bella di paksa ibu tirinya menikahi paktua kaya demi uang yang di janjikan pak tua itu. namun siapa sangka, saat di sebuah hotel, dia memberontak berusaha kabur dari paktua itu hingga bella bersembunyi di sebuah ruangan yang sedikit gelap bella kira di dalam ruangan itu tidak ada siapa siapa. ternyata seorang lelaki sedang sempoyongan karena pengaruh obat.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yasbyhasbi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
perusahaan Mahendra
"Nona. Boleh kita makan siang bersama?" Ajak Ray bersemangat. Mereka bertiga berjalan beriringan keluar dari ruangan tempat rapat.
"kita berdua?" Bella menunjuk pada diri sendiri. "lalu pak Richard?" tambahnya melirik Richard, Richard yang merasa namanya di sebut, menyibukkan dirinya dengan benda pipih yang selau ada di tangannya itu. Pura pura tidak mendengar pembicaraan mereka.
"Dia hanya nyamuk pengganggu, aku tidak mengajaknya." ucap santai Ray, namun berhasil membuat tuannya itu mendelik dan menajamkan sorot matanya itu padanya.
"A- itu si....siapa ya (berfikir keras) ah iya maksudku pengganggu seperti Bianca tidak akan makan siang bareng. Ya. Betul Bianca hehe.." ucap asal Ray yang kebetulan melihat sosok Bianca yang berada tidak jauh dari tempat mereka.
"memangnya kenapa dengan nona Bianca?" Bella yang tidak mengerti dengan arah pembicaraan Ray karena membicarakan Bianca, padahal dia hanya bertanya bahwa Richard akan ikut atau tidak dengannya.
"Ah, nona belum tahu kalau Bianca itu pacarnya pak Richard. Jadi, tadi itu aku bilang pada pak Richard kalau Bianca tidak akan ikut dengan kita." Bisik Ray pada Bella walau masih terdengar jelas oleh Richard. Bella mengangguk mengerti.
"Mereka menjalin hubungan selama enam tahun namun kandas begitu saja" bisiknya lagi. Membuat Richard geram karena mulut lemesnya.
"ehem.(berdehem keras) Ray.! kau begitu hobi bergosip ya" sindir Richard menajamkan tatapan menusuknya pada Ray.
"eh, bos.. Maaf keceplosan" cengir Ray tanpa dosa. Bella yang melihat itu hanya tersenyum melihat kelakuan Ray.
"Sudahlah, ayo kita makan." ajak Bella dan mempersilahkan Richard berjalan terlebih dahulu.
*
Setelah makan siang bersama.
"Maaf saya tidak bisa berlama lama, Saya masih banyak urusan. Saya pamit terlebih dahulu." ucap Bella berpamitan karena dia teringat masih banyak urusan di kantor perusahaan Anderson, lebih tepatnya terkait pembelian perusahaan Mahendra. "Terima kasih traktirannya pak Ray."
"Sama sama, padahal aku masih ingin berbincang lebih banyak denganmu."
"di lain hari saja." Bella segera bergegas dari kafe itu.
"Richard, lo yang bayar ya gue lagi gak ada kartu." ucap Ray memelas.
"Gak, bukannya lo yang sok sokan mau traktir kita di hadapan Bella."
"Iya sih, tapi gue lagi gak bawa atm, atm gue di tahan sama bokap. Please bro, bayarin dulu makannya." lelaki itu memohon pada majikannya, berharap majikannya itu mau membantunya.
"lo ya, modal tampang doang" ejek Richard sembari mengeluarkan kartu hitamnya itu dan di berikan pada pelayan kafe itu.
"Makanya jangan main cewek mulu, di tahan kartu baru tau rasa lu." Richard tahu kalau semua kartu atm Ray di tahan orang tuanya hukuman karena selalu menghamburkan uang dengan perempuan gak jelas, walau itu uang Stefan sendiri hasil bekerja sebagai asisten.
"lo jangan ngejek gue dong, seharusnya lo itu bantuin gue buat bujuk bokap biar semua atm gue gak di tahan."
"Ogah gue bantuin lo."
-
-
-
Perusahaan Anderson.
"permisi buk, orang dari perusahaan Mahendra ingin bertemu dengan anda." ucap sang asisten.
"suruh dia masuk." Bella sudah tak sabar melihat raut wajah Dina ibu tirinya kala melihat dirinya yang sekarang ini.
"selamat siang menjelang sore ibu Bella."
'ternyata bukan Dina.' gumam Bella dalam hati saat melihat seorang lelaki berdiri di hadapannya. "silahkan duduk" Bella menunjuk pada kursi di hadapannya. Mempersilahkan orang itu untuk duduk.
"perkenalkan nama saya Zayyin malik, pemilik perusahaan Mahendra."
'cih...kau anggap itu perusahaan mu' gumam Bella dalam hati.
"Ada keperluan apa anda kemari.?" tanya Bella pura pura tidak tahu.
"perusahaan kami sedang mengalami kebangkrutan, kami tak mampu mempertahankan lagi karena membutuhkan biaya yang cukup besar, kami sangat berharap anda dengan murah hati mau membeli perusahaan itu. Karena kami sangat tahu dengan kemampuan anda." imbuh Zayyin.
