik dan kerap membantunya sewaktu masa perawatan di rumah sakit.
Vanesa meraih benda pipih tersebut, Kemudian mengetikkan nomor ponselnya.
"Ini dokter"
Dokter Edo mengambil ponsel miliknya, Lantas mengembangkan senyum terbaik di bibir pria tampan itu.
"Terima kasih"
"Aku berniat mengajakmu untuk mengobrol, Tapi sepertinya tidak untuk hari ini"
Sahut pria itu cepat, Dengan sesekali melirik ke arah jam yang bertengger di tangannya.
Vanesa hanya diam tidak menanggapi, Dia cukup bingung harus bagaimana menimpali ucapan dari dokter Edo.
"Mari mengambilnya di lain waktu"
"Apa kamu mau?"
Tanya pria itu ke arah gadis di hadapannya.
Sejenak dia memperhatikan raut wajah Vanesa yang tampak terkejut mendengar perkataannya, Bahkan beberapa kali gadis itu mengedipkan mata indahnya.
"Aku tidak bermaksud untuk menolaknya dokter"
Sahut gadis itu cepat.
Dia berusaha merangkai kata kata di dalam otaknya agar dokter Edo tidak tersinggung dengan perkataannya nanti.
"Aku sudah bersuami, Dan mengobrol berdua dengan lawan jenis bisa saja menjadi sebuah kesalahpahaman yang cukup panjang"
"Kita bisa mengobrol bersama, Tapi dokter harus mengajak teman dokter ataupun aku mengajak temanku agar kesalahpahaman itu tidak terjadi"
Lanjut Vanesa kemudian.
"Tunggu"
"Kamu sudah menikah?"
Tanya dokter Edo yang tampak syok dengan apa yang di katakan gadis itu. Diantara banyaknya kata yang di ucapkan vanesa, hanya kata dengan AKU SUDAH BERSUAMI yang mampu membuatnya kehilangan kata kata.
Vanesa yang mendengar pertanyaan pria berkacamata di hadapannya langsung menganggukkan kepalanya.
"Iya dokter aku sudah menikah, Beberapa bulan setelah operasi di hari itu"
Jelas Vanesa kemudian
"Baiklah baiklah, Aku cukup terkejut mendengar fakta itu, Sebab ku rasa kau terlalu muda untuk menginjak jenjang pernikahan"
Timpal dokter Edo setelah menarik kembali kesadarannya.
Fakta tersebut benar benar membuatnya syok gila dan entahlah, Sebab sejak merawat gadis itu saat sakit dia telah memiliki perasaan lebih. Hanya saja pria itu tidak tau bagaimana cara mengungkapkannya.
"Sebaiknya aku pergi, Aku benar benar dalam keadaan terburu buru"
Sahutnya lagi ketika tidak mendapatkan jawaban dari gadis di hadapannya.
"Baiklah dokter, Hati hati"
Vanesa menganggukkan kepalanya cepat
Dokter Edo hanya melambaikan tangannya ke arah gadis itu, Bergerak perlahan meninggalkan Vanesa di ujung sana.
Vanesa menghela nafasnya kemudian memutuskan agar segera kembali ke hotel.
****************
"Merida, Kau terlambat"
Seru salah satu wanita dengan pakaian glamor nya
"Yah, Itu berarti kau harus mentraktir kami setelah ini"
Timpal salah satu wanita yang ada di sana pula
"Bukan hal yang masalah, Harta kekayaan Marida tidak akan habis hanya membayar makanan kita hari ini, Dia terlalu kaya untuk itu"
Wanita lainnya lagi menimpali.
"Aihhh jangan terlalu melebihkan lebihkan"
Sahut Marida yang mengibaskan tangannya lantas duduk di salah satu kursi yang ada di sana.
"Itu memang benar, Siapa yang tidak tau seberapa banyak kekayaan keluarga Xavier? Bahkan kekayaan mereka yang tercantum di google masih jauh lebih besar dari faktanya"
Timpal teman Marida yang tampak terkekeh ringan.
"Aishhhh kalian ini"
Marida hanya bisa menggelengkan kepalanya, Memilih tidak peduli dengan apa yang di katakan teman temannya itu.
****************
Di sisi lainnya lagi
Seorang wanita tua dengan rambutnya yang hampir memutih secara keseluruhan tampak menepuk punggung wanita dengan kisaran 40 tahun dalam pelukannya.
Wanita itu terus menjatuhkan air matanya dengan tubuh gemetar, Seolah sedang menumpahkan seluruh kesakitan yang selama ini dia rasakan.
"Aunty, Uncle Hussain orang hebat bukan? Dia bergerak di dunia mafia dengan memiliki banyak orang orang hebat di dalamnya"
Wanita itu melepaskan pelukannya, Menatap aunty nya dengan jutaan kesedihan yang seolah menggerogoti tubuhnya secara perlahan.
"Aku aku mohon aunty, Minta uncle Hussain untuk mencari putriku, Aku yakin dia masih hidup aunty, Aku yakin itu"
Lanjut wanita tersebut yang memukul dadanya karna rasa sesak yang luar biasa.
Suami wanita tersebut hendak mendekati istrinya, Namun wanita tua itu tampak memberi syarat agar meninggalkan mereka berdua saja. Pada akhirnya pria itu memilih pergi dari sana dia juga tidak sanggup melihat istrinya yang menangis pilu.
"Teressa"
Wanita tua itu memegang kedua bahu keponakannya, Menatap wajah Teresa yang terlihat penuh dengan kesedihan.
"Baiklah aunty akan bicara pada uncle mu lagi"
Dan ketika mendengar apa yang di katakan aunty nya, Teressa langsung mengembangkan senyumnya.
Sejenak wanita tua itu mengelus wajah cantik keponakannya, Keponakan yang dulu dia jaga bertahun tahun lamanya.
"Tapi jika pencarian kali ini tidak berhasil sama seperti sebelumnya, Maka kau harus mengikhlaskannya, Nak"
Sahut wanita tersebut, Mungkin perkataannya akan terdengar begitu menyakitkan di telinga Teressa, Tapi percayalah ini bukan pertama, Kedua, Ketiga bahkan keempat kalinya dia dan suaminya melakukan pencarian besar besaran terhadap putri dari keponakannya yang hilang beberapa tahun yang lalu.
Sayangnya tidak peduli bagaimana dan sejauh mana mereka mencari, Hasil pencarian mereka tidak membuah kan hasil.
Tapi keponakannya selalu berkata dengan penuh keyakinan jika putrinya masih hidup, Masih hidup dan tumbuh dengan baik hingga saat ini.
"Aunty freya, Tapi aku yakin jika putriku masih hidup"
Kekeh wanita itu yang menjauhkan tangan auntynya dari wajahnya.
Plakkkkkk
Suara tamparan tampak terdengar begitu nyaring
Teressa tercegang, Untuk beberapa waktu wanita itu terdiam merasakan rasa panas dan sakit di pipinya, Lantas bola matanya menatap aunty nya dengan bola mata berkaca kaca.
"Tidak kah kau berfikir jika kau egois Teressa"
Aunty Freya nya berkata dengan suara bergetar, Matanya terlihat memerah dan siap menumpahkan lelehan bening di bawah pipinya.