"walau saya memiliki kemampuan, tapi saya tidak mau ambil resiko jika harus membeli perusahaan yang akan bangkrut."
"Saya sangat percaya bahwa anda akan mampu mengembangkan kembali perusahaan itu." ucap Zayyin memuji. Dia berharap jika Bella tertarik dengan perusahaan Mahendra.
"Baik, saya akan membeli perusahaan itu, namun dengan harga rendah. Kamu pasti tahu kan konsekuensinya jika membeli perusahaan bangkrut?."
"saya tidak masalah dengan harga rendah, yang penting perusahaan itu bisa terjual." Zayyin menyodorkan berkas penjualan untuk di tandatangani. Suasana hati pria itu kini terlihat senang kala mendengar Bella berniat untuk membeli perusahaan itu.
'sungguh ingin sekali lelaki ini menjual perusahaan Mahendra. Apa Dina dan Fani tahu tentang ini, apa mereka menyetujui.' Bella bermonolog sendiri di dalam hati, karena ia tahu betul tidak mungkin Dina mau melepas perusahaan itu dengan mudahnya mengingat begitu susahnya ia bisa menguasai harta ayah Bella.
Segera Bella menandatangani berkas itu.
"uangnya akan saya transfer pada rekening anda." ucap Bella menyodorkan kembali berkas yang sudah ia tandatangani.
"Baik terimakasih nona Bella, ini surat kepemilikan perusahaan, bisa langsung anda alih nama." Zayyin menyodorkan sertifikat itu dengan wajah bahagia
'yes, akhirnya aku bisa membawa uang dan pergi jauh jauh dari negara ini.' gumam Zayyin dalam hati, ia segera pergi dari perusahaan Anderson.
"Kalian sungguh tidak tahu siapa dalang di balik penipuan itu. Hingga kalian harus menjual perusahaan Mahendra." senyum kemenangan terlukis di bibir Bella, ia merasa puas karena sudah menipu mereka hingga menghabiskan uang miliaran rupiah. Mereka pasti tidak akan bertahan karena terlalu banyak hutang, sedangkan uang yang mereka miliki habis terkuras tertipu dengan kebodohan mereka sendiri.
Di tempat lain yakni di kediaman Mahendra, dua orang perempuan sedang kebingungan, mondar mandir tanpa tujuan.
"Gimana ini Fani, kita salah membeli lahan. Kita malah rugi besar." ucap Dina gusar.
"Ya gak tahu ah Bu, ini kan kesalahan ibu aku gak ikut ikut " ucap Fani tak mau ambil pusing.
"Gak ikut ikut gimana, ini juga ide dari kamu."
"Ya siapa suruh menuruti ideku."
"Fani! Karena ide gilamu itu, kita jadi kehabisan uang, kita tidak punya apa apa lagi selain perusahaan. Bagaiman nasib kita" Dina naik darah karena melihat sikap Fani yang begitu santai dengan kejadian ini.
"Ya itu nasib ibu, kalau aku sih yang pastinya akan tetap bahagia dan tetap menjadi orang kaya, karena mas Zay anak orang kaya, dan berjanji akan selalu nyenengin aku." ucap Fani berbangga diri, membayangkan betapa kaya suaminya itu.
"Fani! Tega kamu ya ngomong seperti itu pada ibu."
Beberapa hari sebelumnya, Dina membeli sebuah lahan di pinggir kota, karena ia tergiur dengan ucapan Fani bahwa tanah itu adalah tanah yang sangat diminati para pebisnis. Dengan Dina membeli lahan itu dengan harga miliyaran, dia bisa menjual kembali menjadi harga ratusan miliyar. Dia akan untung banyak.
Namun siapa sangka, sebenarnya lahan itu hanyalah lahan yang kosong juga aksesnya jauh dari jalanan, tidak ada satupun pebisnis yang mau membeli tanah itu. Dina frustasi karena ternyata tanah itu tanah yang tidak berharga, ia berhasil di tipu oleh seseorang yang mengiming imingi sebuah keutungan besar.
"coba kamu hubungi suamimu itu. Bicara sama dia buat bantuin ibu."
"bentar." Fani segera menghubungi Zay namun sama sekali tidak ada jawaban dari suaminya itu.
"gak aktif hp nya"
"sekali lagi hubungi." perintah Dina, tangannya memijat kening.
"gak bisa Bu." ucap Fani lalu ia memainkan layar handphone nya, di lihat nya sebuah status wa. Betapa terkejutnya ia melihat status wa Zay suaminya itu berfoto mesra dengan seorang perempuan dengan caption 'Berlibur ke Hawai kita sayang' tak lupa juga dengan emoticon love.
"Mas Zay!" pekik Fani lalu membantingkan ponsel itu ke sembarang arah.
" Kamu kenapa? Ada apa dengan Zay suami kaya mu itu." Dina terkejut dengan Fani yang tiba tiba membanting kan barangnya.
"Aku mau ke perusahaan dulu, tolong ibu urus dulu Vio." Fani bergegas untuk pergi ke perusahaan dengan amarah yang meletup letup, ingin segera bertemu dengan Zayyin.